D.15

10K 1.7K 84
                                    

Sorry for typo(s)


Sudah berganti hari, tetapi masih pukul dua dini hari di kediaman keluarga Zhong. Lelapnya Haechan terganggu mendengar suara kursi bergesekan dengan lantai sehingga menimbulkan suara yang cukup nyaring. Maniknya terbuka dan melihat sisi kasur tipis yang dibawa ke ruang tamu, kepalanya mendongak untuk melihat Renjun dan Chenle masih pulas di atas sofa. Perlahan, si sulung Choi melepas pegangan tangan Jaemin yang ada di sampingnya.

Tenggorokannya juga terasa kering, Haechan berjalan menuju ke dapur. Kening si sulung berkerut melihat sebuah bayangan sedang berdiri, setelah dilihat lebih dekat ternyata Jeno berada di sana sembari membawa segelas air putih. Akan tetapi, lantai di sekitarnya tampak basah.

"Jen?"

Pemuda Lee itu berbalik dengan wajah melongo, maniknya mengerjap beberapa kali. Sebelum menjawab, ia meneguk air putihnya dengan ekspresi seperti orang kebingungan. Haechan memperhatikan sekitarnya, ia tidak menemukan siapapun di sana.

"Maaf, aku tadi terkejut melihat... itu."

"Ada?" tanya Haechan sembari berjalan menuju ke kulkas dan mengambil botol minuman yang sengaja didinginkan tadi.


Sudah duduk di kursi, Jeno menganggukkan kepala sembari menghela napas panjang, "Kukira tadi Chenle, soalnya memakai seragam sekolah," jelasnya.

Penuturan yang diberikan pemuda Lee membuat Haechan mengerutkan kening. Maniknya bergulir menatap Jeno, tubuh si sulung lebih condong ke arah meja.

"Rambutnya hitam? Ada luka di dahi?"

Bola mata Jeno membulat, ia menganggukkan kepala atas ciri-ciri yang disebutkan oleh Haechan tadi. Kedatangan yang tiba-tiba saat mengantuk tentu saja membuat pemuda Lee itu terkejut. Sampai saat ini, masih sulit untuk membedakan mana mereka yang manusia dan tidak. Malam ini pun, Jisung juga tidak terlihat ke mana.

"Bagaimana kau bisa tahu? Pindah ke ruang tamu, ya?"

Sudut bibir Haechan tertarik mendengar polosnya Jeno yang baru dikenal beberapa hari ini. Seperti yang dikatakan Renjun, pemuda Lee itu memang hanya sekedar melihat dan berkomunikasi. Dia tidak memiliki seseorang sebagai tempat bercerita, apalagi mengingat tinggal di Seoul sendirian.

Si sulung Choi tidak bisa membayangkan kehidupan yang seperti itu. Sendiri, tanpa orang tua maupun saudara. Haechan pasti sudah gila untuk menghadapi kemampuan yang dimiliki.

"Namanya Minhyung," raut wajah Haechan sedikit berubah ketika ingin menjelaskan siapa yang dilihat Jeno tadi, "Dia... Penjaga Jaemin? Ya seperti itulah. Hubunganku dengan dia juga tidak baik selama ini," kekehnya kemudian.

Kedua tangan Jeno terlipat di atas meja, mata bulatnya mengerjap beberapa kali, "Seperti Jisung untukku?"

Pertanyaan tersebut membuat Haechan mengernyitkan wajah, teknisnya iya tetapi rasanya jauh lebih rumit yang dialami.

"Begitulah. Malas aku membahas dia."

Sudut mata Haechan menangkap ekspresi Jeno yang tampak tidak puas atas jawaban yang diberikan. Akan tetapi, pemuda Lee itu tidak mengeluarkan suara lagi. Setelah beberapa saat meneguk air minum masing-masing, mereka kembali ke ruang tengah untuk tidur.


***


Keesokan harinya, Renjun dan Jaemin menjadi koki di pagi hari untuk sarapan bersama dengan tambahan Jeno yang akan membantu suka rela. Sedangkan Haechan menemani Chenle mengerjakan tugas di ruang tengah. Jika ditunda, pasti sampai malam pun anak itu akan lupa karena keasyikan mengobrol dengan mereka.


Dovana✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang