Part 23 - TOXIC?!

5.3K 130 9
                                    

INAYA POV

Garion Dimitri, laki-laki yang akhir-akhir ini memberikan warna dalam hidupku yang awalnya putih abu-abu.

Aku tidak tahu pasti, perasaan seperti apa yang alu miliki untuk Garion. Tapi yang pasti, aku merasa aman, nyaman, dan tidak mau kehilangan Garion.

Laki-laki yang merenggut mahkotaku karena kecelakaan yang masih menjadi misteri. Aku cukup heran karena hanya Garion satu-satunya laki-laki yang menawarkan hubungan "pacaran" padahal kita baru beberapa kali bertemu.

Mungkin aku juga heran sama diri aku sendiri, karena mau-maunya menerima tawarannya.

Aku hanya punya satu mantan, Barra. Mantan toxic. Hubunganku dan Barra berjalan selama 4 tahun. Kami saling mengenal saat masih sama-sama kelas 1 SMA, aku berada dijurusan IPA dan dia berada dijurusan IPS.

Kami berada diekskul yang sama, Basket. Awal-awal kami hanya saling tegur sapa biasa, bahkan kami belum tau nama masing-masing saat itu. Seiring berjalannya waktu, kami sering latihan, bahkan diluar jam sekolah. Membuat kami berinteraksi sedikit demi sedikit.

Suatu hari, aku membantu Barra mencari jaketnya yang hilang. Semenjak dari kejadian jaket hilang itu, aku dan Barra jadi sering mengobrol, bahkan bertegur sapa bila tidak sengaja bertemu di koridor sekolah.

Hingga suatu saat, aku dan Barra sudah tiba disebuah lapangan basket tempat kami janjian untuk latihan. Namun latihan dibatalkan tiba-tiba karena anak pelatih kami masuk rumah sakit.

Karna hanya ada kami berdua, kami memutuskan untuk pergi ke rumah sakit dimana anak pelatih kami dirawat. Kami hanya bawa satu kendaraan, motor Barra. Karena memang aku diantar Athalla saat hendak pergi ke lapangan tempat kami janjian.

Selama diperjalanan kami saling bertukar cerita dan tertawa saat ada kejadian-kejadian lucu, aku merasa nyaman bertukar cerita dengan Barra disitu.

Selesai kami dari rumah sakit, kami memutuskan untuk mengisi perut yang sudah berontak dari tadi. Kami sama-sama menyukai nasi goreng Mang Bedjo, nasi goreng kaki lima yang berada didekat sekolah kami.

Kami berbagi canda tawa layaknya orang yang sudah berteman lama. Tidak ada kecanggungan diantara kami, bahkan dia menceritakan tingkah-tingkahnya yang absurd tanpa malu.

Lama kelamaan kami merasa nyaman satu sama lain. Barra sering kali menawarkan tebengan pulang. Bahkan tak segan-segan menjemput saat pagi hari hendak berangkat sekolah.

Hingga akhirnya kami memutuskan untuk berpacaran. Setahun pertama aku benar-benar merasa nyaman dengan hubungan kami, bahkan bisa dibilang aku sangat bucin dengan Barra dulu.

Tapi, semakin kesini Barra mulai berbeda dengan Barra yang kukenal awal-awal. Mulai jutek, mulai cemburuan, mulai posesif, bahkan tak segan-segan mengancamku ini dan itu.

Beberapa kalipun aku memergokinya berselingkuh dengan teman kampusnya. Tapi dia tidak peduli, malah semakin kasar dan menyakiti fisikku saat aku menumpahkan amarahku padanya.

Aku sering menerima cacian dan makian kasar jika dia memergokiku pergi dengan keenam teman-temanku. Bahkan tak segan-segan menamparku dan menjambak rambutku hingga pusing sekali rasanya.

Yang aku lakukan hanya bisa diam dan menangis. Berkali-kali ia mencaci maki, dan berkali-kali juga aku menangis dan memohon ampun padanya.

Sesekali ia bisa berubah menjadi malaikat yang sangat baik hati, romantis dan kembali menjadi Barra yang kukenal dulu.

Namun itu tidak berlangsung lama, karena setiap kali aku melontarkan kata-kata yang menurutnya salah, dia kembali menjadi Barra yang tidak kukenal.

DiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang