PART 1

116K 5.4K 111
                                    

Come back!

Gimana kabarnya?

Kangen?

Balik lagi dengan keadaan yang wow, hai! Setelah 5 bulan diem aja nih, akhirnya mbak balik. Eits, mbak balik mau revisi nih, haha.

Baik dalam alur ataupun apa mau tak ubah semua!

Yang lama terlalu alay! Yang ini versi baru!

Semoga suka.

Vote dan folow!

•••

"Saksi bisu atas segala kesedihan yang kupendam selama beberapa tahun ini hanya kamu. Tuhan."
-Azalea Queensya.

Awal pagi yang cerah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Awal pagi yang cerah. Udara kali ini terasa amat dingin. Sehingga membuat seorang gadis yang sedang bergelung dibalik selimut tebal itu mengeratkan selmutnya. Gadis yang berusia enam belas tahun itu masih asyik dengan mimpi-nya. Semalam ia habis maraton drakor jadinya ya, seperti ini sekarang.

Dia Azalea Quensya. Gadis yang tergolong pemalas memang, tapi dia anak yang mempunyai pribadi humble, ramah, serta jangan lupa bahwa dia jago bela diri juga.

Dia bahkan sudah memulai bekerja sejak usia tiga belas tahun. Menjadi pelayan cafe, bahkan sampai sekarang masih. Biar tidak menyusahkan sekaligus membantu Bunda-nya, katanya.

Kring! Kring! Kring!

Alarm yang berada diatas nakas berbunyi sangat nyaring menunjukan pukul 06.15 WIB. Namun nampaknya tak berhasil membangunkan gadis yang asyik dengan mimpi-nya tersebut.

Tok! Tok! Tok!

"Lea, bangun sayang ... Pagi ini bukan-nya kamu ada ujian matematika?" suara lembut serta penuh penekanan terdengar di depan pintu kamar Azalea atau kerap dipanggil 'Lea'. Yasmin---Ibunda Azalea memang sering membangunkan putri-nya yang pemalas itu. Bahkan ia sudah sangat sabar menghadapi putri satu-satunya yang sungguh memang pemalas.

Lea yang merasa terusik dengan suara lembut Bunda-nya tersebut pun menggeliat kecil, lantas membuka matanya perlahan. "Iya, Bunda." Lea memang menurut bila itu adalah perintah dari sang Ibunda, lantas beranjak untuk bersiap ke Sekolah.

•••

Setelah selesai sarapan bersama, Lea segera pamit kepada sang Ibunda untuk berangkat ke sekolah.

Lea berjongkok memakai sepatu-nya dan membenarkan tali sepatu-nya yang menurutnya agak sesak. "Bunda, Lea nanti ada ekstra karate. Jadi pulangnya agak sore sedikit, nggak papa kan bun?" tanya Lea sedikit menghentakan kakinya dirasa sepatunya sudah nyaman.

Yasmin yang tengah memperhatikan putrinya itu pun, tersenyum lembut.

"Boleh, nanti bunda juga sedikit terlambat pulangnya. Soalnya mau memeriksa kebun teh Ayahmu." Lea menoleh semnari menggerutkan dahinya.

"Almarhum Ayah bilang, bunda hanya perlu memantau kebun teh-nya kan? Mengapa bunda harus susah payah ikutan berkebun?" Fazri--- Suami Yasmin, yang meninggal delapan bulan yang lalu karena kecelakaan tragis. Memang orang tua Lea memiliki kebun teh, namun hanya itu saja aset yang berharga di keluarga Lea. Sebab itu Lea memilih bekerja. Untuk menambah penghasilan sehari-hari mereka.

Kehidupan Lea sekarang jauh dari kata sederhana setelah Fazri meninggal, bisa dikatakan cukup. Bahkan Lea harus sedikit lebih banting tulang lagi demi mencukupi kebutuhannya pendidikan-nya dan kebutahannya sendiri tentunya. Lea tidak mau merepotkan serta membebankan Yasmin.

Yasmin tersenyum geli melihat wajah kesal anaknya. Memang Lea sangat mengkhawatirkan kondisi kesehatannya yang kadang tiba-tiba drop, karena kelelahan. Jadi Lea agak posesive terhadap bunda-nya ini.

"Bunda cuman mau cek sama cari udara segar aja di sana, mana mungkin bunda berkebun sayang ...," Lea hanya menanggapinya dengan senyum hangat. Sungguh Lea khawatir jika sampai Bunda-nya ini sedikit kelelahan.

"Yaudah, Lea berangkat dulu ya, Asalamu'alaikum." Lea mencium tangan Yasmin, lantas beranjak pergi untuk berangkat ke sekolah.

"Wa'alaikummussalam."

•••

Jarak antara rumah dan sekolah tidak dekat dan juga tidak jauh, hanya menghabiskan waktu sekitar dua puluh lima menit maka langsung sampai di sekolah.

Netra Lea melihat ada angkot yang akan melewati jalan menuju ke sekolah-nya Lea langsung masuk dan duduk anteng di angkot sembari curi-curi pandang kearah jendela angkot. Menikmati perjalanan dengan menghirup udara pagi yang terasa sejuk.

Setelah menempuh perjalanan yang sedikit panjang, Lea sampai di gerbang utama SMA Cakrawala yang merupakan SMA elit di kawasan Bandung. Selain sekolah-nya yang elit, murid-nya juga pintar-pintar, cantik-cantik dan ganteng-ganteng juga tentunya. Tak ragu jika sekolah ini menjadi sekolah favorit dari kalangan atas.

Lea juga merupakan murid di kalangan pintar terutama dalam non akademik . Lea bisa masuk ke dalam sekolah elit itu dengan bantuan beasiswa tentunya, beasiswa yang berasal dari olimpiade fisika dan Karate tentunya.

Kaki Lea pun melangkah masuk kedalam gerbang namun, baru tiga langkah meninggalkan gerbang ada suara cempreng yang memanggilnya dengan keras.

"Woy! Lea ale-ale!" teriak Yunda---Sahabat perempuan Lea satu-satunya, karena di sekolah elit ini jarang atau bahkan langka sekali untuk mendapatkan teman atau bahkan sahabat. Karena mereka berteman hanya memandang harta, rupa dan tahta.

Langkah Lea berhenti, ia menoleh sembari berkecak pinggang. Lea sudah hafal yang berteriak tadi itu siapa.

"Apa? Lo manggil gue? Udah gue bilang, gue nggak suka lo panggil ale-ale." setelah selesai berucap Lea memutarkan badannya lantas beranjak pergi meninggalkan sohib-nya yang cerewet itu.

Mulut Yunda menganga, astaga! Ia terkena amukan Lea pagi ini. "Yah, e-eh jangan marah dong, Lea ...," Yunda segera menyusul Lea dengan langkah cepat. Jangan sampai Lea marah, ia bisa tidak dapat contekan fisika lagi!

"Hem." dehem Lea sebagai jawaban atas ucapan Yunda.

Yunda yang mendengar itu pun menghentakan kakinya kesal."Masa gue udah panjang lebar ngomong, lo malah 'hem-hem' doang, sih." Lea merotasikan bola matanya malas, memang sahabat lucknut, pikirnya.

Setelah selesai berdebat panjang, akhirnua mereka berdua masuk ke kelas kebanggan mereka, Yunda dan Lea memang satu kelas. Jadi tak heran jika Lea sangat sebal karena Yunda kerap kali mencontek pr-nya. Terutama dalam pelajaran fisika, Yunda sangat lemah dalam pelajaran fisika.

Setelah masuk ke dalam ruangan kelas XI IPA 2. Yang merupakan dimana tempat berkumpulnya murid-murid pintar, Lea duduk di bangkunya. Setelah itu disusul oleh Yunda, memang ia dan Yunda sebangku.

Yunda yang otaknya pas-pas an, terutama dalam IPA pun bisa masuk ke kelas IPA? Ya ... Karena ia merupakan anak dari donatur sekolah, jadi ya tak heran, deh.

•••

"Persiapkan semuanya, aku akan segera menjemput putriku, tinggal menunggu waktu yang pas. Jangan sampai ada data-data yang tertinggal."

Dengan kompak, dua orang berseragam hitam atau biasa disebut dengan bodyguard tersebut mengangguk. "Iya, Tuan."

"Laksanakan perintahku dengan benar-benar serius, selalu pantau dia dari kejauhan dan jangan sampai dia terluka sedikitpun." Pria berumur lima puluh tiga tahun yang masih terlihat muda dan gagah tersebut membenarkan jas hitam-nya yang sedikit tidak rapi lantas pergi meninggalkan ketukan suara sepatunya yang masih bisa di dengar oleh bodyguard yang masih berada di situ.

•••

TBC.

Revisi : Sabtu, 11 Desember 2021

Ngawi, Jawa Timur.

AZALEA (ON GOING!) PROSES REVISI TOTAL! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang