Sesya hanyalah seorang murid Mageìa High School biasa yang memiliki kisah hidup monoton. Tak ada yang menarik dari hidupnya hingga sosok lelaki mendatanginya dan mengaku sebagai anaknya dari masa depan.
Benarkah lelaki itu adalah anaknya dari masa d...
Matahari bersinar terik menyambut minggu kedua di bulan Februari. Sinar matahari masuk tanpa permisi melalui celah jendela kaca kamar Sesya, membuat tidur si pemilik kamar terganggu.
Tangan Sesya menjulur keluar dari balik selimut lalu meraba-raba meja nakas yang terletak di sebelah tempat tidur.
Sesya mengucek kedua kelopak matanya lalu menatap layar gawai yang sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Ia segera bangun dan meregangkan otot-otot tubuh sebelum melangkah masuk ke dalam kamar mandi untuk membasuh wajah.
Setelah menyelesaikan ritual di kamar mandi dan membuat susu untuk dirinya dan Filo, Sesya bergegas ke halaman depan untuk menyirami bunga.
Ada banyak jenis bunga yang ditanam bersama bundanya, Hanna. Sejak kecil Hanna mengajarkan Sesya cara menanam dan merawat bunga, bahkan Hanna sesekali mengajarkan sesuatu melalui filosofi bunga.
"Mama lagi ngapain?"
Sesya menoleh ke belakang, mendapati Filo tengah berdiri di belakangnya. Kaos biru di tubuh Filo kusut, dan rambutnya tampak sedikit berantakan. Namun, tidak mengurangi kadar ketampanannya.
"Lagi siram bunga, enggak bisa lihat?" dengus Sesya.
Filo tersenyum lebar. "Sorry-sorry, mau aku bantuin gak?" tawarnya.
"Enggak usah deh, aku bisa sendiri kok,” tolak Sesya lalu lanjut menyirami bunga.
Filo mengambil alih selang air di tangan Sesya, mengganti tugas Sesya untuk menyirami sisa bunga yang belum tersiram. "Sudah biar aku saja, Mama istirahat saja di sana."
Sesya memicing curiga, "Kau jangan-jangan ma-"
"Jangan negative thinking, Ma!" larang Filo cepat, seakan tahu apa yang akan dikatakan oleh Sesya.
"Walaupun Mama masih delapan belas tahun, aku juga mau membantu, kan aku anak yang berbakti," timpalnya lagi.
Sesya mendengus. "Ish, lagian kamu kok tahu aku punya pikiran negatif, sih. Apa jangan-jangan di masa depan juga ada alat buat membaca pikiran, ya?"
Lagi-lagi Filo berhasil dibuat dengan tingkah perkataan Sesya. "Belum ada, tetapi sedang dikembangkan."
"Wah, keren!" puji Sesya merasa takjub. "Kapan-kapan ajak aku juga dong ke masa depan," pintanya seraya mengerjap kedua kelopak mata.
"Hm, Mama tau gak kalau ayah juga suka bunga loh. Setiap minggu pagi ayah sama Mama pasti selalu ke kebun untuk merawat bunga atau menanam bunga baru," cerita Filo mengalihkan topik pembicaraan.
"Benarkah?" Sesya terkejut mengetahui fakta bahwa sosok seperti Dana juga menyukai bunga.
Tidak terlalu cocok dengan wajah dan penampilannya. Tetapi bukankah ada pepatah yang mengatakan, 'Don't judge a book by the cover.'
"Tentu saja, bahkan kita punya kebun bunga yang cukup luas di halaman belakang. Ayah yang membuatnya khusus untuk Mama," cerita Filo sambol terus menyirami bunga.
"Hah? Benarkah?" Sesya tersenyum malu sembil memegangi kedua pipinya yang sedikit memanas akibat ucapan Filo.
"Jadi," Filo menolehkan kepalanya menatap Sesya, "besok saat istirahat pergilah ke perpustakaan lalu duduk di dekat jendela besar di sebelah rak novel. Jangan lupa bawa roti sandwich stoberi dua buah."
Sesya mengernyitkan alis. "Untuk apa?"
"Untuk memulai hubungan asmara Mama di sekolah."
Sesya tediam sejenak membiarkan imajinasi bernari-nari dalam benaknya. Seulas senyum merekah lebar, membayangkan hubungannya bersama Dana. Apakah semua mimpi itu akan menjadi nyata semua?
"Jangan melamun terus, Ma! Hahahaha," ucap Filo lalu menyirami Sesya dengan air dari selang air ditangannya.
"Ish, basah tau Filo!" pekik Sesya kesal lalu mengejar Filo yang tak berhenti juga menyiraminya.
***
"Haatchii ... haatchii!"
Sesya duduk di depan televisi, sebuah selimut tebal menyelimuti tubuhnya, sedangkan Filo tengah beraksi di dapur. Katanya dia akan memasak makan siang untuk Sesya, sebagai bentuk rasa bersalah karena membuat Sesya jatuh sakit.
Di depan Sesya ada satu pack tisu guna mengelap hidungnya. Akibat siram-siraman dengan Filo akhirnya ia terserang flu. Imun tubuh Sesya memang lemah, karena itu ia gampang sekali jatuh sakit.
"Ck, sialan!" Sesya mengelap hidungnya lagi. Padahal ia sudah meminum air hangat dan mandi dengan air hangat juga.
"Taaadaaa! Makanan sudah siap!" Filo datang dari arah dapur, di tangannya ada sebuah nampan berisi dua mangkuk sup.
Kedua bola mata Sesya berbinar menatap kedua mangkuk itu, asap masih menggempul di atasnya. Isian sup yang melimpah sangat menggugah selera. Perutnya semakin meronta-ronta minta diisi.
"Ini namanya apa? Aku baru liat sup begini," tanya Sesya setelah mencicipinya sedikit.
"Ini namanya 'kimlo', ini sup khas Cina. Bagus dimakan kalau lagi sakit begini," jawab Filo lalu memindahkan jamur kuping dari mangkuknya ke mangkuk Sesya. "Mama suka banget sama jamur 'kan."
Sesya tertegun melihat tingkah Filo yang sedikit romantis menurutnya. Bisa-bisa ia malah jatuh hati pada anaknya sendiri. Sesya segera menggelengkan kepala, berusaha menepis pikiran absurd seperti itu dari otaknya.
"Hm, omong-omong darimana kau tau cara memasak ini? Keluargaku gak ada keturunan Chinese loh," tanya Sesya.
"Uhuuk ... uhuukkk ...." Filo langsung terbatuk-batuk setelah mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Sesya.
"Makanya makan pelan-pelan, 'kan kesedak akhirnya," nasihat Sesya seraya memberikan Filo segelas air lalu mengusap punggungnya perlahan.
"Maaf," ucap Filo setelah menghabiskan air di gelas itu.
"Sudahlah, makan saja dan jangan bicara lagi nanti kau kesedak lagi."
Filo mengangguk pelan, kedua manik coklat madu itu melirik Sesya sekilas lalu menghela napas pelan.
Maaf, ada hal yang tidak bisa kukatakan.
---
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Friendzone mah udah biasa, kejebak motherzone baru mantep. •••