Suara rintikan hujan terdengad selembut suara bambu yang menjatuhkan beban air di dalam tubuhnya. Sehalus itu sehingga siapapun yang mendengarnya akan secara refleks menutup matanya untuk menikmati sejenak rasa tenang yang ada disana. Walaupun seseorang sedang berdiri di tengah keramaian sekalipun, tidak akan ada yang bisa menghentikan otak ini untuk berhenti sejenak menikmati suara kelembutan dari tangisan langit.
Langit tidak sedang menangis keras sekarang, ia hanya sedang menjatuhkan air matanya setelah ribuan ataupun jutaan tahun menahan bebannya untuk melindungi segala macam kekejaman dan kekotoran manusia dibawahnya. Sekali saja langit egois untuk tidak mengerjakan kewajiban dari Surga untuknya, maka habis sudah semua manusia yang menganggap dirinya adalah sosok paling berharga di alam semesta ini.
Air bersih itu rela menjatuhkan dirinya demi bercampur menjadi lumpur kotor di bumi. Bertemu dengan teman lamanya yang bahkan tidak pernah mengatakan bahwa ia ingin hidup menjadi sosok paling tidak dipandang di bumi.
Hidup berdampingan dengan manusia adalah yang terburuk. Mereka adalah sosok manusia yang hanya ingin dipuji, ingin ditinggikan, tidak pernah puas, selalu memanjat dan memanjat tanpa tau bahwa surga tidak punya tangga untuk dipanjat.
Air hujan yang adalah berkah dari Surga tidak pernah mengeluh. Tapi manusia yang sudah diberikan posisi paling diinginkan semua aspek kehidupan malah mengeluh akan cobaan yang diberikan oleh Iblis dan Surga kepadanya.
Apakah itu hukum yang diberikan kepada manusia karena sudah dilahirkan sebagai mahluk hidup yang dapat terbang dan hidup hingga ke luar angkasa sekalipun? Hidup dengan akal budi yang dapat menarikmu ke momen termenyakitkan hingga paling membahagiakan? Bisa merasakan neraka dan surga lewat otakmu saja?
Xiao Zhan tidak meminta ini, dirinya tidak meminta ia harus dilahirkan sebagai anak pria penting di desanya, dirinya juga tidak meminta ia akan dijadikan budak serta sepupu paling dikutuk, ia juga tidak meminta bahwa satu hari ia akan membunuh sepupunya yang paling menyayanginya, ia tidak juga meminta bahwa ia akan bertemu Putra Mahkota Kerajaan hingga perjanjian dengan hadiah posisi ini.
Xiao Zhan hanya meminta supaya ia dapat hidup normal di dalam sini. Dia tidak pernah meminta apapun selain ini. Karena sepanjang hidupnya semua permintaannya tidak pernah terlaksanakan ataupun dikabulkan Tuhan. Saat ia kelaparan dan harus mencuri hingga hampir saja mati dipukuli, Xiao Zhan tidak pernah merasakan adanya hadirat Sang Maha Kuasa itu.
Lalu kenapa sekarang ia harus repot-repot berdoa di hadpaan entah Dewa ataupun Tuhan ini?
Saat kedua lututnya sudah pegal bertumpu ia pun beranjak pergi tanpa mau memperlihatkan rasa terima kasihnya karena sudah diberikan tempat untuk berdoa di hadapan kuil ini.
"Yang Mulia Ratu, hujan sangat lebat, mari masuk ke tandu dan kita akan membawa anda kembali ke Kerajaan." Seorang perempuan dengan paras cantik walaupun umurnya sudah berkepala empat menunduk hormat kepadanya, di hadapannya sudah ada banyak dayang yang menutup langit terbuka dengan payung supaya ia tidak perlu kebasahan sedikitpun.
Ia menghembuskan nafasnya, cukup menggelengkan kepalanya dan payung-payung itu turun sesuai kode jari dari dayang tertua itu.
Sekali lagi perempuan itu membujuknya, "Apakah Yang Mulia Ratu masih ingin berdoa lagi? Atau-."
"Apakah kau tau? Kau adalah perempuan yang paling dekat denganku.. dan kau juga adalah dayang tertua di Kerajaan.. apa rasanya?" Pertanyaan itu mendadak dilontarkan oleh Xiao Zhan sendiri.
Bisa dayang itu merasakan dingin di telapak tangan dan punggungnya. Walaupun ini adalah pertanyaan yang memang dapat terdengar membanggakan apabila masyarakat biasa yang bertanya, tapi kalau ini adalah Ratu sendiri? Apa ini sindiran atau hanya pertanyaan biasa?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dreamer & The Lion - YIZHAN [BAHASA INDONESIA]
FanfictionCOMPLETED. "Hidup Yang Mulia Raja Wang YiBo!" "Hidup Yang Mulia Ratu Xiao Zhan!" "Semoga Raja dan Ratu hidup sehat dan berumur panjang!" Xiao Zhan hanya kebetulan bertemu dengan Wang YiBo hari itu di air terjun. Mereka berdua tidak kaget saling bert...