Warning: yang parnoan, baca aja tulisannya ya. soalnya di bawah ada gambar. ga aneh-aneh sih, cuman ya kalo ada yang parno aja. saya kasih jarak cukup jauh nanti. Trims🙏🏽
Sorry for typo(s)
Jarum kecil pada jam tangan telah menunjukkan angka empat sore, si bungsu Choi masih berada di dalam kelas sembari menyalin catatan kecil dalam jurnal sebagai ringkasan untuk belajar. Ia menunggu satu jam ke depan supaya bisa pulang bersama dengan sang kakak. Maniknya juga bergantian melihat laptop yang ada di atas meja, menampilkan sebuah file dari dosen tadi.
Di tengah-tengah menulis, Jaemin sering kali menggelengkan kepala karena merasakan sentuhan tak terlihat di belakang telinga. Masalahnya, ia juga sudah nyaman duduk di sini, terlalu malas untuk keluar juga.
"Ih! Jangan ganggu dulu! Nanti ya sesi curhatnya," gumamnya pada ruangan kosong, jemarinya masih menggerakkan bolpoin di atas kertas.
Tubuhnya tersentak ketika mendengar suara dehaman, tak lama kemudian gangguan sentuhan itu menghilang. Jaemin menutup setengah layar laptopnya, bibir anak itu tersungging lebar ketika melihat sosok yang dirindukannya selama satu minggu tidak terlihat.
Sosok yang menggunakan seragam sekolah dengan lumuran darah, bekas luka pada dahi yang tidak akan pernah hilang di sana kini menyunggingkan senyum.
"HYUNG! KE MANA SAJA?!" pekik si bungsu heboh.
Rasanya ingin sekali memeluk sosok itu, tetapi hanya hawa dingin yang menyelimuti.
Minhyung tertawa kecil, "Kalau aku selalu berada di dekatmu, kau tidak akan punya waktu untuk belajar dengan giat," jelasnya.
Namun, hal tersebut tak membuat Jaemin tersenyum. Bibirnya masih mengerucut kesal. Setiap malam, ia selalu menunggu sampai pukul dua pagi tetapi Minhyung tak pernah muncul seperti biasa.
Setelah usia Jaemin menginjak 20 tahun, interaksi mereka tak sedekat saat kecil itu. Si bungsu juga tidak tahu kenapa, di mana Minhyung dan kegiatan apa yang dilakukan, ia tidak tahu.
"Hei, jangan sedih. Aku tidak akan ke mana-mana," kata sosok yang lebih tua menenangkan.
Tidak ada respon yang diberikan. Untuk itu, Minhyung memberikan sebuah gambaran pada Jaemin di sana. Anak itu tampak tertegun dengan manik yang sama sekali tidak mengerjap. Tidak ada satu menit, si bungsu Choi tersadar kemudian mengedipkan mata beberapa kali dan berubah menjadi tatapan terkejut.
Senyum tipis terukir di bibir pucat itu, "Maaf ya, dulu aku benar-benar egois. Mungkin, aku akan merasakan hal yang sama dengan Haechan. Dunia kita memang berbeda, tapi aku juga tidak bisa meninggalkanmu," papar Minhyung dengan lembut.
Pada situasi seperti ini, Jaemin seakan merasa beruntung. Dia sangat menyayangi Minhyung dan Haechan, sama besarnya. Tidak ada batasan yang dibagi di antara keduanya. Yang dikatakan pemuda di depannya itu benar, dunia mereka memang berbeda akan tetapi si bungsu tidak bisa memilih sehingga sebisa mungkin ia akan menyisihkan waktu untuk dua kakak beda dunianya tersebut.
Hal itu disadari oleh Minhyung, apalagi ditambah Haechan yang sudah tidak ikut campur. Dengan kata lain, ia telah membiarkan dirinya dekat dengan Jaemin asal adiknya baik-baik saja. Ia sudah banyak meminta dari Tuhan, menghadirkan si bungsu Choi sebagai obat rindu pada adiknya yang hilang.
"Sudah ada teman, Hyung? Ih pasti seru, ya? Lucas Hyung cerewet seperti itu juga."
Satu yang pasti adalah Jaemin tidak pernah marah. Mungkin merajuk hanya beberapa menit, tetapi kemudian senyumnya akan terbit kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dovana✓
FanfictionKisah si kembar, Haechan dan Jaemin yang terhubung dengan dunia lain. ©piyelur, Oktober 2020