Aku Bukan Beban

74.5K 5.2K 697
                                    

"Keinginan ku adalah memiliki keluarga yang menganggap ku ada."

Happy reading!

...

Kini ada dua sosok gadis berwajah kembar yang tampak begitu cantik dan manis berdiri di depan pantulan cermin. Senyum mengembang terbit di wajah keduanya, mereka menoleh satu sama lain, merapihkan dasi mereka yang sedikit miring.

"Alana turun sayang, sarapan dulu," teriak Rike-- Mama si kembar.

"Ayok turun, kita di panggil," ajak Alana menarik lembut Alena-- kembarannya.

"Bukan aku yang di panggil kak, tapi kakak," ujarnya tersenyum tipis.

Alana menoleh ke belakang, menatap sendu adik sekaligus kembarannya. Ia menggeleng membuat kerutan tercetak di kening Alena.

"Kita itu sepaket, kalau aku di panggil berarti kamu juga," tutur Alana tersenyum. Mau tak mau Alena ikut tersenyum saat melihat wajah cantik Kakanya.

"Ayo kak!"

Mereka berdua turun menghampiri kedua orang tua mereka di meja makan. Alana segera menduduki kursi yang di tepuk sama Rike, sedangkan Alena? ia masih berdiam berdiri.

"Ma, Pa, gaada kursi lagi ya?" tanya Alena pada keduanya.

"Bukannya kamu sudah biasa makan di bawah?" ujar Dion-- Papa si kembar.

"Iya pa," lirihnya mengambil nasi yang sudah di siapkan Alana.

"Len, kamu bisa makan sama aku sini," ucapnya menggeser tubuhnya sedikit kesamping.

Alena menggeleng, tersenyum tipis pada Kakaknya yang menatapnya tak tega.

"Aku kan udah biasa makan di bawah," jawab Alena riang. Ia duduk di bawah tanpa rasa kesal atau apa pun itu. Dengan lahap ia menyuap makannya, kepalanya mendongak saat Alana ikut nimbrung bersamanya.

"Kakak juga ikut!"

"Alana, makan di atas sayang," tegur Rike melirik tajam Alena.

Alena faham dengan lirikan Rike. "Kak di atas aja," titah Alena.

"Ta-"

"Kak."

Alana menghela nafas kasar. Dengan berat hati ia beranjak kembali ke tempatnya, tatapannya terus saja terarah ke adiknya yang makan dengan senyum mengembang.

Maafin kakak yang belum bisa membantu kamu, Lena.

...

"Langit!"

Laki-laki itu menoleh ke arah gadis manis yang memanggilnya. Ia tersenyum, menghampiri gadis yang notabenya kekasihnya.

"Jangan lari, Alena," tegurnya menangkap tubuh Alena yang hampir tersungkur.

Alena terkekeh, ia mengacungkan kedua jarinya. "Maaf hehe," kekehnya.

Langit tersenyum. Tangannya terulur mengacak pelan rambut gadisnya, lalu beralih menggenggam lembut tangan mungil milik Alena.

"Ayo ke kelas," ajak Langit.

Alena menoleh ke arah Alana yang sedang berbicara dengan Awan, abang dari Langit. Mereka tidak kembar, tapi mereka satu angkatan. Karena otak Langit yang cerdas, saat sd ia di naiki langsung ke kelas 2.

"Kak Lan aku ke kelas duluan!" pekik Alena.

"Iya!"

Alena dan Langit beranjak ke kelas. Mereka tidak satu kelas, tapi tetangga kelas. Hal itu yang membuat Langit bersyukur, setidaknya ia masih bisa melihat gadisnya di sebelah.

Aku Bukan Beban (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang