Gadis berparas cantik itu masih meringkuk di balik selimut tebalnya. Kemudian dia mengerang kesal karena jam weker yang dari tadi sudah berbunyi dengan lantang di atas nakasnya.
Gadis itu duduk sambil mengernyitkan dahinya, menyesuaikan matanya dengan cahaya matahari yang mengintip di balik tirai kamarnya dan melihat jarum jam yang menunjukkan pukul tujuh pagi.
“Oh astaga! Aku masih mengantuk!” gerutu gadis itu sambil berjalan ke arah kamar mandi dan menyambar handuk yang tergantung di dekat pintu kamar mandi.
Sekitar lima belas menit kemudian, dia keluar dengan mengenakan handuk kimono berwarna biru muda kesayangannya dan langsung berjalan ke arah lemari untuk mengambil pakaian.
Dia mengenakan pakaian santai namun tebal karena cuaca hari ini lumayan dingin, kemudian dia menuju ke meja rias sederhana yang ada di sebelahnya.
“Selesai!” kata gadis itu sambil meletakkan sisirnya dan mengambil sebuah bando berwarna hitam di dalam laci dan memakainnya.
Dengan segera, dia mengambil sepatu dan mengenakannya sambil bersenandung kecil. Kemudian dia mengambil tas selempang berwarna hitam dan memasukkan beberapa barang ke dalamnya.
Setelah selesai, dia mematut diri di depan cermin lagi untuk memastikan penampilannya.
“Ayo berangkat!” seru gadis itu sambil menepuk tangannya dengan girang dan keluar dari kamar apartemennya.
Dia adalah Lee Jena.
Seorang gadis berusia dua puluh dua tahun yang bekerja sebagai salah satu karyawan perusahaan properti ternama di Korea Selatan.
Dia tinggal seorang diri di apartemen sederhana yang dia huni beberapa tahun yang lalu. Gadis itu memang memilih untuk tinggal sendirian daripada harus satu rumah dengan orang tuanya yang bersifat keras kepadanya dan mendiang kakaknya.
Lee Taeyong.
Ya, dia sangat merindukan pria itu. Saudara satu-satunya yang dia miliki, yang meninggal dua tahun yang lalu dan Jena sama sekali tidak mengikuti pemakamannya karena orang tuanya mengurungnya di dalam mansion besar itu.
Jangankan untuk mencium atau memeluk jasadnya, menyampaikan pesan terakhir untuknya pun tidak bisa. Dia hanya bisa melihat makam sang kakak saat mereka sudah selesai melakukan upacara pemakaman tanpa dirinya.
Karena kekesalan dan rasa kecewanya, dia memutuskan untuk keluar dari mansion besar itu, meninggalkan kedua orang tuanya dan hidup mandiri tanpa mengganggu siapa pun.
Sejujurnya dia tidak membenci kedua orang tuanya. Hanya saja dia merasa kalau orang tuanya selalu bersikap tidak masuk akal.
Orang tuanya selalu berusaha memisahkannya dari Taeyong, padahal mereka sangat dekat sejak masih kecil ditambah lagi usia yang hanya terpaut dua tahun membuat mereka saling menyayangi satu sama lain.
***
Dengan bersemangat, Jena memasuki areal pemakaman sambil memeluk erat satu buket bunga mawar berwarna merah yang dia beli di salah satu toko bunga langganannya tadi.
Jena sudah hapal dengan jalanan di sekitar pemakaman ini, jadi dia tidak perlu susah payah lagi untuk mencari-cari makam sang kakak.
Gadis itu langsung berjongkok saat sampai di sebuah makam orang yang paling dia sayangi kemudian jari lentiknya bergerak memunguti daun-daun kering yang jatuh di atas makam kakaknya.
Setelah itu, dia meletakkan bunga yang tadi dia bawa kemudian tersenyum lembut menatap nisan yang bertuliskan nama Lee Taeyong.
“Halo kak! Bagaimana kabar kakak disana?”
KAMU SEDANG MEMBACA
THE BOND ( Jung Jaehyun )
FanfictionHanya sepenggal kisah dari sebuah ikatan yang rumit namun tidak bisa dilepaskan. Menyerah dan berpisah hanya sekedar bualan dan tidak pernah sekalipun mereka lakukan. THE BOND (CERITA SUDAH LENGKAP YA BUND...)