Sesya hanyalah seorang murid Mageìa High School biasa yang memiliki kisah hidup monoton. Tak ada yang menarik dari hidupnya hingga sosok lelaki mendatanginya dan mengaku sebagai anaknya dari masa depan.
Benarkah lelaki itu adalah anaknya dari masa d...
Bau bahan-bahan kimia menyeruak masuk ke dalam indera pembau lelaki bermata sipit itu. Orang-orang yang berlalu lalang di koridor rumah sakit membuat nyeri di kepala semakin menjadi-jadi. Ia segera mempercepat langkah menuju ruangan yang berada di ujung koridor.
Netranya menata sebuah papan kecil bertuliskan 'Dr. Tristan' yang tersangkut di depan pintu. Iya, dia adalah Tristan anggota band Topaz saat mereka masih muda dulu. Siapa sangka gitaris Topaz akan berakhir menjadi dokter muda spesialis hematologi.
"Saudara Filo?"
Sebuah suara memecah lamunan, lelaki itu membalikkan tubuh dan menatap seorang perawat yang sudah familiar di matanya.
"Dokter sudah menunggu di dalam," ucapnya ramah.
Filo mengangguk kecil lalu melangkah masuk ke dalam ruangan. Seorang lelaki paruh baya menyambutnya dengan senyum hangat, ia bangkit dari kursi untuk mempersilakan Filo duduk.
"Sendiri lagi? Dimana Sesya?"
Sebuah senyum tipis terukir di wajah pucat Filo. "Biasa, dia lagi ngambek. Lagian Peony juga lagi gak enak badan," jawabnya.
"Mau cerita? Anggap aja kita bertemu sebagai teman, bukan sebagai pasien dan dokter," ucap Tristan.
Filo tertawa renyah. "Ide yang bagus. Udah lama kita gak nongkrong. Kau terlalu sibuk."
"Sekarang kau bisa cerita sama aku."
"Masih ingat projek mesin waktu milik ayahku dulu?" tanya Filo.
Tristan mengangguk. "Oh yang sempat heboh itu?"
"Iya. Sekarang udah berhasil aku lanjutkan projek itu."
"Sumpah? Demi apa?" Atensi Tristan langsung terpancing saat mendengar ucapan Filo. "Aku yang kurang update atau meamng gak ada berita tentang mesin waktu itu?'
"Aku merahasiakannya." Filo tertawa kecil. "Cukup aku dan kau yang tau. Ah, dan cukup aku yang menggunakannya."
"Are you serious?"
"Yup! And that why she gets mad to me. Aku terlalu lama berada di masa lalu dan melupakan dia di sini."
"You're so crazy, dude!"
"Bukan Edo namanya kalau gak gila. By the way, sesi curhat udah selesai. Bisa kita lanjut ke masalah kesehatanku. Akhir-akhir ini aku merasa gak baik."
Tristan langsung mengambil berkas-berkas milik Filo dari dalam laci meja kerjanya. "Kau masih sering mimisan?"
"Masih, dan sekarang bintik-bintik merah itu juga makin banyak muncul. Aku sampe bingung mau tutupin gimana dari Sesya."
"Sebaiknya kita lakukan tes lagi, sebelum lanjutkan terapi yang seenaknya kau putuskan kemarin," ucap Tristan final.
Filo hanya mengangguk lemah. Ini juga salahnya yang tanpa permisi pergi ke masa lalu dan memutuskan secara sepihak terapi yang sedang dijalani. Untung Tristan temanku.
Tristan menghela napas. "Jangan begini terus, Do. Kamu punya Sesya dan Peony." Ia benar-benar 'tak habis pikir dengan jalan pikiran Filo saat ini.
"I know, Tris. Keep calm! Habis pulang dari masa lalu pikiran aku jadi terbuka, aku bakalan jadi ayah sekaligus suami yang baik buat mereka berdua," ucap Filo sambil menepuk-nepuk bahu Tristan.