Kenapa harus aku?

30.5K 4K 321
                                    

"Disaat remaja seusia ku di bahagiakan oleh kedua orang tuanya, justru aku di hancurkan secara perlahan."

happy reading!

...

Alena menutup pintu rumah saat mobil milik keluarganya tak tampak lagi. Dengan langkah berat ia beranjak ke dapur, ia belum makan dari pulang sekolah tadi.

Matanya menatap nanar isi kulkas yang kosong, ia beralih untuk melihat apakah ada nasi, ternyata tidak ada. Jadi, ia malam ini tidak makan lagi? seminggu akhir-akhir ni ia hanya makan sehari sekali, beda dengan Alana yang di jaga pertumbuhannya oleh Rike dan Dion.

Alena merebahkan tubuhnya di ranjang miliknya. Ia mengambil ponselnya, men-scroll instagram milik keluarganya. Matanya berbinar saat salah satu keluarga besarnya melakukan live instagram.

Senyum terbit di wajah Alena saat keluarganya tertawa bersama di meja makan yang begitu besar. Ia membesarkan volume ponselnya, agar dapat mendengar apa yang mereka perbincangkan.

"Say hi Alana, ponakan tersayang tante," ucap wanita paruh baya yang tampak begitu muda itu pada Alana.

"Hi." Alana hanya membalas singkat, Alena faham dengan raut wajah Alana yang tampak kesal.

"Oma! siapa cucu tersayang oma?"

Alena senantiasa mendengar jawaban dari wanita yang sudah berumur itu. Ia tak sabar namanya di sebut.

"Alana dong," ucap Oma Rossa tersenyum.

"Alana mau pulang!"

Alena yang mendengarkan sentakan Alana terkelonjat. Ada apa dengan Kakaknya?

"Mau kemana sayang?" Itu suara Oma Rossa.

"Alana mau pulang! kasian Alena," ucapnya beranjak dari tempatnya, Alena terus memperhatikan ponsel yang sedang merekam kejadian itu.

"Kenapa kamu harus memperdulikan anak itu, Alana?" Suara tegas itu berasa dari kursi utama meja makan.

"Alena sendiri di rumah, Opa," lirih Alana. Tak terasa air mata Alena jatuh begitu saja.

"Kakak ...," gumamnya terisak.

"Ada apa dengan kalian? kenapa kalian begitu mengacuhkan sodara kembar Alana!" pekik Alana histeris.

"Udah kak, udah," lirih Alena menatap layar ponselnya.

"Karna dia beban, Alana!" sentak Rike.

Alena mematikan ponselnya, ia tak sanggup lagi untuk menonton lanjutannya. Hatinya terasa sakit, dada nya sangat sesak.

"Kenapa harus aku?" isaknya memeluk kedua lutuntnya.

Drrtt.. drrtt..

Alena mengambil ponselnya, menampilkan nama Langit di layar ponselnya. Sebelum mengangkat videocall itu, ia menghapus air matanya terlebih dahulu lalu tersenyum bersamaan dengan menggeser icon hijau itu.

"Selamat malam gadisnya Langit," sapa Langit tersenyum. Wajahnya tampak begitu tampan bagi Alena.

Alena tersenyum, "Selamat malam juga lelakinya Alena," kekeh Alena saat melihat wajah Langit tersipu malu.

"Kenapa pas aku gombalin kamu gak baper? tapi pas giliran kamu, aku baper?" dengus Langit seperti anak kecil. Alena terkekeh, gemas melihat pacarnya yang manja padanya.

"Kamu sih kurang jago ngerangkai kata-katanya," tawa Alena.

Langit memperhatikan wajah gadisnya yang sedang tertawa lepas. Senyumannya terbit, Langit berharap waktu dapat berhenti agar gadisnya bisa tertawa seperti ini.

Aku Bukan Beban (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang