Hal yang paling menyakitkan adalah, ketika kita mencoba baik-baik saja, dan pura-pura bahagia.
.
.
.
.
==============="Kenapa bisa sakit sih? Hah? Makan apa di sekolah? Kalo sakit gini siapa yang susah? Onyo sendiri." Omel Bunda, sembari menyuapi bubur masakannya.
Sedangkan Betrand hanya diam sambil terus mengunyah. Wajahnya pucat, biasanya kalau dia sakit tidak sampai sepucat ini. Tapi sekarang?
"Katanya Bunda gak pergi?"
Ucapnya dengan suara lemas nan parau, matanya menatap semangkuk bubur di tangan Bundanya.
Bunda hanya menatap putranya tanpa mengeluarkan satu kata pun, bahkan ia berhenti menyuapinya. Kemudian Bunda tersadar dan langsung mengarahkan sendok yang berisi bubur itu ke mulut putranya.
Semua kembali seperti semula sebelum ia mengucapkan kalimat yang menyakitkan bagi Bunda.
Betrand lebih memilih melupakan pertanyaan nya yang tidak dijawab, biarakan tanya itu berlalu, tanpa adanya jawaban.
"Udah habis, sekarang minum obat ya?"
Betrand diam, hanya menganggukan kepalanya. Tadi Uncle Denish kesini memeriksanya, dan yang ia dengar itu semua karena dirinya terlalu banyak pikiran. Padahal menurutnya ia hanya memikirkan, bagaimana ia harus bersikap selama satu bulan, lalu memikirkan apa rasanya ketika ia harus meninggalkan keluarganya atau dia yang ditinggalkan, selanjutnya hanya memikirkan apa dia sanggup menerima itu semua. Hanya itu.
Lalu apa yang banyak? Entahlah, ia tidak peduli lagi dengan sakitnya ini.
Bunda datang dengan membawa obat-obatnya, minumnya sudah di antarkan asisten tadi.
"Minum dulu itu.."
Betrand mengambil segelas air lalu meminumnya hingga setengah, selanjutnya tinggal menunggu Bunda nya yang mempersiapkan obat untuknya.
Setelah selesai minum obat, Betrand beranjak dari kursi nya, lalu berjalan ke sofa depan tv. Hanya untuk menenangkan diri, agar tidak terlalu kepikiran tentang masalah itu.
Selama itu pun, tidak ada kata maupun sapaan yang keluar dari mulutnya, yang biasanya ia selalu menyapa atau bertanya kepada siapa pun yang lewat.
Matanya tertuju pada layar tv yang menayangkan kebersamaannya dengan kuluarganya, namun dengan tatapan kosong, huuftt sudah berapa kali ia di peringati jangan terlalu memikirkannya. Tapi itulah Betrand, ngeyel ia bahkan tidak peduli dengan kesehatannya saat ini.
"Onyo, mau temenin Cici main?"
Betrand menoleh ke sumber suara, ia mencoba tersenyum ketika dihadapan adiknya.
"Onyo lagi sakit Ci." Sahut Aunty Wendy yang berjalan dari dapur.
Thalia langsung mengalihkan pandangannya ke Aunty Wendy yang berjalan ke arah kamar Naynay dan Yeye.
"Ayo Onyo temenin.." Ucap Betrand, menggenggam tangan mungil Thalia. Yang entah sejak kapan ia berdiri di samping adiknya, tiba-tiba saja ia menggenggam tangan adiknya.
Betrand berjalan ke arah playground dengan menggandeng tangan munggil adiknya, mumpung weekend jadi ia harus berusaha menyenangkan hati sang adik dengan menemaninya bermain. Meski terkadang ia masih sedikit pusing.
"Emm.. Onyo gak kenapa-kenapa temenin Cici main? Kan Onyo lagi sakit." Ucap Thalia, mendongakkan kepalanya menatap Kakaknya.
Betrand menggeleng dengan tersenyum, sebisa mungkin ia harus terlihat baik-baik saja, dan bahagia. Walaupun saat ini hatinya sangat sesak ingin mengeluarkan segala keluh kesahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
All About You [END]
Ficção AdolescenteDear Betrand, Apakah Tujuan Surga Kita Sama Setelah Kita 'MATI' Dulu aku berfikir aku yang akan ditinggalkan oleh semua orang yang aku sayang, termasuk kamu. Tapi, semua itu salah, ternyata aku yang meninggalkan kamu. Dear Ayla, Kamu Tau Aku Paling...