2. Reuni

107 7 1
                                    

AKU bangun seperti biasa pada pukul 02.00. Aku menunaikan shalat malam. Usai shalat, aku tidur lagi.

Pukul 03.00 aku bangun lagi. Mengguyur tubuhku dengan air, lalu menunaikan shalat tahajjud, mengaji hingga shalat subuh di masjid. Usai shalat subuh, aku langsung bersiap menuju lokasi.

Ya, hari ini hari pernikahan Kak Izul. Aku sudah menggunakan baju khusus untuk para pengiring manten. Kemarin, ada yang mengantarkan baju ini. Dengan senang hati aku melaksanakannya.

Aku mengaca di cermin. Terlihat pantulan wajahku di sana. Wajahku bisa dibilang baby face. Aku menyisir rambutku, mengusapnya ke atas, sehingga terlihat keren. Aku juga menggunakan sedikit pewangi badan. Hanya sedikit.

Setelah menurutku aku sudah tampan, aku menunggu kedatangan Rozin sembari menyapu halaman.

Sayang sebenarnya. Gaya sudah keren, tapi masih menyapu halaman. Tapi mau bagaimana lagi? Ini rumahku. Jadi diriku harus rela kotor demi nyaman.

Tidak kotor, semua aman sampai selesai. Tepat pada waktunya, Rozin datang menghampiriku.

"Sudah siap?" tanyanya. Aku melirik ke samping. Terdapat istrinya di samping dengan senyumnya.

"Sudah. Ternyata kamu ikut suamimu ya, Sha!" Aku berganti menatap Rozin.

"Iya, dong. Kan dia istriku, jadi harus selalu di pelukanku. Oh iya, kalau punya istri ada yang bisa dipeluk, tapi kalau jomblo hanya bisa memeluk kesendirian." Rozin tertawa mengejek.

"Garing!" ejekku membalikkan omongannya.

Aku dan Rozin tertawa, sedangkan Fisha, istrinya Rozin, hanya terkekeh pelan.

"Eh, Mas Aban kok belum datang, ya? Kamu kabarin apa enggak, sih, Mi?"

"Tadi malam aku kabarin, kok. Tapi katanya dia udah sampai di sana kemarin. Katanya dia disuruh nemenin Kak Izul ambil napas sebelum hari ini ijab qabul," terangku panjang lebar.

Rozin terkekeh. "Baiklah. Semoga nanti lancar semua, ya."

"Iya. Ya sudah, kita langsung ke sana saja, bagaimana?" usulku.

"Iya. Sebentar lagi acara akad. Aku ingin melihat Kak Izul mengucapkan ijab qabul. Keren, tidak, ya?" kataku cengengesan.

"Sudahlah, jangan terlalu banyak halu." Rozin berjalan menuju motornya yang terparkir jelas di depan pagar rumah disusul Fisha di belakangnya. Aku mengambil kunci motor yang berada di atas kulkas, mengunci pintu dan menyusul Rozin yang sudah berlalu lebih dulu dari rumah ini.

Aku bahagia. Akhirnya sahabat karibku ada yang melepas kejombloannya setelah Rozin.

Jangan tanyakan kapan diri ini nyusul!

***

Namaku Muhammad Ulul Azmi Askandar Al-Abshor. Aku anak pertama dari pasangan Abah Ulil dan Umi Laila. Saudara kandungku ada tiga.

Adikku yang terbesar bernama Muhammad Naufal Asyja'i Bani. Dia sekarang duduk di bangku 'Aliyah. Dia mondok di Pondok Pesantren Nurul Qadim. Satu tahun lagi, dia lulus dari masa pendidikannya. Tinggal meluruskan niat untuk lanjut kuliah.

Adikku yang kedua bernama Alvyna Fathimah Ayu Kirana. Dia sudah memasuki Tsanawiyah kelas 1. Dia orangnya humoris, cerewet, mudah bergaul dan banyak pula tingkahnya.

Adikku yang terakhir bernama Ahmad Harits Muhasibi Askandar. Nama Askandar sebenarnya aku yang mengusulkan. Biar couple gitu. Dia sekarang duduk di bangku kelas 3 SD. Kebetulan SD Dek Ahmad dekat rumahku, jadi dia sering main ke rumah bersama beberapa temannya hanya sekedar bertanya jika kesulitan atau malah minta uang saku. Padahal sama Umi sudah dikasih uang, tapi katanya kurang. Katanya, jangan kasih tahu Umi, kasihan. Terus aku ganti bertanya, kalau kasihan, kenapa membohongi Umi? Tapi banyak sekali alasannya untuk mengelak. Alhasil, aku memberikan uang 5 ribu untuk satu Minggu. Dia tidak boleh minta denganku lagi selama satu Minggu ke depan. Uang saku dari Umi aku minta setengah, lalu kuberikan lagi ketika dia ke rumah dan membawa uang saku. Siklus itu terus menerus entah sampai kapan.

Thank You, Es Jeyuk ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang