Chapter 22

2.2K 66 8
                                    

Happy reading guys!!
Jangan lupa vote sama komen sebanyak-banyaknya ya, biar author semangat 45 nulisnya.

****

Pagi ini, satu kelas dihebohkan dengan wajah Jennie yang mendadak babak belur, padahal sehari sebelumnya dia tidak apa-apa.
Beberapa orang mulai mengira-ngira apa penyebab Jennie mendapat luka dalam itu.

Seharusnya dia tidak perlu masuk sekolah, kalau memang itu menyakitkan.

"Lo kenapa Jen? Siapa yang mukul lo?" tanya Natasha dengan nada penuh kecemasan.

Wajah Jennie berubah sayu, pelupuk matanya mulai tergenang oleh air mata. Sekejap Jennie langsung memeluk Natasha erat, ada rasa sakit yang ingin Jennie salurkan lewat pelukan itu.

"Bukan apa-apa Nata, gue cuma ribut aja sama papa" ungkapnya tersedu-sedu.

"Jangan bohong, siapa yang giniin lo?" tanya Nata terus-menerus.

"Cowoknya kali" celetuk Nathan yang baru masuk ke kelas.

Nathan mencetak senyum lebar, seakan-akan wajah babak belur Jennie adalah pemandangan indah yang patut untuk di kagumi.

"Cowok lo?" tanya Natasha menatap Jennie seksama.

Sejak kapan Jennie punya pacar?

"Papa" putus Jennie penuh keyakinan.

"Papa muda? Atau calon papa dari anak lo?"

"NATHAN!"

Natasha berteriak kencang, tangannya mengepal menahan emosi. Kondisi Jennie sedang tidak stabil, seharusnya sebagai teman sekelas dia bisa lebih mengerti dan menenangkan Jennie.

"Sekarang bukan waktunya bercanda, temen lo lagi kesusahan. Tau waktu kalo mau haha hehe dan bercandain temen" terus Natasha dengan nada yang lebih tenang.

Nathan berjalan menghampiri Natasha, dia berdiri tepat di depan Natasha. Wajah mereka hanya berjarak beberapa senti.

"Lo kira semua omongan gue bercanda? Tanya aja sama Jennie, dia kemaren kesusahan atau keenakan"

Tidak ada yang bicara lagi, semua mata mengarah ke Jennie. Kini tatapan mereka berubah sejenak menjadi tatapan hina, beberapa masih berusaha menyanggah perkataan ambigu Nathan.
Kesialan yang mereka punya adalah harus berada dalam satu kelas bersama orang gila seperti Nathan.

"Karena gue sayang lo, makannya gue kasih tau kalo Jennie itu sebenernya kemaren check in sama Ra...

Plakk

Tubuh Nathan terhuyung ke belakang, hampir saja dia terjungkal andai tidak sigap menahan diri menggunakan tangannya.

Dinda. Dia menampar Nathan sekeras mungkin, wajah Dinda pias ada ribuan kata yang ingin dia ucapkan pada Nathan.

"Berhenti sok tau. Kalaupun lo tau, lo nggak berhak ngumbar semuanya di depan orang"

Jennie terhenyak, Dinda membelanya. Natasha juga tidak kalah kaget, melihat Dinda maju untuk menampar Nathan.

Nathan tersenyum miring, darimana datangnya manusia munafik ini, sampai dia tidak sadar dan tertampar keras oleh tangan kotor Dinda.

Nathan membuang ludah ke sembarang arah, dia menatap Dinda muak.

"Ya ya, kalo emang gitu pilihan lo udah tepat buat numbalin adik lo sendiri" ucap Nathan tidak jelas.

Dia langsung pergi keluar membawa tas sekolahnya, pasti anak itu membolos. Toh siapa lagi yang berminat belajar setelah melakukan adu mulut dengan teman sekelas.

****

Semoga ini hanya salah paham, kalimat itu terus-menerus Dinda ucapkan dalam hati. Dia tidak ingin membenci teman baiknya sendiri. Kalau memang benar wanita itu adalah Jennie, betapa teganya Jennie terhadap Natasha yang selalu berbuat baik padanya.

"Sial!" teriak Dinda memukul kepalanya sendiri.

"Lo sinting ya?" Natasha muncul dari balik punggungnya.

Cukup membuat terkejut.

"Ngapain mukul kepala sendiri?" tanya Natasha lagi.

Dinda mengalihkan pandangannya, sejenak berdehem untuk menetralkan suasana.

"Gue cuma pusing" jelasnya memberi alasan yang sedikit masuk akal.

Natasha mendudukan dirinya di salah satu bangku yang ada di rooftop, menatap langit sore yang mulai menjingga. Dia rindu Dinda dan Jennie, rindu masa ketika mereka masih baik-baik saja.

"Makasih"

"Buat?"

"Nampar Nathan"

"Hahaha" Dinda tertawa garing.

Andai saja Natasha tahu alasan dibalik tingkahnya yang sok superior itu, pasti Natasha akan berbalik menamparnya.
Dinda ikut duduk di sebelah Natasha, memberi sedikit batasan agar tidak terlalu berdekatan.

Mereka terjebak diantara semu.

"Lo beneran suka Raffa?"

"Kenapa mendadak nanya?" tanya Natasha balik.

"Gue masih peduli sama lo, nggak masalah lo sayang sama Raffa tapi jangan sampe lo buta Nat"

Natasha terdiam, tidak paham apa maksud perkataan Dinda. Selama ini dia merasa semuanya baik-baik saja, tidak ada yang perlu di khawatirkan. Padahal kenyataanya manusia tidak ada yang bisa di percaya.

Dosa tidak bersuara, itu sebabnya dunia masih berjalan dengan baik. Andai Tuhan tega sudah pasti manusia akan saling membenci satu sama lain.

"Lo ngomong apa sih?"

"Ini cuma persepsi gue aja, tapi kayaknya...

"Raffa yang mukulin Jennie"

Dinda dan Natasha berbalik, menatap Nathan dengan penuh kebingungan.

"Selamat datang Natasha, di dunia yang penuh kebohongan"

****

Jangan lupa vote dan komen guys!!!

Kira-kira Natasha bakal percaya nggak ya sama Nathan?

Step Brother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang