13-About Wormhole

145 32 5
                                        

Minggu kedua di bulan Maret mungkin akan menjadi minggu terbaik sepanjang hidup Sesya. Bahkan sejak fajar menyingsing, ia sudah bersiap-siap di depan cermin, mencoba berlembar-lembar pakaian dari lemari.

Pilihannya jatuh pada sebuah dress selutut berbahan sifon bewarna biru cerah dengan motif bunga-bunga daisy berukuran kecil.

Kedua maniknya melirik jam yang terpaku di dinding kamar. Jarum jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi, artinya kurang dari tiga puluh menit lagi Dana akan tiba. Ia sedikit terharu, karena Dana menyempatkan diri untuk bermain ke rumah. Padahal akhir-akhir ini Dana makin bertambah sibuk semenjak memasuki semester akhir di kelas dua belas.

‘Tak jarang batang hidungnya tidak terlihat di lapangan basket. Bahkan banyak rumor yang beredar kalau Dana sudah keluar dari tim basket.

Padahal Sesya sangat menyukai ketika Dana membalut tubuhnya dengan seragam bewarna oranye-hitam, warna official Mageia High School.

Ting

Ponsel Sesya berbunyi. Ia melirik ke ponsel yang terletak di atas meja belajar. Ada sebuah pesan masuk dari Dana.

Kak Dana
Hai, Sya
Aku udah di depan

Setelah membaca dan membalas pesan Dana, Sesya buru-buru turun ke bawah untuk membukakan pintu untuk Dana. Ia langsung disuguhkan dengan senyum lebar lengkap dengan lesung pipi milik Dana saat daun pintu terbuka, membuat Sesya semakin jatuh terperangkap ke dalam pesonanya.

“Selamat pagi, Sya. Maaf, ya, aku telat. Tadi aku beliin ini buat kamu dan orang rumah.” Dana menyodorkan sebuah kotak berukuran cukup besar.

“Ini apa, Kak?” Tanya Sesya sambil menerima kotak pemberian Dana.

“Ini namanya kue Tat, kue khas Bengkulu.”

“Wah, pasti enak! Makasih banyak, ya, Kak Dana. Aku jadi gak enak sama Kakak,” ujar Sesya.

Semburat merah jambu muncul di kedua pipi Sesya. Rasanya ia bisa terbang ke langit kala menerima perlakuan Dana. Memang terlihat sederhana. Namun, karena dia adalah ‘Radana Arkatam’ semua jadi terasa istimewa.

Persetan dengan ancaman Arel. Biarlah untuk sementara Sesya menuruti permintaan semesta untuk menikmati skenario manis yang telah dirangkai untuknya.

“Omong-omong, orang tuamu di mana?” tanya Dana sambil mengekori Sesya masuk ke dalam perpustakaan mini milik keluarganya.

“Lagi keluar bentar, Kak. Biasa, ada keperluan kantor.”

“Hm, yang lainnya?”

“Siapa memangnya?” Sesya terkekeh kecil. “Aku anak tunggal, Kak.”

“Sepupumu yang pernah kamu cerita waktu itu di mana?”

“Ah, itu.” Sesya memainkan jari-jemarinya. “Dia ada kegiatan yang gak bisa ditinggalkan, Kak.”

Dana manggut-manggut paham.  “Kamu gak takut berduaan aja di rumah denganku?”

Sesya memutar tubuhnya ke belakang, menghadap Dana yang entah sejak kapan sudah berdiri tepat di belakangnya. “Memangnya Kak Dana tega jahatin aku? Hm, Kak Dana gak mungkin ‘begitu’ ‘kan?” tanyanya wanti-wanti melihat seringai yang tercetak di wajah Dana.

But, I’m a man, Sya,” lirih Dana tepat di daun telinga Sesya, bermaksud untuk menggoda gadis itu.

Namun, ‘tak lama seringai itu hilang saat melihat wajah Sesya memerah, digantikan dengan senyuman lebar dan jangan lupakan lesung pipi di kedua sisi wajahnya. “Aku becanda, Sya. Jangan tegang begitu.”

Sesya menghela napas lega saat Dana menertawakannya. “Ya Tuhan! Kak Dana buat takut aja.” Ia mengelus-elus dada, menetralkan debaran jantung yang sempat tak karuan tadi.

Dana terkekeh geli. “Maaf, Sya. Habisnya kamu lucu sekali pakai dress itu.” Tangannya menjulur ke depan, meraih kepala Sesya lalu mengacak-acak rambut gadis itu yang tergerai panjang sepunggung.

Ya Tuhan! Kalau gini terus bisa-bisa aku dapat serangan jantung mendadak.



***


Manik cokelat milik Dana berbinar-binar kala menatap puluhan novel klasik dan berbagai novel terjemahan milik keluarga Sesya yang terpajang rapi di rak. Tatapannya berhenti di salah satu novel tebal bersampul hitam. “Ini keren sekali, Sya. Bahkan kamu punya novel sekeren ini. Sudah lama aku mau membaca The Time Traveller’s Wife.”

Sesya terkekeh geli melihat sisi lain dari Dana. Sisi yang mungkin saja tidak akan pernah dilihat secepat ini tanpa campur tangan Filo. Demi dunia dan seisinya, Dana benar-benar manis dan terlihat bak anak kecil yang diajak ke istana cokelat. Ah, manis sekali dia.

“Kak Dana suka baca novel terjemahan, ya?” tanya Sesya lalu mendaratkan bokong di sebelah Dana.

Dana menganggukkan kepala antusias. “Tentu aja, aku suka sekali baca novel yang penuh teori dan bikin sakit kepala seperti ini,” jawabnya diakhiri dengan kekehan kecil.

“Samaa, aku juga. Tapi aku belum baca buku itu, aku lebih suka The Little Prince, kalau Kak Dana gimana? Apa buku kesukaan Kakak?”

“Aku gak punya buku khusus, tapi aku suka buku yang berbau time traveller. Menurutku pembahasannya sangat menarik.”

Time traveller, ya? Seketika nama ‘Filo’ langsung muncul di benaknya. Lelaki itu juga seorang penjelajah waktu.

“Gimana denganmu?” tanya Dana memecah lamunan Sesya.

“Apanya, Kak?”

“Kamu suka baca buku yang berbau time traveller juga?”

Sesya menggeleng pelan. “Aku gak begitu suka baca yang berat-berat seperti itu. Otakku terlalu dangkal untuk memahaminya, tapi …,” Ia menggaruk telinganya, “akhir-akhir ini aku merasa tertarik dengan time traveller.”

“Sepertinya kita memang punya banyak kesamaan, ya. Mau kuceritakan hal menarik tentang konspirasi time traveller? Aku pastikan ini menarik sekali,” tawar Dana yang segera dijawab dengan anggukkan penuh semangat oleh Sesya.

Mana mungkin aku menolak.

“Boleh, Kak, aku mau mendengarnya.”

“Kamu tahu? Ada banyak sekali teori konspirasi tentang time traveller tapi ada satu teori yang aku suka dan aku yakin kamu pasti akan menyukainya juga. Kamu mau tahu?” tanya Dana lagi dan Sesya menjawabnya dengan anggukan. “Teori ini milik Einstein, menurutnya untuk melintasi waktu maka manusia harus melewati lubang besar yang disebut sebagai ‘wormhole’.”

W-wormwhole? Itu lubang apa, Kak?” Dahi Sesya mengerut saat berusaha mengejanya. Baru pertama kali ia mendengar istilah aneh seperti itu.

Wormhole, Sya,” ralat Dana. “Wormhole itu ibarat jalan pintas yang digunakan untuk melintasi semesta dan waktu yang lain. Sederhananya, wormhole itu adalah lubang yang menghubungkan dua tempat atau waktu lain.

“Ah, aku paham.” Sesya manggut-manggut paham. “Jadi, para time traveller itu melakukan perjalanan waktu melalui wormhole itu, ya?”

“Tepat sekali!”

Ah, ternyata Filo menemuiku melalui wormhole itu.

“Dibandingkan dengan teori konspirasi itu, aku lebih percaya dengan penjelasan saintifik,” ujar Dana.

Sesya menatap Dana bingung. “Jadi Kak Dana gak percaya dengan time traveller?”

Dana menggaruk tengkuknya. “Lima puluh-lima puluh mungkin?” Ia mengedikkan bahu. “Bagiku sekarang teori konspirasi itu hanya sekedar teori untuk melatih kemampuan otakku saja, karena penjelasan saintifik jauh lebih terpercaya, Sya.”

“Memangnya gimana penjelasan saintifiknya?” pinta Sesya dengan nada menantang.

“Menurut artikel yang aku baca untuk melintasi waktu maka dibutuhkan kecepatan yang menyamai kecepatan cahaya, sekitar 299.000.000 meter per detik. Dan kamu tahu, sekarang teknologi yang paling cepat itu adalah roket Apollo 10 dan kecepatannya hanya 11.000 meter per detik. Perbandingannya sangat jauh ‘kan?”

Sesya mengangguk pelan. “ I-ya, sih.”

“Dan kamu tahu gak kalau kecepatan secepat cahaya itu bisa menimbulkan gaya sentrifugal, loh.”

Sesya meringis mendengarnya. Kepala Sesya semakin sakit mendengar istilah-istilah fisika yang sangat asing di telinga. Apa lagi coba sentrifugal itu?

Dana tertawa kecil melihat raut wajah Sesya. “Sederhananya, kecepatan sebesar itu bisa mencabik tubuh manusia, bahkan sebelum manusia itu bisa merubah sejarah,” jelas Dana dengan bahasa sederhana. Ia paham dengan kebigungan yang melanda diri Sesya.

“Tapi bisa aja nanti di masa depan aja ada orang-orang yang mampu membuat mesin waktu,” ucap Sesya. “Bisa aja ‘kan mereka mengakali untuk menghentikan si sentrugal itu.”

Dana mengangguk setuju. “Itulah kenapa aku bilang aku lima puluh-lima puluh, Sya. Di satu sisi, saat mendengar penjelasan saintifik membuat aku bimbang dan jadi gak percaya dengan kebenaran time traveller. Namun, di satu sisi lagi aku percaya dengan adanya mesin waktu karena ….”

“Karena apa, Kak?” tanya Sesya menanti lanjutan ucapan Dana yang menggantung. “Ih, Kak Dana jangan buat penasaran dong!”

Lagi-lagi Dana terkekeh melihat tingkah Sesya. “Maaf, Sya. Kamu mau tahu lanjutannya ‘kan?” Sesya langsung mengangguk cepat. “Karena ada seorang profesor yang sedang mengembangkan mesin waktu di kota ini.”

“Beneran, Kak?”

“Iya, benar, Sya. Profesor Lee namanya.”

“Wah, keren!” kagum Sesya.

Seulas garis muncul di bibir tipis Dana. “Kamu lebih keren bisa mengerti teori-teori gila kayak gini,” ucapnya sembari mengusap-usap kepala Sesya.


---

Kak Dana gak tahu aja kalau Sesya punya anak dari masa depan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kak Dana gak tahu aja kalau Sesya punya anak dari masa depan




GratiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang