"Senyum ku hanya untuk menutupi luka ku."
happy reading!
...
Alena menatap jam di pergelangan tangannya. Bagaimana caranya ia izin untuk keluar? Pasti Oma Rossa sudah menunggunya di sana.
"Len, lo lagi mikirin apa sih?" ucap Serlyn menepuk pundak Alena.
Alena menggeleng. "Aku mau ke kamar mandi bentar, kebelet. Kalau Langit atau kak Lana nyariin, bilang aku di kamar mandi ya," ujar Alena beranjak pergi. Namun bukan kamar mandi tujuannya, melainkan loket untuk meminta izin.
Serlyn menatap kepergian Alena dengan kebingungan. Bukannya kamar mandi ke arah perpustakaan, kenapa ia malah ke arah loket?
"Serlyn!"
Serlyn menoleh ke arah sumber suara. Langit memanggilnya. "Oiya! gue ngerasa aneh sama Lena," ucapnya pada Langit.
"Aneh? sekarang dia di mana?" tanya Langit celingak-celinguk mencari keberadaan gadisnya.
"Dia bilang ke kamar mandi, tapi tadi gue liat arahnya ke loket. Lo susul coba deh."
Langit mengangguk. "Makasih infonya! kalau Lana nanyain, lo jawab pergi sama gue ya!" teriak Langit di acungin jempol oleh Serlyn.
Langit melihat Alena yang sedang menyerahkan sesuatu kepada Pak satpam. Ia pun menghampiri pak satpam saat Alena sudah keluar gerbang.
"Pak, Alena mau kemana ya?" tanya Langit.
"Tadi den, dia bilang ada urusan sebentar di cafe sana." tunjuk Pak satpam ke arah cafe dekat sekolah.
"Saya boleh izin menyusul pak? ada masalah soalnya," bohong Langit. Ia menatap Pak satpam dengan serius.
Pak satpam mengangguk, Langit lega melihatnya. "Jangan lama-lama ya den Langit."
"Siap pak!"
...
Alena meremas kedua jarinya saat melihat Oma Rossa yang sudah menunggunya. Rasa takut menyelimutinya, takut akan mendengar ucapan pedas dari Oma Rossa.
Dengan keberanian Alena membuka pintu cafe dan langsung menghampiri Oma Rossa yang menatapnya penuh kebencian.
"Maaf Oma la-"
"Duduk!" potongnya dingin.
Alena duduk, jarinya selalu meremas satu sama lain. Dingin dan takut itu yang ia rasakan kini.
"Oma mau membicarakan apa sama Lena," ucap Alena membuka suara.
Oma Rossa menatap Alena merendah. Kebencian dan kekesalan menjadi satu padu.
"Pergi dari kehidupan anak dan cucu saya."
Alena yang sedari tadi menunduk, mendongak kaget. Matanya berkaca-kaca. "Apa salah Lena yang dari kecil udah di kucilkan, Oma?" lirihnya pada wanita tua yang tersenyum sinis.
"Dari dulu, keluarga saya turun temurun tak pernah melahirkan banyak anak. Mereka hanya melahirkan anak 1 kali seumur hidup, dari situ keluarga saya mengadakan tradisi untuk memiliki satu anak! Jika mereka melahirkan dua anak, satu harus di buang. Apa kamu faham!" sengit Oma Rossa.
"Kenapa harus Lena? Lena capek harus di salahkan terus menerus!" sentak Alena menggebrak meja.
"Karena kamu beban."
"AKU BUKAN BEBAN, OMA!
"BERANI KAMU ALENA!"
Plak!
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Bukan Beban (SUDAH TERBIT)
Teen FictionBagaimana rasanya di campakkan oleh kedua orang tua sendiri? Bagaimana rasanya tidak di sayang oleh kedua orang tua sendiri? sakit bukan? ya, sangat sakit. Kenapa harus aku yang merasakan sakit ini? kenapa harus aku yang merasakan penderitaan ini? A...