Jam pelajaran terakhir telah usai, ditandai dengan bunyi bel yang berdering nyaring. Setelah memasukkan buku-buku ke dalam ransel, Sesya bergegas naik ke atap untuk menemui Filo.
Hari ini ia mau mengajak lelaki itu makan siang bersama di warung kecil di belakang gedung sekolah. Tempat di mana ia sering menghabiskan uang untuk makan beberapa porsi siomay.
Sesya membuka daun pintu besi itu dan mendapati Filo yang tengah berbaring dengan mata terpejam. "FILO!" panggil Sesya dengan nada keras dari ambang pintu.
Kelopak mata Filo terbuka mendengar suara Seysa, ia pun beranjak bangun. "Kenapa? Ada yang ketinggalan?" tanyanya dalam posisi duduk.
“Bukan, aku mau ajak kamu makan siang lagi. Mau gak? Aku traktir loh," tawar Sesya sambil menaik-turunkan alisnya.
“Makan apa?”
“Makan siomay, enak lo-eh, di masa depan masih ada siomay gak ya?" tanya Sesya tiba-tiba penasaran.
Seulas garis tipis muncul di bibir tipis Filo. "Ada, Ma. Di masa depan Mama sering masakin aku siomay. Kata Mama ini makanan enak yang wajib dilestarikan," jawabnya diakhiri kekehan kecil.
"Wah! Ternyata aku keren banget ya di masa depan." Sesya menyibak rambutnya bangga. "Kak Dana pasti bangga banget ya punya istri keren kayak aku," gumam Sesya tersipu malu membayangkan dirinya dan Dana di masa depan.
Filo hanya tersenyum tipis mendengar penuturan Sesya. “Udah ah, ayuk Ma! Perutku lapar lagi nih.” Ia menarik lengan Sesya turun dari atap dan pergi menuju warung kecil milik Hasan.
***
Sepanjang jalan mulut Sesya tak berhenti mengoceh. Meskipun kisah hidupnya sangat monoton. Namun, ada saja yang diceritakannya pada Filo. Mulai dari hal-hal lucu hingga hal-hal yang memalukan.
"Ohiya, kak Dana suka siomay gak, ya?" tanya Sesya.
Filo terdiam sejenak lalu mengangguk pelan. "Suka, tapi dia lebih suka sandwich stroberi. Kenapa? Mama mau membelikannya siomay juga?"
"Maunya sih begitu." Sesya menghela napas. "Tapi ... bicara aja gak pernah, aku mana berani beliin siomay untuk kak Dana."
Filo mengusap puncak kepala Sesya sembari mengulum senyum tipis. "Tenang saja, Ma. Aku datang ke tahun ini untuk mengabulkan seluruh isi diary Mama."
"Ish, masih aja ungkit isi diary aku. Malu-maluin banget tau." Sesya memasang wajah datar lalu mempercepat langkah menuju warung kecil di depan mata.
Warung kecil itu adalah warung makan kesukaannya. Meskipun sepi, tetapi kualitas makanannya tidak perlu diragukan. Dan yang paling penting adalah harga yang sangat murah dan pas di kantong pelajar.
"Selamat siang, Sesya," sapa Hasan. Lelaki lanjut usia pemilik warung kecil ini. "Seperti biasa?"
Sesya menggeleng pelan. "Enggak, Paman. Hari ini aku mau pesan dua porsi." Ia menoleh pada Filo. "Suka pedas?" tanyanya yang dijawab anggukan kecil oleh Filo.
"Paman aku pesan yang paling pedas, ya."
"Siap! Omong-omong ...," Hasan mendekatkan diri ke telinga Sesya, "dia siapa? Pacar Sesya?" bisiknya.Sesya memutar bola mata malas. Padahal ia sudah menghindari pertanyaan semacam ini. "Bukanlah, Paman."
"Bukan?" Air muka Hasan berubah kecewa. "Padahal kalian cocok loh. Sesya cantik terus dia tampan."
Filo terkekeh geli mendengar ucapan Hasan. "Kami gak boleh pacaran Paman."
"Kenapa enggak boleh? Memangnya sekarang cowok ganteng dan cewek cantik gak boleh pacaran, ya?" Pertanyaan polos yang keluar dari mulut Hasan sukses membuat gelak tawa Filo pecah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Gratia
Teen FictionSesya hanyalah seorang murid Mageìa High School biasa yang memiliki kisah hidup monoton. Tak ada yang menarik dari hidupnya hingga sosok lelaki mendatanginya dan mengaku sebagai anaknya dari masa depan. Benarkah lelaki itu adalah anaknya dari masa d...