Bel sekolah berbunyi, bersamaan dengan langit yang berubah kelabu. Angin mulai bertiup dingin. Sesya segera memasukkan buku-buku ke dalam ransel bewarna navy miliknya.
Siang hari ini ia berencana untuk makan siang bersama di warung milik Hasan. Seporsi siomay panas sangat cocok disantap saat cuaca sejuk seperti ini.
“Mau ke mana? Buru-buru kali,” tanya Jicko.
“Mau makan. Duluan, ya,” pamit Sesya pada teman sebangkunya yang baru itu.
Kedua tungkainya melangkah riang keluar kelas, menuju ke tangga yang akan membawanya ke atap sekolah. Namun, ia dihadang di tengah jalan.
Tiba-tiba tiga orang perempuan yang entah dari mana datang menariknya paksa masuk ke dalam toilet yang terletak tidak jauh dari tempat mereka berdiri.
“Ih apa-apaan ini? Lepasin!” Sesya mencoba untuk memberontak sekuat tenaga, tetapi usahanya sia-sia karena mereka berjumlah tiga orang, bahkan satu diantaranya bertubuh besar dan tegap, membuat Sesya menelan ludah samar saat melihatnya.
Seorang gadis bersurai cokelat terang menilik Sesya, menatap dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan tatapan meremehkan. “Cih, jadi kau yang namanya Sesya? Jauh sekali dari ekspetasiku.”
Gadis bermata sipit itu melipat tangan di depan dada dan bersikap layaknya seorang bos besar.
“K-kamu siapa?” tanya Sesya memberanikan diri dengan kedua tangan dipegang dua orang bawahan si gadis bermata sipit itu.
“Aku? Kau gak tahu aku siapa? Astaga!” Gadis itu tertawa sinis lalu melayangkan tatapan tajam pada Sesya. “Aku Arel Moretti, pacar Radana Arkatam. Laki-laki yang kau goda tiap hari.”
Tubuh Sesya mendadak membeku. Otaknya tengah mencertna ucapan yang keluar dari mulut Arel. Benarkah itu ... atau hanya omong kosong belaka?
“Tapi orang-orang bilang kak Dana gak punya pacar kok,” bantah Sesya.
Arel berjalan mendekati Sesya. Jika dibandingkan, tubuh Arel jauh lebih mungil. Namun, tatapannya mampu membuat tubuh Sesya bergetar ketakutan. Ia mengulurkan tangan, menyentuh wajah Sesya, mengelus lembut kemudian mencengkram dagu Sesya kuat.
“Memangnya kau tau apa tentang pacarku? Baru dua kali bicara aja berlagak kayak tahu semua. Cih, menyebalkan kali!” ucap Arel kesal dan mendorong wajah Sesya dengan jari telunjuknya.
Mendengar itu nyali Sesya menciut. Kepalanya terus menunduk dalam. 'Tak berani membalas tatapan Arel.
“Dengar, ya! Aku gak mau ngotorin tangan aku, jadi jangan coba-coba dekatin Dana! Awas aja kalau kau melawan, kupastikan kau keluar dari sekolah ini!” ancam Arel.
Setelah puas memberi pelajaran pada Sesya, Arel langsung keluar dengan dada membusung. Seolah bangga setelah mendorong tubuh Sesya kuat, hingga gadis itu jatuh terjerembab ke atas lantai.
Kedua pengikutnya pun pergi meninggalkan Sesya, sendiri di dalam toilet sambil menahan isak tangis.
***
Langit semakin gelap. Gedung sekolah semakin sepi, menyisakan beberapa murid, termasuk Sesya di dalamnya. Ia terduduk lemas di pinggir lapangan basket, menatap kosong ke depan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Gratia
Fiksi RemajaSesya hanyalah seorang murid Mageìa High School biasa yang memiliki kisah hidup monoton. Tak ada yang menarik dari hidupnya hingga sosok lelaki mendatanginya dan mengaku sebagai anaknya dari masa depan. Benarkah lelaki itu adalah anaknya dari masa d...