Happy reading y'll 💘
Natasha terdiam, di ujung lorong dia melihat Dinda tengah melamun. Wajahnya sedikit lebam, noda biru keunguan bekas tamparan serta pukulan tempak jelas walau sudah berusaha dia samarkan. Dada Natasha memanas, tidak tega melihat sahabatnya berantakan seperti itu.
Siapa yang berani melakukan hal keji padanya? Selama ini Natasha tidak pernah tahu soal keluarga Dinda. Dinda selalu menyembunyikan keluarganya dari semua teman sekolahnya, entah karena alasan apa Nata juga tidak tahu.
Nata mendekat, menjejerkan bahunya disamping Dinda. Hujan yang semakin deras menyamarkan suara isak tangis Dinda.
"Gue pikir lo bakal mati" ucap Natasha membuka suara.
Walau tidak tega, tapi mungkin beginilah awal yang harus dia lakukan untuk memulai pembicaraan dengan Dinda.
Dinda tertawa parau, dia mengusap air matanya.
"Gue nggak selemah itu, gue bahkan lebih kuat dari lo" balasnya melirik Natasha sekilas.
"Sekarang gue lebih kuat"
"Bagus dong, jadi kalau gue udah nggak ada lo bisa jaga diri sendiri dengan baik"
Natasha mendongak, tinggi badannya sedikit lebih pendek dari Dinda. Matanya menyorot tidak suka mendengar ucapan gadis yang sedari dulu menjadi sahabatnya itu.
"Kalo gue udah lebih kuat, gue bakal mukul balik siapapun yang nyakitin lo"
"Anak kecil kaya lo mana bisa mukul orang, di pelototin paling juga langsung nangis" canda Dinda menutupi perasaan sedihnya.
"SIAPA BILANG, GUE BUKAN ANAK KECIL!" pekik Natasha penuh kekesalan.
Dinda menahan tawa, meski wajahnya membiru tapi masih terlihat rupa ayunya. Kata orang, bagai pinang di belah dua, begitulah pendapat mereka mendefinisikan kemiripan antara Natasha dan Dinda.
"Nat, kalo gue pindah sekolah lo bakal sedih?"
Natasha masih diam, hanya ada suara ketukan sepatu mereka yang semakin terdengar nyaring.
"Terlepas dari sikap lo yang jadi aneh dan nggak masuk akal, gue tetep bakal sedih" jujurnya sembari membuang muka, takut-takut kalau Dinda melihat riak wajahnya.
Dinda merangkul pundak Natasha, sambil menarik napas berat "Masih ada jennie, lo nggak akan kesepian" imbuhnya lagi.
"Apaan sih" sanggah Natasha sambil melepas rangkulan Dinda kasar.
Bukan tidak suka dengan ucapan mantan sahabatnya itu, Natasha hanya tidak habis pikir mengapa sikap Dinda semakin lama semakin aneh.
"Udah mau sampe kelas, gue nggak mau yang lain ngira kita udah baikan" sarkas Natasha tanpa melirik ke arah Dinda.
Dinda hanya tersenyum getir, tampaknya Natasha benar-benar sudah tidak mau lagi berteman dengannya. Apa boleh buat, toh semua kebaikan tidak perlu di umbar kan?
Natasha memasuki kelas lebih dulu, di susul Dinda setelahnya. Di pojok belakang Nathan sudah sumringah melihat pujaan hatinya sampai kedalam kelas dengan selamat.
"Jum'at berkah, jum'at berkah. Barang siapa yang berbuat baik akan mendapat kecupan hangat dari Natasha!!" hebohnya tidak karuan.
Malas meladeni Natasha memilih duduk di bangkunya dan melipat kedua tangannya sebagai bantalan kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Step Brother
General Fiction"Kamu berubah" "Jangan lupa Raffa, yang bikin gue hancur itu lo" Cinta jadi benci itu benar adanya, cinta habis di orang yang salah juga nyata. Seperti Natasha yang gagal dalam cinta pertamanya, jatuh cinta pada kakak laki-lakinya. Anandahumairaraza...