Duplikat Number

17.7K 2.5K 342
                                    

"Kakak yang seharusnya tenang tak merasakan kesusahan, harus menjaga seorang beban seperti ku."

Happy reading!

...

Langit sesekali menoleh ke arah Alena yang tertidur. Wajah pucat gadisnya tak membuat kadar kecantikannya berkurang sedikit pun. Langit tersenyum, tangan terulur mengelus surai hitam Alena.

"Kamu adalah gadis yang aku cintai setelah mama, Lena," ujar Langit tersenyum. Kembali fokus menyetir.

Langit memicingkan matanya saat mobilnya berlalu melewati Tasya yang sedang bersama seseorang.

"Tasya, ngapain dia?" gumam Langit pelan.

"Kenapa Langit?" tanya Alena yang terbangun karena suara Langit menyebutkan nama Tasya.

"Gapapa, istirahat lagi. Bentar lagi sampai," ucap Langit tersenyum.

"Bangunin aku kalau udah sampai, jangan di gendong!" sindir Alena membuat Langit terkekeh.

"Iya sayang."

Tasya tadi sama siapa ya?

...

Langit memberhentikan mobilnya tepat di halaman depan rumah Alena. Ia menoleh ke arah gadisnya yang tertidur pulas, tampak begitu damai.

"Lena, bangun," ujar Langit lembut.

Alena menggeliat bak anak kecil, hal itu membuat Langit gemas melihatnya. Tangannya terulur untuk mengusap surai hitam gadisnya.

"Udah sampai ya?" tanya Alena mengucek matanya.

"Udah, langsung istirahat ya," ucap Langit mengecup singkat kening Alena.

Alena turun dari mobil, tersenyum menatap Langit.

"Kamu langsung pulang, kalau udah sampai kabarin aku ya," ucap Alena.

"Iya, aku pulang," pamit Langit melaju pergi dari perkarangan rumah Alena.

Alena menghela nafas sebelum masuk ke dalam rumah, takut jika kedua orang tuanya akan memarahi setiba di rumah.

"Assalamu'alaikum, Lena pulang," ujar Alena masuk ke dalam. Matanya menyisir dalam rumahnya, mencari keberadaan kedua orang tuanya dan Alana.

"Pa? ma? Kak Lana?" teriak Alena berjalan ke atas.

"Aku di dalam," teriak Alana dari dalam kamar.

Alena tersenyum, membuka knop pintu kamarnya dan Alana.

"Ka-"

"Kenapa kamu gak cerita sama aku?" tanya Alana lirih.

"Cerita? Maksud kakak apa?" tanya Alena bingung.

Alena mematung saat Alana mengeluarkan obat-obatannya. Lalu menghela nafas kasar.

"Maaf kak, Lena cuman gak mau jadj beb-"

"Jangan sembunyiin apa pun dari aku!" isak Alana memeluk Alena. Menangis sejadi-jadinya.

Satu tangan Alena terulur untuk mengelus punggu kembarannya ini. Tersenyum tipis, melepaskan pelukan Alana.

"Aku udah sembuh, berkat Langit," ujar Alena membuat raut bingung tercetak di wajah Alana.

"Langit tau kamu sakit kanker?" tanya Alana.

"Dia tau udah lama, dan selama ini dia kasih aku bekal yang udah di beri obat sama dia." Alena tersenyum, bersyukur memiliki laki-laki yang sangat menyayanginya.

Aku Bukan Beban (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang