Rendra
Ada banyak fase pertama kali dalam hidup yang gue lewati bareng-bareng sama Aleta, begitupun sebaliknya. Pertama kali gue punya pacar, pertama kali Alet jatuh dari motor gara-gara nabrak angkot, pertama kali gue nabrakin mobil papi ke parit, dan banyak lagi momen pertama kali lainnya. Karena banyak melewati momen pertama kali itu, gue dan Alet secara alami memahami satu sama lain, sekalipun banyak hal lain yang belum kita lewati bersama.
Seperti sekarang ini, lagi-lagi, dia melewatkan fase pertama kalinya pergi ke luar negeri sama gue. Entah kenapa gue sangat menyukai fakta bahwa gue selalu ada disana setiap kali Alet melewati fase pertama kalinya, sekalipun gue tau gue bukan cinta pertama Aleta.
Konyol ya, gue selalu menertawakan diri sendiri setiap kali gue berdialog tentang perasaan gue ke Alet. Gue masih gak tau gimana caranya menetralisir perasaan sayang yang mulai tumbuh, karena gue rasa yang gue lakukan akhir-akhir ini malah memupuknya agar semakin subur perasaan itu tumbuh.
Fase pertama kali yang kita lewati kali ini cukup merepotkan. Gue memang sudah mengira ini akan terjadi karena, dari pengalaman sebelum-sebelumnya Alet selalu bermasalah sama yang namanya perjalanan jauh. Apalagi, ini pertama kalinya dia naik pesawat. Baru saja kita landing di Narita dan Aleta sudah merengek lagi. yup, LAGI karena, selama 8 jam di pesawat semalaman ada saja hal merepotkan yang dia lakukan.
''kayaknya gue bakal pingsan deh...''
Dimulai dari anxiety-nya yang melonjak saat pesawat hendak take off, mulutnya terus-terusan berkomat-kamit merapal berbagai macam doa, dari doa berpergian sampai doa mau makan. Tangannya gak berhenti memegangi lengan gue erat-erat, semakin tinggi pesawat terbang, semakin erat genggamannya. Selain marapal doa-doa, Ia juga sesekali bergumam
''Tuhan... gue belum mau mati, plis tuhan plis''
She's so cute, yet i can't do anything but laugh, sampai tiba-tiba dia berhenti bergumam, diam sebentar dan...
''kayaknya gue mau muntah''
Buru-buru gue mengambil sebuah kantong yang tersedia dan memberikannya ke Alet. Gue memijat tengkuk kepalanya, sembari tangan kiri gue merogoh ransel mencari tisu
''udah?''
Dia mengangguk sambil mengambil tisu yang sudah gue siapkan di tangan kiri gue dan mengelap mulutnya sendiri. Itu baru dua kehebohan, selama di pesawat Alet gak berhenti bolak-balik toilet tiap satu jam sekali.
''kayaknya gue kemarin kebanyakan makan bakso aci deh''
Gue sampai harus minta maaf ke penumpang lain gara-gara bau fresh care yang dalam sekejap memenuhi seisi kabin gara-gara Alet mengoleskannya terus-menerus. Iya, gue yang minta maaf karena Alet sudah lemah tidak berdaya. malu banget sebenarnya, tapi apa boleh buat.
Gue kira gak akan ada lagi 'kayaknya' yang lain setelah kita sampai, hingga kemudian setelah kita beres mengambil koper dan siap untuk berkumpul dengan pendamping kita, 'kayaknya' yang lain itu muncul lagi,
KAMU SEDANG MEMBACA
Selenelion
FanfictionAlet dan Rendra seperti matahari dan bulan. Ketika matahari mulai terbit, bulan meninggalkan langit. Ketika bulan datang menerangi malam, matahari harus tenggelam. Tidak pernah bertemu di waktu yang sama. Ini tentang pencarian sebua...