D.20

8.6K 1.5K 100
                                    


Sorry for typo(s)





Semua yang terjadi di dunia sudah pasti tertulis dalam buku takdir. Sebelum ruh diletakkan dalam perut seorang wanita yang akan menjadi ibu, mereka diperlihatkan apa yang terjadi dalam hidupnya nanti. Dan sering kali, kita merasakan sesuatu yang pernah dirasakan maupun dilakukan itu yang biasa disebut oleh Deja Vu.


Salah satunya adalah Jaemin, pertama yang dilihat saat kecil adalah taman. Padahal, ia hanya melewati kawasan tersebut tidak sampai mampir untuk bermain. Akan tetapi, si bungsu bisa memiliki memori berada di sana dan yang masih janggal dirasakan adalah tidak adanya sosok Haechan.



Bagaimana bisa hanya Minhyung yang selalu ada di dekatnya?



Beranjak dewasa, Jaemin jarang mengalaminya. Kehadiran Minhyung pun tak sesering seperti dulu. Sekolah adalah satu-satunya yang membuat si kembar sedikit melupakan kemampuan mereka. Bersama Renjun, tiga anak itu membatasi energi yang dimiliki. Sulit tentu saja, apalagi si bungsu yang tidak bisa mengabaikan.



Sepulang dari rumah sakit, Jaemin berdiam di kamar dan masih memikirkan wajah dokter yang tampak seperti terkejut ketika saling memandang.



Semua dugaannya selama ini akan semakin jelas jika dia melakukan satu hal lagi.



Atensinya teralihkan ketika mendengar dengkuran sang kakak kembar, Haechan pulas dengan selimutnya di sana setelah makan malam tadi. Dengan gerakan pelan, Jaemin beranjak dari ranjang kemudian berjalan keluar balkon kamar.



Pukul satu pagi si bungsu Choi masih terjaga, maniknya terpejam sembari memegang pegangan besi di sana lalu melirihkan satu nama, "Hyungie?"


Beberapa saat kemudian, Jaemin membuka mata kembali. Tidak ada angin di sana tetapi surainya bergerak hampir menutup telinga, ia menoleh dan menemukan Minhyung sudah ada dengan senyum sebagai sapaan.


"Kenapa belum tidur?" tanyanya yang duduk di tepi balkon.



Pertanyaan tersebut dijawab dengan gelengan kepala, Jaemin mundur untuk duduk di sofa kemudian mengangkat kedua kakinya untuk dipeluk, "Hyung, sini!" ajak anak itu sembari menepuk sisi kosong di sampingnya.



Keduanya duduk mengamati langit malam, Minhyung tidak bersuara karena menyadari bahwa si bungsu Choi memiliki pertanyaan-pertanyaan dalam pikirannya. Mereka terdiam beberapa saat sampai Jaemin merubah posisi duduknya menjadi menghadap pada lelaki itu.



Kedua alis Minhyung terangkat ketika mendapat tatapan yang aneh di sana. Apalagi ketika sorot mata si bungsu mulai berubah sendu, seakan meminta sesuatu yang harus dikabulkan.



"Hyung, Nana ingin kembali ke sana lagi."


"Ke sana?"


Kepala Jaemin mengangguk, "Masa lalu, Hyung. Nana tidak mau lancang, makanya Nana meminta izin dulu," ucapnya lembut.



Namun, kali ini Minhyung dengan tegas menggelengkan kepala kemudian berkata, "Rasa penasaranmu benar-benar berbahaya, Nana. Hyung juga tidak bisa seenaknya menarik sukmamu ke sana kemari."



Bibir si bungsu mengerucut, ia berbalik memalingkan wajah dari Minhyung. Memang benar, terlalu beresiko jika sering melakukan perjalanan astral tersebut apalagi seorang diri. Namun, tetap saja Jaemin merasa kesal. Bertahun-tahun menyimpan perasaan seperti ini, ia juga ingin tahu kebenaran yang ada.



Dovana✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang