Sore itu, bumi perlahan mulai ditelan oleh kegelapan. Burung burung yang tadinya bercicit nyaring kini mulai memasuki sarangnya masing masing. Saling berpisah oleh teman sesama unggas nya dan meninggalkan kesunyian. Mereka mulai bersemayam di sarang empuk mereka bersama keluarga tercinta. Tak ingin kalah dengan para hewan, manusia pun juga demikian. Mereka mulai mengucapkan aku pulang pada keluarganya yang disambut manis oleh orang dalam.
Udara yang sangat bersahabat karna sejuk menenangkan kini berubah menjadi udara yang menusuk setiap kulit yang ada. Tak heran jika kebanyakan orang mulai merapatkan jaket mereka masing masing. Beberapa gesekan telapak tangan pun mereka lakukan untuk menghangatkan diri.
Wajarkan jika mereka merasa kedinginan? Karna sudah hampir tiba musim dingin, menggantikan musim gugur yang sudah menemani kehidupan manusia selama kurang lebih 2 bulan itu.
Tak jauh dari yang kebanyakan orang lakukan. Ino pun juga menempelkan kedua telapak tangannya ia gosokan kemudian hembusan nafas dari mulutnya juga ia lakukan untuk menghangatkan diri. Kini tubuhnya yang hanya terbalut cardigan tipis itu ia dudukan di depan sebuah toko buku terbesar di desa Kinyobu.
Tak sendiri, Hayate yang ada disebelahnya melakukan hal yang sama. Mereka saling membisu karna sibuk menghangatkan diri terlebih dahulu. Hingga beberapa menit ia lalui akhirnya Hayate mengeluarkan suaranya.
"Hei, ini sudah gelap. Kau tidak pulang?" Terdengar suara Hayate yang bergetar karena menggigil.
"Tidak. Nanti saja, aku sedang malas untuk pulang. Kalau Hayate mau pulang duluan aku tak apa kok"
"Aku juga sedang tidak ingin pulang dulu." Berbohong hanya untuk seorang wanita? Oh ayolah
"Kau serius? Kakak mu sedang sakit lho" Ino menatap khawatir lelaki yang lebih tinggi darinya itu.
"Tidak apa kok. Lagipula dia sudah bisa beraktivitas seperti biasanya. Oh iya, mau makan sesuatu yang hangat?" Hayate tersenyum lembut. Mengingat hari sudah ditelan oleh kegelapan, ia yakin Ino pasti belum makan malam.
"Umm, tak buruk"
"Kalau begitu kita makan di kedai Katsudon saja. Aku yang akan membayar" Hayate mulai bangkit berdiri. Disusul Ino yang kini juga bangkit berdiri.
"Tidak usah. Aku bisa membayar sendiri."
"Jangan, anggap saja sebagai salam pertemanan pertama kita." Hayate tersenyum canggung.
"Memangnya ada salam pertemanan semacam ini heh?"
"Ada kok~ aku sendiri yang membuatnya" Hayate tertawa lantang dan hanya dibalas wajah cemberut sang Yamanaka.
Tanpa basa basi lagi, mereka menyeret kakinya menuju kedai bernuansa Kuno tak jauh dari tempatnya duduk. Sebuah kedai dengan lampu berwarna kuning sebagai latarnya. Dan beberapa pohon bambu hiasan di kedua sisi pintu masuknya. Terlihat asap mengepul dari pucuk atap gentingnya. Sepertinya badannya akan hangat jika mereka masuk kedalamnya.
"Sumimasen, konbanwa Oji-san" Hayate menyapa laki laki paruh baya yang sedang sibuk dengan mangkuknya di belakang meja bundar besarnya. Ino yang baru saja masuk kedalan kedai itu hanya bisa tersenyum ramah.
Merasa dipanggil, mata sipit laki laki pemilik kedai itu menatap lurus kedua pelanggannya.
"Hayate? Sudah lama kau tidak datang. Dan... Kau membawa kekasihmu?" Ino mendelik kaget mendengar ucapan pemilik kedai.
"Tidak!" Kompak sekali mereka menanggapi. Membuat pemilik kedai itu tertawa puas.
"Baiklah baiklah. Kalian ingin pesan apa hm?"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀 𝐂𝐡𝐨𝐨𝐬𝐞 「ᴄᴏᴍᴘʟᴇᴛᴇ 」
Teen Fiction"Tunggu, apa? kenapa harus aku yang menjalankan misi ini Naruto?" "Kau lah satu satunya ninja yang memiliki jurus telepati, Ino. Kau carilah informasi sebanyak-banyaknya dengan kemampuan mu itu" "ya, aku tau tapi kenapa harus bersama UCHIHA SASUKE...