1. Jomblo

165 10 1
                                    

AKU berjalan keluar dari ruangan tempat kerjaku berada. Ruangan itu, ruangan yang dingin dan banyak pemandangan tepung, naskah cerita yang gagal terbit dan foto copy-an para orang-orang yang banyak maunya.

Aku menghirup napas lega. Mataku berkeliling, menembus dunia tanpa batas.

Rumah kecil minimalis di tengah desa. Di luar jendela yang berada di dapur, terdapat hamparan sawah yang luas, hutan yang rindang, embun pagi hari masih sangat tebal, hawa dingin menusuk hingga ke rusuk-rusuk.

Aku memasuki kamar mandi. Mengguyur badanku dengan air yang masih dingin.

Usai mandi, aku mengecek teleponku yang ada di meja depan televisi. Ada beberapa panggilan masuk yang tidak kuketahui. Aku terkikik kecil. Memang, teleponku ini aku beri mode diam, agar tidak berisik.

Aku berniat kembali menelepon salah satu dari mereka. Kak Izul.

Aku memulai percakapan dengan mengucap salam, Kak Izul yang ada di seberang sana menjawab salamku.

"Ada apa, Kak? Apa masih harus ikut manggung lagi?"

"Enggak. Gini, besok lusa ... Kakak akan melangsungkan ... pernikahan."

Aku membulatkan mata tak percaya. Kakiku melompat-lompat begitu saja sembari meneriaki nama Kak Izul.

"Azmi? Kamu kenapa? Aman?"

Aku kembali fokus pada percakapanku. Senyum bahagia mengembang begitu saja. Pagi ini aku benar-benar bahagia!

"Aman, Kak. Hanya saja, aku bahagia. Karena, Kakakku yang satu ini, akhirnya tidak jomblo lagi!" Aku tertawa terpingkal-pingkal.

"Oh, itu rupanya. Udah lama tidak berjumpa, sepertinya otakmu semakin gesrek saja, ya!"

"Oh iya, kapan lamarannya? Aku kok tidak diajak? Jahat kamu, Kak!"

"Aku tidak melamarnya."

Seketika, kakiku melemas. Entah mengapa, ingin sekali duduk sembari mendengar cerita yang sebenarnya. Alhasil, aku mendengar cerita Kak Izul seraya duduk di kursi depan televisi.

"Maksudnya?"

"Aku menikah karena perjodohan. Aku awalnya juga menolak, tapi pasti pilihan orang tua itu yang terbaik. Aku lihat juga dia baik, dari luar maupun dari dalam."

"Cantik, dong?"

"Kau ini! Jangan pernah kamu lihat wajah istriku nanti! Bisa-bisa, malah kamu tikung aku lagi."

"Ya disuruh pakai niqab dong, Kak. Biar nanti cuman Kak Izul aja yang bisa lihat wajahnya istrimu. Dengan begitu juga, para pengunjung juga nggak dosa."

Kak Izul bergumam. "Nanti lagi kupikirkan. Yang penting, lusa jangan lupa datang!"

"Iya, pasti aku datang!"

"Oh iya, aku dengar si Aban itu sudah lamaran. Benar begitu?"

"Lah? Aku malah belum tahu kabarnya. Kapan lamarannya?"

"Eh, bukan sudah, tapi mau lamaran. Minggu depan."

"Wah, begitu?"

"Berarti hanya kamu saja yang jomblo sekarang ya, Mi?"

"Halah, bodo amat. Jomblo happy."

"Minggu depan kita hadir ke acara lamarannya Aban, yuk! Pasti bakalan makan-makan gratis."

"Wah, boleh. Nanti jangan lupa diajak istrinya juga."

"Iya. Dia pasti ikut aku ke mana pun aku pergi."

Thank You, Es Jeyuk ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang