"Tidak semuanya seorang ayah tega pada anaknya, di balik itu semua. Ada perjuangan seorang ayah tak dapat kita ketahui."
Happy reading!
...
Brawijaya, Awan, dan Langit berdiri di depan pintu kamar. Menatap malas wanita paruh baya yang sedang sibuk berbincang dengan sosok gadis.
"Langit, gamau pa," adu Langit menatap memelas Brawijaya.
Brawijaya menoleh, menatap sendu putranya yang menjadi korban pemaksaan mertuanya ini.
"Kaliam berdua tau kan, kita harus gimana?" tanya Brawijaya pada kedua putranya.
"Awan yang buatin minumnya ya, mana obat sakit perutnya," pintu Awan pada Brawijaya.
Langit terkekeh. "Maapin Langit yaallah, terkena hasutan papa dan abang," lirih Langit berpura-pura sesal.
Brawijaya dan Awan kompak mendengus. Sudah di tolongi, bukannya terimakasih, malah tidak tau diri.
"Kamu ini, bukannya bersyukur papa ada di pihak kamu," ujar Brawijaya.
"Iya-iya," kekeh Langit mulai beranjak menghampiri oma Arun, di susuli Brawijaya dari belakang.
Oma Arun tersenyum, menepuk sofa yang kosong di sebelah gadis itu. Dengan malas Langit mendaratkan bokongnya disitu.
"Oma mau bahas pertunangan kamu dengan Karin," ujar Oma Arun memulai pembicaraan.
Langit mendengus kasar, sedangkan Karin tersenyum senang di dalam hatinya.
"Ma, kenapa harus di jodohkan? Biarkan Langit menentukan pilihannya," bantah Brawijaya.
"Saya tidak terima bantahan kalian!" tegas Oma Arun.
"Oma, tenang," ucap Karin menenangkan oma Arun.
Langit berdecih. "Caper," gumamnya pelan.
"Tunangan kalian 4 bulan lagi," ucap oma Arun membuat Langit dan Brawijaya saling pandang.
Itu 3 bulannya usia kehamilan Lena. Langit membatin. Mengacak frustasi rambutnya.
"Oma, Langit gak cinta sama Karin! Langit cintanya sama Lena," kesal Langit melirik tajam Karin.
"Gadis itu lagi gadis itu lagi, dia itu penyusah! Jalang tidak tau di-"
"Cukup oma!" bentak Langit bangkit berdiri. Emosinya tersulut.
Brawijaya menatap sendu putranya. Ini di luar rencana, ia melirik ke arah oma Arun yang terkejut. Lalu beralih menatap Awan yang berdiri dengan tangan memegang gelas yang sudah di rencanakan.
Tangan Brawijata spontan langsung menarik Langit untuk duduk kembali. Membiarkan rencana mereka berjalan mulus.
"Kam-"
"Minum dulu oma," potong Awan menyerahkan gelas itu kepada oma Arun dan Karin.
Oma Arun meneguk tandas isi gelas itu, begitu juga dengan Karin. Membuat senyuman licik terbit di wajah ketiga laki-laki itu.
"Gara-gara gadis jalang itu, kamu berani sama oma!" bentak oma Arun.
"Tenang oma, tenang," ucap Karin menenangkan oma Arun.
"Ka- duh!" ringis oma Arun, bersamaan dengan Karin yang meringis pula. Mereka memegangi perutnya yang terasa sakit.
"Aw oma sakit," ringis Karin meremas perutnya.
"S-saya pulang dulu, ingat Langit. Oma akan datang lagi," ujar oma Arun keluar di susuli Karin dari belakang.
Gue tau, kalian udah ngerencanain ini. Liat besok di sekolah, apa yang akan gue lakuin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Bukan Beban (SUDAH TERBIT)
Teen FictionBagaimana rasanya di campakkan oleh kedua orang tua sendiri? Bagaimana rasanya tidak di sayang oleh kedua orang tua sendiri? sakit bukan? ya, sangat sakit. Kenapa harus aku yang merasakan sakit ini? kenapa harus aku yang merasakan penderitaan ini? A...