71. Jangan Lemah!

152K 20.1K 13K
                                    

Tuh kan vote nya bisa nyampe 7k. Kalian aja yang males vote 🥺 oke 7k lagi ya. Siap? Wkwk

Budayakan vote sebelum membaca, biar nanti ngga lupa karena keasyikan baca <3

Jangan lupa follow Instagram :

@tamarabiliskii

@galaarsenio
@serinakalila
@alan.aileen
@ilhamgumilar1
@akbar_azzaidan

"Jadi gimana Sin?"

"Gue mau."

"Oke."

Tut. Gala mematikan sambungan telfon. Meletakkan ponsel di jaket jeansnya. Dalam diam, ekor matanya bergerak melirik ke arah Riri. Gadis itu sudah masuk ke dalam mobil beberapa detik yang lalu. Sesaat setelah mengetahui kenyataan bahwa Gala lebih memilih mengangkat telfon dari Sintia dibanding mengejar dirinya.

"Lo kenapa sih bos?!" tanya Ilham. Cowok yang sejak tadi memerhatikan gerak-gerik Gala itu merasa ada sesuatu yang tidak beres. Gala terlihat sangat aneh malam ini. Apalagi raut wajahnya yang seketika berubah sendu setelah melihat kepergian mobil Riri dari markas Drax. Padahal tadi Gala sendiri yang memaksa bahkan sampai membentak agar gadis itu segera pulang dengan sopirnya.

Sebenarnya ini ada apa?

Gala menoleh pada Ilham. Cowok itu menatap Ilham dengan tatapan mata yang sulit diartikan. Untuk saat ini, tidak ada seorang pun yang mengetahui, hal apa yang sedang Gala cemaskan.

Entah kenapa melihat kepergian Riri dari markas Drax membuat Gala jadi kesal pada dirinya sendiri. Ingin marah tapi tidak tahu marah pada siapa.

"Ngga papa," cuek Gala.

"Ck, ngga papa, ngga papa. Ujung-ujungnya frustasi. Mabok-mabokan sampe teler," sindir Ilham sembari melirik Gala yang barusan ikut duduk di sebelah Leon.

Leon menoleh pada Gala. "Lo tetep harus hati-hati sama Bima. Sekarang Volker dibawah kendali dia."

"Gue tau," angguk Gala. Pandangannya menerawang jauh ke depan. Banyak hal yang mengganggu pikirannya malam ini.

"Jadi si Bima burik itu yang mimpin Volker sekarang?" Tiba-tiba Ilham berdiri dengan gaya sok jagoannya. "Dih, muka burik sok-sok an jadi pemimpin. Dari pada ngurusin geng motor, mending tuh anak ngurusin muka. Maskeran kek, facial kek."

"Iya, biar mukanya yang kayak pantat panci bisa glowing, shining, shimmering, splendid, ya kan Ham?" sahut Akbar terkekeh. "Biar di dunia ini yang burik cuma lo aja."

"Anjing lo!" umpat Ilham tidak terima. Enak saja muka ganteng, tampan nan rupawan begini dibilang burik.

Ilham berdehem. "Bukannya gue sombong ya, Bar," kata Ilham menepuk-nepuk pundak Akbar. "Tiap hari gue itu selalu mendapat pujian, duh gantengnya, duh cakepnya, duh manisnya. Sampe gue tuh bosen."

"Emang siapa yang muji-muji lo gitu, Ham?" tanya Leon ikut nimbrung.

"Mak gue lah."

"Pfffttt....bwahahahaha," tawa Akbar. "Udah gue duga, yang muji pasti mak lo sendiri."

"Gal, lo ada rencana apa sama Sintia?"

Pertanyaan serius yang keluar dari mulut Alan itu menghentikan tawa Akbar. Seketika semua mulut mengatup rapat. Pasalnya kalau cowok dingin yang satu ini sudah membuka suara pasti ada hal penting yang ingin ia sampaikan. Apalagi sekarang Alan menatap ke arah Gala dengan wajah yang sangat serius.

"Ngga ada," bohong Gala.

"Jangan bohong."

Alan itu salah satu tipe cowok yang sangat peka dengan lingkungan sekitar. Hal itulah yang membuat dia sulit dibohongi. Serapi apapun orang itu menyembunyikan kebohongannya. Alan selalu bisa menemukan cela untuk melihat kebohongan itu. Dan sebaliknya, orang seperti Alan ini sangat pandai menyembunyikan sesuatu. Ahli dalam memendam berbagi macam hal. Termasuk perasaan.

MY CHILDISH GIRL [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang