Bengkulu, 2023 ....
Hari demi hari berlalu, tanpa terasa hubungan Sesya dan Edo sudah memasuki tahun ke-empat. Sama halnya dengan pasangan lain, pertengkaran kecil juga ikut mewarnai lika-liku hubungan mereka.
Berbagai kegiatan yang menyita waktu membuat mereka semakin jarang bertemu dan tak jarang menjadi pemicu pertengkaran. Namun, bukan Sesya namanya jika tidak mampu memaksa Edo untuk bertemu. Seperti sekarang ini.
Mereka berdua duduk di kafe milik kakak Tristan, tempat dimana mereka sering berkencan. Edo sengaja memilih tempat di pinggir jendela besar, agar lebih leluasa melihat taman kecil di halaman kafe.
"Ngeliat apa sih?" tanya Edo sembari memotongi pastry milik Sesya.
"Itu bunga-bunga di taman sana, cantik, ya."
"Suka kali sama bunga, ya?"
Sesya menatap Edo dengan raut wajah datar. "Kita udah pacaran empat tahun dan kamu baru tahu kalau aku suka kali sama bunga?"
"No, aku bukan baru tahu tapi aku cuma mau memastikan aja. You know, men always wrong," elak Edo.
"Dan cowok paling jago ngelak, terutama kamu," balas Sesya.
"Jangan ngambek dong! Kamu mau aku beliin apa biar mood-nya bagus? Cokelat? Bunga?"
"Cokelat bikin gendut. Bunga udah banyak di kebun rumah," tolak Sesya tanpa mengalihkan pandang dari layar laptop.
"Oh ya?"
"Iya ka-eh kamu belum pernah ke rumah, ya?" tanya Sesya baru tersadar bahwa selama ini Edo tidak pernah bermain ke rumah. Lelaki itu hanya sekadar menjemput dan mengantar Sesya pulang, tidak lebih.
"Nanti aku main ke rumah kamu deh waktu ayah udah ada waktu."
"Eh? Maksudnya kamu mau ajak ayah kamu main ke rumah aku juga?"
Edo tersenyum penuh makna lalu menyesap jus semangka di depannya. "Iya, Sya, sekalian aku mau mempersunting kamu untuk aku."
"EH?"
***
Sesya duduk di meja rias sejak satu jam lalu, menatap pantulan diri dari cermin. Setelah lamaran tidak resmi di kafe beberapa waktu lalu ia tidak bisa tidur dengan baik. Untung saja kantung matanya dapat tertutup sempurna oleh bantuan concealer.
Tok ... tok ... tok ...
Daun pintu bewarna putih gading itu terbuka lebar, menampakkan Hanna berdiri di ambang pintu dengan dress panjang bewarna navy membalut tubuhnya.
"Sudah siap, Sayang?"
"Sesya gugup, Bun," ujar Sesya dengan rasa gugup yang tersorot jelas dari kedua bola matanya. "Nih, tangan Sesya aja sampe keringatan." Ia menunjukkan telapak tangan yang basah.
Hanna menyentuh kepala Sesya lalu mengusapnya pelan. "Dengerin bunda, ya, Sayang! Sekarang tarik napas dalam-dalam terus buang perlahan. Diulang-ulang sampai kamu ngerasa lega, ya."
Sesya menuruti perintah Hanna. Ia menarik napas dalam lalu mengembuskan perlahan, berulang kali hingga perasaat kalut yang melanda sedikit surut.
"Gugup itu wajar kok, bunda juga begitu waktu ayah melamar bunda," cerita Hanna.
Sesya menghela napas. "Makasih, ya, Bun. Sesya udah agak mendingan sekarang."
"Sama-sama, Sayang. Udah siap ketemu calon suami?" tanya Hanna menggoda.

KAMU SEDANG MEMBACA
Gratia
Teen FictionSesya hanyalah seorang murid Mageìa High School biasa yang memiliki kisah hidup monoton. Tak ada yang menarik dari hidupnya hingga sosok lelaki mendatanginya dan mengaku sebagai anaknya dari masa depan. Benarkah lelaki itu adalah anaknya dari masa d...