Sesya hanyalah seorang murid Mageìa High School biasa yang memiliki kisah hidup monoton. Tak ada yang menarik dari hidupnya hingga sosok lelaki mendatanginya dan mengaku sebagai anaknya dari masa depan.
Benarkah lelaki itu adalah anaknya dari masa d...
Jarum jam baru menunjukkan pukul tujuh pagi. Belum banyak murid yang berlalu-lalang di koridor seperti biasa. Sesya semakin mempercepat langkah menuju ruang kelas yang terletak di ujung lorong.
Malam tadi, Sesya terpaksa tidur lebih larut. Pasalnya Filo terus memaksa untuk menemani ia bermain game di playstation milik Adam, ayah Sesya. Alhasil Sesya kesiangan dan tidak sempat sarapan sebelum berangkan ke sekolah.
Ck, awas aja kau Filo kalau aku sampai dihukum sama bu Sari!
Setelah berlari kecil, akhirnya Sesya tiba di depan kelas. Ia berjinjit dan mengintip ke dalam kelas melalui jendela kaca kelasnya. Dewi Fortuna seakan sedang berada di pihaknya, belum ada guru yang masuk ke dalam kelas.
Syukurlah.
Sesya pun melangkah masuk dengan perasaan lega. Namun, sesampainya di dalam, kedua bola mata Sesya membulat lebar ketika mendapati mejanya dipenuhi oleh kata-kata kotor.
Manik cokelatnya menatap satu per satu penghuni kelas. Namun, tak ada satu pun dari mereka yang mau mengangkat suara. Mereka memilih membuang muka dan bersikap seolah tidak tahu apa-apa.
“Kau tau siapa pelakunya?” tanya Sesya pada Cindy, gadis berambut pendek sebahu yang duduk di sebelahnya.
Namun, garis itu ikut membuang muka, menulikan telinga seakan tidak mendengar pertanyaan yang diajukan Sesya.
“Cin, kau beneran gak tahu siapa yang coret mejaku?” tanya Sesya lagi, tetapi hasilnya sama saja. Cindy masih mengunci mulut erat.
Sesya menghela napas lalu mengeluarkan beberapa lembar tisu basah dari dalam ransel untuk membersihkan mejanya. Untunglah hanya dicoret dengan spidol biasa, tidak permanent sehingga ia tidak susah untuk mengahapusnya.
“Sini kubantu,” tawar seorang lelaki.
Sesya menoleh ke samping, menatap lelaki dengan rahang tajam yang menawarkan bantuan. Tertulis ‘Albiru Kawakibi’ pada name tag yang terpasang di seragamnya.
“Hei.” Lelaki itu menjentikkan jari di depan wajah Sesya, membuat empunya tersentak kaget.
“Hah? Gak papa, biar aku aja.”
Lelaki yang akrab dipanggil Biru itu memutar bola mata malas lalu mengambil paksa tisu basah dari tangan Sesya, kemudian membersihkan seluruh meja Sesya hingga ‘tak tersisa bekas coretan lagi.
“Terima kasih banyak,ya, hm Albi ... ru?”
“Biru aja,” jawab Biru dingin lalu melangkah keluar untuk membuang tisu bekas.
***
Berbicara Dewi Fortuna, sepertinya ia tidak berpihak pada Sesya hari ini. Kesialan datang bertubi-tubi padanya. Selain perang dingin dengan seisi kelas, Sari, si guru killer malah memberi mereka tugas kelompok.
Jangankan untuk membentuk kelompok, berbicara seperti biasa saja tidak ada yang mau. Sesya tertunduk lesu di bangku. Tidak ada yang menginginkan keberadaannya jadi bagian anggota kelompok mereka.
Menyedihkan sekali kau, Sya!
“Mau gabung?” tawar Biru yang tiba-tiba sudah berdiri di sebelah Sesya. “Kebetulan kami kurang satu orang lagi.”
Seorang lelaki berkulit lebih gelap ikut berdiri di sebelau Biru. Ia menyengir lebar. “Hai, mau gabung gak sama kelompok orang-orang keren?” sapanya ramah dengan senyum manis, seperti tupai.
Sontak Biru memukul kepala lelaki itu. “Jangan bicara aneh-aneh! Kau buat dia takut tahu.”
“Jangan bicara aneh-aneh! Kau buat dia takut tahu,” ledeknya dengan meniru cara Biru bicara. “Apa-apaan, aku jadi mau muntah dengarnya.”
Sesya terkekeh geli melihat tingkah mereka berdua. “Oh iya, aku belum tahu namamu. Namaku Sesya Ornella, kau bisa memanggilku Sesya.”
“Aku tahu kok, Sesya Ornella, si anak baru yang anti sosial,” ledeknya lalu membalas uluran tangan Sesya. “Namaku Jicko Arya Pardana, biasa dipanggil ganteng.”
“Panggil aja dia Jicko atau biar keren panggil aja tempoyak, kalau aku Biru.”
Sesya manggut-manggut paham. Sudaah hampir sebulan ia bersekolah di Mageia High School, tetapi ia belum menghafal nama teman-teman sekelasnya. Hanya Cindy saja yang ia hafal.
Namun, apa masih bisa dikatakan teman?
Ah, ke mana saja kau, Sya!
“Jadi gimana?” tanya Biru.
“Gimana apanya?” Sesya malah bertanya balik dengan raut wajah bingung.
Jicko menepuk dahinya kencang. “Ye, si kakak malah tanya balik. Maksud si Biru, kau mau gak gabung dengan kelompok kami?”
Sesya menyengir lebar, menyadari otaknya yang berpikir lambat. “Tentu aja aku mau kok.”
"Okay, Sesya welcome to group orang-orang keren." Jicko bertepuk tangan, Sesya juga ikut bertepuk tangan antusias, sedangkan Biru hanya melayangkan tatapan tanpa ekspresi pada mereka.
"Dasar kekanakan!" ucapnya sebelum keluar kelas.
-TBC-
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Salam dari si dingin Biru dan si tempoyak lovers Jicko ✌ ---