(41) Di ujung nyawa

6K 560 19
                                    

Waktu sudah menunjukan hampir tengah malam. Intan terbangun dari alam mimpinya pada pukul sebelas malam. Kepalanya pening karena efek obat bius yang di berikan pada sebuah handuk kecil.

"Ya Allah, niqab ku robek. Wajah ku di lihat pria lain hiks...hiks...hiks... Allah, tolong aku. Ivaan, tolong aku," rintih Intan dalam tangisan di tengah ruangan besar yang sunyi tanpa kehidupan. Ruangan yang bisa di sebut sebagai gudang dengan penerangan minim.

Suara pintu terbuka. Intan berusaha menghapus air matanya namun tidak bisa karena tangannya terikat oleh kayu yang menjulang tinggi. Seorang wanita memakai baju serba merah muncul di tengah kegelapan dari luar sana. Pakaiannya benar-benar ketat dengan make-up yang tebal. Lipstick nya berwarna merah marun supaya terkesan elegan.

"Wah-wah-wah. Sudah bangun rupanya. Sebentar lagi suami mu akan kesini, dan segera berpesta bersama ku, Intan. Kau harus menyaksikannya," ucap Lita dengan senyuman smirk terukir disana.

Ada empat orang pria dengan tubuh kekar yang berdiri di depan pintu, dengan tubuh yang tegap.

Lita menyentuh wajah Intan lagi. Kini ia mencengkram dagu sang empu. "Wajahmu cantik juga ya."

PLAAAK


Intan hanya bisa merasakan sakit di pipinya. Namun itu hanyalah sebuah tamparan kecil yang tak berarti apa-apa baginya. Ia sudah merasakan yang lebih dari ini.

"Sakit kan?" Lita mencengkram kedua sisi pipi Intan dengan cengkram. Namun dengan sekuat tenaga, Intan memggelengkan kepala membuat Lita langsung menghempaskan kepala itu hingga terpentok pada tiang.

"Tak usah sok berani Intan. Gue tau lo takut," Lita berdiri dari jongkoknya, menatap lekat Intan yang terduduk dengan kedua tangan menyilang di dada nya yang ter-ekspos membuat para lelaki di depan sana tergiur namun menahannya.

"Hah? Sok berani? Kamu kali yang sok berani. Masa beraninya main keroyokan. Coba sendiri dong, cih dasar pengecut," Intan tersenyum smirk ke arah Lita yang sudah kesal. Dan lagi-lagi wanita itu berjongkok, melemparkan sebuah tamparan keras pada Intan yang wajahnya masih terkesan gagah.

"Kau berani ya bermain dengan ku?" Lita sudah terpancing sendiri emosinya karena menghadapi Intan yang ternyata tak selugu yang ada didalam pikirannya. Persepsinya tentang Intan gadis lugu dan pendiam ternyata salah. Jangan ganggu singa yang tengah terlelap.

"Kenapa aku harus takut padamu? Aku punya Tuhan yang selalu melindungi ku. Lagi pula kamu hanyalah makhluk lemah ciptaannya. Dan makhluk lemah seperti mu hanya bisa menyewa pria jantan untuk menjalakan rencana licik," Intan berusaha melepas ikatan yang ada di kedua tangannya.

"Tuhan? Cih―bahkan Tuhan mu saja tidak bisa kau peluk. Tapi kau mempercayainya?" Lita tersenyum smirk.

"Lita, kau kan sholat, kenapa berkata seperti itu?"

"Hanya sandiwara. Aku tak percaya Tuhan," ucapan yang benar-benar membuat Intan ber-istigfar terus menerus tanpa berhenti.

"Ya, aku memang tak bisa memeluknya, padahal aku ingin sekali memeluk Allah, Tuhan ku. Tapi aku sangat mencintainya. Allah ada di dalam dada mu, tapi namanya kau matikan." Ucap Intan membuat Lita memutar kedua bola matanya malas.

"Terkadang aku membatu seusai salam, menjatuhkan kepalaku tepat di atas sajadah, memeluknya dengan cara seperti itu, sangat erat."

"Omong kosong, kau tak akan mendapat balasan dari pelukan itu dasar bodoh," Lita memutar kedua bola matanya malas. Memang ya kalau menasehati seseorang yang bodoh itu susah. Hatinya sudah sekeras batu, terbuai dengan kehidupan dunia.

Ukhti Girl Love Story Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang