Di sisi yang lainnya, ada seorang gadis yang tengah berduka dengan memikirkan ayah dan mamahnya yang berada diantara hidup dan mati. Dari sekian banyak orang yang tengah berbahagia hari ini, ada satu hati yang tengah hancur. Gadis itu berada di balkon, sendirian.
Menatap hampa ke arah balkon milik Clifton. Ia memikirkan kedua orang tuanya yang entah ada dimana. Di tambah lagi memikirkan Clifton yang tiba-tiba datang menyatakan cintanya.
"Ya Allah, apa dosa yang telah ku lakukan sampai engkau menguji ku seberat ini?" Nasywa menatap langit malam yang bertabur bintang. Rumah di depannya masih bersinar terang berderang, dengan kata lain, masih ada kehidupan disana.
Sang alam meniupkan anginnya membuat keadaan yang awalnya tenang, menjadi dingin menusuk hingga ketulang. Namun gadis itu sama sekali tak merasa kedinginan.
Kerudung simple Nasywa beberapa kali terterpa angin lalu namun ia benarkan posisinya, tak peduli dengan sang angin yang mungkin tengah mencoba untuk menghiburnya.
Sinar bulan menyinari gadis itu. Sepertinya semesta tengah berusaha menghibur Nasywa. Suara kicauan burung juga terdengar, namun yang membedakan adalah, ini kicauan burung hantu yang memiliki wajah lucu itu.
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Itu jelas tertulis di surah Al-Baqarah ayat 286. Aku yakin kalau Allah tau bahwa aku kuat dalam menghadapi cobaan ini, makannya Allah memberikannya pada ku, bukan pada orang lain," Nasywa berusaha menyenangkan dirinya yang tengah rapuh.
Para sahabat dan teman sudah mencoba merangkulnya. Namun yang bisa menyemangati Nasywa adalah diri Nasywa sendiri. Apapun yang terjadi, tidak boleh jatun dan kalah di tengah medan perang ini.
"Ya Allah, tapi bagaimana dengan kedua orang tua ku? Hiks...hiks...hiks... Allah," rancau Nasywa dengan suara parau memecah keheningan. Gadis itu menitihkan air matanya dengan kedua tangan mengenggam erat pembatas besi balkon. Itu adalah pemisah antara balkon dan jalanan. Kalau tidak ada itu, bisa-bisa berbahaya.
"Kalau bunuh diri itu tidak dosa. Mungkin aku sudah melakukannya sekarang hiks...hiks...hiks, oh Allah, hamba tidak yakin apakah bisa lulus dari ujian mu ini. Berilah hamba kekuatan," Nasywa menangis tersedu-sedu menatap rembulan yang mengeluarkan sinarnya terang.
Bintang-bintang juga berusha menghibur gadis itu. Mereka mencoba memancarkan sinarnya supaya Nasywa berhenti menangis.
Bunuh diri itu bukannya menyelesaikan masalah dunia. Namun akan menyelesaikannya di akhirat kelak plus bonus api neraka yang menyala-nyala. Bunuh diri sama sekali tidak menyelesaikan masalah, namun malah menambah masalah yang baru.
Sungguh rugi orang-orang yang melakukan hal keji itu. Mereka sepertinya tidak tahu kalau alam kubur lebih menyeramkan.
"Allah hiks...hiks...hikss... Kuatkanlah aku," Nasywa berjalan mundur hingga tubuhnya menempel pada pintu balkon yang terbuat dari kaca. Gadis itu perlahan mendudukan bokongnya di lantai yang dingin akibat udara malam. Ia memeluk kedua kakinya karena kini sudah tidak ada orang lagi yang bisa memeluknya.
"Kalau ayah dan mamah nggak selamat. Terus aku sama siapa ya Allah? Hidupku sebatang kara di kota yang besar ini. Mengapa saat aku sudah mendapat pekerjaan mereka malah meninggalkan ku? Oh Allah, aku sudah berencana akan memberangkatkan mereka ke tanah suci dengan uang ku sendiri. Namun engkau berkata tidak," Nasywa terisak dengan keadaannya sekarang. Batinnya benar-benar tertekan.
Pria dari ujung balkon hanya bisa menatapnya nanar, tak bisa melakukan apapun.
Keadaan memang benar-benar sepi. Ya beginilah hidup, terkadang terasa kesepian di tengah keramaian, namun merasa lelah di tengah kesepian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ukhti Girl Love Story
Romance[ T E R B I T ] Cerita ini aku tulis waktu SMP. Tulisan nya gak terlalu bagus. Maklumin ya. Versi Wattpad dan cetak, berbeda ya. (Versi novel lebih rapi PUEBI nya, dan gak bingung.) -Author. Intan, adalah gadis bercadar bahkan suka memakai niqab, d...