25-Mysterious Box

154 29 14
                                    

Rumah adalah tempat seseorang untuk kembali pulang. Namun, tidak bagi Edo. Rumah yang dikata rumah oleh orang-orang bukanlah tempat yang bisa disebut sebagai tempat ia pulang.

Ada banyak hal yang membuat ia memilih pergi dari seusatu yang disebut rumah itu dan memutuskan untuk tinggal sendiri di sebuah apartemen sederhana. Namun, hari ini mau 'tak mau ia harus kembali pulang ke sana.

Semalam ayahnya menelepon dan menyuruh Edo pulang untuk menghadiri pertemuan keluarga besar yang memang rutin diadakan tiap setahun sekali, tapi Edo sangat membenci pertemuan itu. Jika bukan karena ancaman dari ayahnya, ia 'tak akan mau izin dari latihan band hanya untuk pertemuan ajang pamer itu.

Ketika Edo menginjaki kaki ke lantai lobi, kedua netranya menangkap sosok gadis yang tampak 'tak asing. Gadis itu duduk di sofa lobi. Namun, Edo tidak bisa melihat jelas wajahnya, karena ia menunduk dalam.

"Se-sya?" terka Edo saat melihat totebag yang menggantung di bahu gadis itu.

Gadis itu langsung menoleh dan bangun saat melihat Edo. Ia sempat terpaku saat melihat Edo dibalut dengan setelan kemeja hitam dengan celana panjang bewarna. Baru kali ini ia melihat sisi lain dari seorang Edo. Biasanya lelaki itu lebih suka memakai jeans dengan kaos berlengan pendek atau jika cuaca sedang sejuk ia memakai hoodie.

"Kamu mau menemuiku, ya?" tanya Edo dengan penuh percaya diri.

Sesya mengangguk pelan. "Um, iya, aku mau balikin baju kamu yang aku pinjam hari itu. Kamu mau pergi, ya?"

"Iya, mau ikut?" tawar Edo.

"Ke mana?"

"Ke rumah, ada acara keluarga."

"Hm ...." Sesya menggeleng pelan. "Enggak deh."

"Okay, kamu ada janji lain, ya? I need a friend, karena aku gak begitu suka ada di acara keluarga itu."

Gadis itu terdiam sejenak lalu menghela napas. "Oke, aku maut ikut," ucap Sesya dengan senyum tipis merekah di wajah pucatnya.

***

Setelah perjalanan selama dua puluh lima menit, akhirnya mereka berdua tiba di sebuah rumah besar di pinggir Bengkulu. Sesya sempat terpana dengan desain interior yang khas Cina. Di sekeliling rumah dipenuhi dengan hutan pohon pinus.

"Ini rumahmu?" tanya Sesya.

Edo mengangguk. "Lebih tepatnya milik ayahku, profesor Lee."

Jantung Sesya serasa akan melompat keluar saat mengetahui fakta bahwa profesor berdarah Cina itu adalah ayah kandungnya.

Satu keping puzzle hari ini akhirnya dapat terpasang di tempat. Kini Sesya mulai tahu mengenai latar belakang Filo dan bagaimana ia bisa kembali ke masa lalu dengan mesin waktu. Jawabannya tentu saja profesor Lee, lelaki itu pasti menggunakan mesin waktu buatan profesor Lee untuk bertemu dengan Sesya.

"Sya? Kok malah melamun?" Edo melambai-lambaikan tangan tepat di depan wajah Sesya.

"Eh? Gak papa kok. Kenapa?"

Edo menggeleng. "Gak, aku mau bilang apa pun yang terjadi di dalam rumah nanti tolong jangan diambil hati, ya."

"Hm ... oke, memangnya kenapa?"

Edo menghela napas. "Biasalah, Sya. Orang-orang besar pada suka pandang orang lain dengan sebelah mata."

"Oh itu. Santai aja kali." Sesya menarik kedua sudut bibirnya ke atas, membentuk senyum lebar untuk meyakinkan Edo bahwa ia baik-baik saja. Lagipula ia sudah sering mendapat tekanan di sekolah. Ia sudah sengat kebal menanggapi berbagai jenis cercaan.

GratiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang