(42) Gugur

9.8K 559 40
                                    

"Bayinya keguguran, dan nona Intan tak bisa hamil lagi,"

petir langsung menyambar kepala Ivan dan juga manusia yang ada disana. Dunia serasa di jungkir balikan begitu saja ketika mendengar kabar pahit ini.

"Apakah Intan tau soal ini?" Tanya Ivan dengan bibir bergetar. Dokter hanya menggelengkan kepalanya dengan wajah sedih, menatap lantai marmer.

"Jangan kasih tau soal ini. Saya tak mau dia kepikiran,"

dokter hanya mengangguk ketika Ivan berkata demikian. Dokter wanita itu berpamitan pada semuanya, lalu melangkahkan kakinya untuk mengurus kamar Intan. Sementara Ivan hanya bisa berdiri, menatap kosong pintu kaca UGD yang tertutup kembali.

"Minumlah, semua akan baik-baik saja. Untung Tuhan masih mengizinkan kalian untuk bersama. Tenangkan diri mu,"

Ignatius menyodorkan sebotol air mineral yang baru saja ia beli di kantin rumah sakit yang masih buka.

Ivan mengangguk, kemudian langsung meneguk minuman itu dengan nikmatnya. Jakun pria itu turun naik layaknya sebuah wahana permainan.

"Terimakasih," pria itu menyodorkan kembali botonya pada Ignatius.

"Tuan Ivan, silahkan masuk," teriak seorang perawat membuat jantung manusia yang ada disana bekerja dua kali lebih cepat. Wanita itu muncul secara tiba-tiba layaknya setan saja.

"Sayang?"

Celetuk Ivan pada wanita yang tertidur diatas brankar. Wanita itu menatap ke arah langit-langit dengan tatapan kosong. Para suster dan dokter yang awalnya mengerubungi sekeliling brankar langsung beranjak pergi, memberikan kedua manusia itu sedikit ruang pribadi untuk bercengkrama.

"Hey," Ivan berdiri tepat di sebelah kasur Intan, menatap sang istri lekat. Wajah wanitanya tak tertutup kain karena memang harus di lepas. Tatapannya kosong menatap ke langit-langit kamar rumah sakit.

"Sayang, kamu kenapa hm?" Ivan mengusap lembut pipi sang stri, memperlakukannya dengan penuh perasaan cinta, dan kasih sayang.

"Apa kamu akan menceraikan ku?" Ivan menatap lekat wajah Ivan yang berada di dekatnya. Ivan langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat, menyentuh wajah lembut sang istri. Menatapnya dengan penuh cinta.

"Tak akan. Aku tak akan pernah melaukan hal itu," ucap Ivan dengan air mata di pelupuk mata. Iris pria itu mulai memerah, menahan tangis. Ia menyentuh tangan Intan lalu mencium-ciumnya.

"Kenapa kamu menangis sayang?" Intan berusaha meraih wajah sang suami, membuat Ivan harus menunduk sedikit. Pria itu meletakan tangan kanannya pada kepala Intan yang tidak tertutup apapun. Hanya rambut hitam saja.

"Tak apa. Aku senang karena kamu masih bisa menemani ku. Kenapa kamu membiarkan tubuh mu di pukul sih? Lebih baik aku saja yang di pukul dari pada kamu," balas Ivan dengan tatapan sendu ke arah sang istri.

Dunia sedang tidak baik-baik saja kalau Ivan mengatakan tak apa.

"Aku hanya reflek saja sayang, mungkin karena aku benar-benar mencintai mu, aku hanya tak ingin melihat mu terluka," Intan mengulum senyumannya, mengusap wajah suaminya yang tampan dan mulus itu. Manik mereka saling beradu satu sama lain.

"Lebih baik aku yang kena, sayang. Bagaimanapun juga aku lelaki. Meskipun kamu handal bela diri, aku akan tetap menjaga mu dengan sepenuh hidup ku," manik Ivan sudah berair entah mengapa. Hal itu membuat Intan mengusap manik yang berkaca-kaca itu.

"Kata dokter, bayi kita sudah tak ada. Dan aku tak bisa hamil lagi,"

Intan membuat pertahanan Ivan runtuh. Air mata mencelos dari kedua bola matanya. Begitu juga dengan Intan. Wanita itu menangis sambil menatap sendu sang suami yang duduk di kursi, tepat sebelahnya.

Ukhti Girl Love Story Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang