D.14

10.1K 1.7K 76
                                    


Sorry for typo(s)





Untuk percaya pada sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh semua orang, untuk percaya pada sesuatu yang tidak semua terjadi pada semua orang adalah hal yang wajar. Setiap manusia sudah memiliki porsi masing-masing takdir yang ditentukan.



Semua memang masih belum ditelaah dengan baik oleh Jaemin.


Reinkarnasi?


Satu kata itu selalu menghantuinya selama beberapa tahun. Namun, pernah sekali ia menghabiskan waktu bersama kakeknya ketika Haechan terlelap dalam tidur siangnya. Jaemin berada di ruang kerja ayahnya dengan beliau, diperlihatkan sebuah album foto masa mudanya.



Zaman dahulu, foto adalah sesuatu yang mewah bagi manusia. Mereka adalah bukti sebuah kehidupan yang pernah dijalani kemudian diabadikan. Sebelum itu, sang kakek Choi menanyakan sesuatu pada Jaemin. Meskipun samar-samar, ia berusaha mengingat setiap kalinya muncul.



"Minhyung masih menjaga Nana, ya?"


Senyumnya terukir begitu lebar sembari menganggukkan kepala, "Hyung ikut Nana ke mana-mana! Jaga Nana, Kakek!" jelasnya sembari terkekeh.


Jemari beliau mengusap surai Jaemin dengan lembut. Sesi pertanyaan itu diselingi dengan cerita sang kakek di zaman masih muda yang si bungsu tidak bisa mengingatnya. Karena setiap kali nama Minhyung terdengar di telinganya, si manis itu akan merasa bahagia.



Dari kecil, Jaemin juga begitu hiperaktif. Dia tidak akan bisa diam dalam duduknya dan selalu mengitari rumah sampai membuat laporan pada kedua orang tuanya telah mengobrol dengan beberapa penghuni yang tidak terlihat.



"Nana tidak suka duduk terlalu lama. Nana ingin bergerak, berjalan dan mengobrol pada semua orang."


Usianya 20 tahun saat ini, ketika jawabannya itu muncul dalam pikiran kemudian digabungkan pada memori Minhyung, Jaemin menyimpulkan sesuatu. Mungkin, mungkin saja sifatnya ini adalah harapan dari adik Minhyung terdahulu yang hanya bisa duduk di kursi roda. Tidak bisa melakukan suatu hal yang disukai tanpa merepotkan orang lain, yaitu kakaknya sendiri.



Kemudian, pernah juga ia bertanya pada Renjun. Pemuda itu pasti sudah tahu segala yang terjadi ke depannya, tetapi memilih untuk diam. Sebelum hari kelulusan, Jaemin menghubunginya tanpa Haechan tahu.



"Dengar Na, kau adalah Choi Jaemin. Masa hidupmu adalah saat ini, tapi ada sesuatu dalam dirimu yang hidup juga dan mengalami hal tersebut di masa lalu," helaan napas terdengar di sana, tetapi Renjun tetap melanjutkan, "Pelan-pelan saja, jangan langsung kau ingin mengetahui semuanya. Ini demi kebaikanmu dan Haechan juga. Jika dia tahu pembicaraan ini, pasti akan merasa sedih karena ya dia tidak diikut sertakan."



Sejak saat itu, Jaemin mulai membiarkan semua terjadi sesuai tatanan kehidupan.





**




Suara hentakan kaki mengiringi perjalanan Jaemin sepanjang lorong kampus, kelas pagi yang dikejarnya secara brutal tadi ternyata tidak jadi. Padahal hanya satu mata kuliah saja, mau tak mau ia harus menunggu Haechan sampai jam dua siang nanti. Masih ada waktu empat jam, si bungsu berjalan melewati dua gedung.



Tudung jaketnya dipakai setelah menyadari ada beberapa mahasiswa yang harus dilewati. Moodnya hari ini benar-benar buruk. Perut Jaemin menjadi lapar, si bungsu memutuskan untuk mengirim pesan kepada sang kakak bahwa ia akan menunggu di kantin fakultasnya.




Dovana✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang