"Bagaimana, Bu?" tanya Aida yang duduk di sebelah ibunya.
"Kombinasi warnanya bagus. Komposisi bentuknya juga seimbang. Apa yang ingin kamu ceritakan di sini Aida?" tanya Ibu menelisik.
"Kehidupanku di sekolah, Bu." jawab Aida
"Soal Kamu di bully?" Ibu memastikan
Aida mengangguk. "Juga soal teman yang sebenarnya,"
"Siapa?"
"Eva, sekretaris kelas yang sering ngelaporin aku kalau bolos sekolah," Aida tersenyum.
"Lalu soal Satpol PP itu?" tanya Ibu masih penasaran cerita versi Aida.
"Oh, itu. Temen-temen menghapus grafiti yang kasar kontennya di Cisitu. Maksudnya mau diganti sama mural aja yang lebih sopan," Aida mengenang kembali kejadian bersama teman-teman komunitas muralnya.
"Lalu?" Ibu penasaran.
"Satpol PP datang ngira kita mau ngerusak. Ya, salah kita juga sih ga minta izin. Hahaha..." Aida tertawa mengenang kejadian waktu itu.
"Ibu khawatir banget loh," ujar Ibu
"Maafin, ya bu? Pak Jenderal juga marahin kita," jawab Aida sambil cengar-cengir
"Pak Jenderal?" Ibu penasaran lagi.
"Ketua komunitas mural, Bu," ujar Aida sambil mengamati sketsanya
"Oh.... baiklah, anak Ibu harus bisa milih temen dan jaga diri ya?" ujar ibu sambil mengelus rambut Aida.
Aida mengangguk.
"Lumayan banyak variasi warnanya, Aida. Ibu bantu belikan cat yuk hari ini, sekalian kita jalan-jalan," ajak Ibu.
Aida menggeleng. "Ibu ga usah khawatir. Ada teman yang janji mau support cat buat Aida," Aida optimis pada janji Niko tempo hari.
"Kamu yakin, Nak?"
"Setelah dinilai Ibu, aku kirim fotonya ke panitia di sekolah dan juga Niko temenku yang siap support. Jadi gimana, bu?" Aida penasaran kesimpulan penilaian Ibunya.
Ibu tersenyum sambil pura-pura menjadi guru yang menilai hasil muridnya. "Mmmm... sempurnaaa!"
Aida terlonjak bahagia mendengarnya, "Yeay... Ibu sukaa," kata Aida sambil memeluk Ibunya. Ibu balas memeluk Aida lebih erat. "Bu, aku mau hadiah," kata Aida masih dalam pelukan Ibu.
"Hadiah apa?" tanya Ibu lembut.
"Sepuluh bintang kaya waktu SD dulu," kata Aida mengenang masa indah dengan Ibu.
"Seratus bintang. Ibu kasih bonus banyak. Hahaha..." jawab ibu
"Bener, ya??? Nanti kalo tangannya pegel, Aida ga tanggung jawab hahaha..." jawab Aida di sela tawanya
"Kamu yang pijitin, hahaha...." goda ibu.
Badan mereka berdua terguling ke tempat tidur. Derai tawa mereka baru berhenti setelah bel pintu kamar berbunyi.
Aida segera bangkit untuk membuka pintu kamar. "Kayanya itu Kak Faris deh, Bu," Aida bersemangat.
Ibu pun ikut bangkit dan membereskan pakaiannya yang sedikit kusut dan mengambil sketsa Aida. Matanya mengamati kembali kreativitas Aida yang memang patut dipuji. Bangganya lagi, mural itu akan tampil dengan dukungan dari teman-temannya. Itulah yang menjadikannya juara. Seratus bintang yang menemani Aida. Ibu yakin, kehidupan sekolah Aida akan lebih baik setelah ini.
Faris tak menunggu lama di pintu, dia segera masuk ke dalam kamar. "Wah, rame banget. Sampai kedengeran loh tadi luar. Kamu seneng banget ya, Dik?" tanya Faris pada Aida yang masih senyum-senyum sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
RESILIENCE "Segalanya Untuk Aida"
Teen FictionFaris terpaksa harus tinggal di rumah Ayah dan Ibu tirinya demi memenuhi tugas yang diberikan ibunya, menjaga Aida, adik kesayangannya. Perceraian kedua orang tuanya beberapa tahun yang lalu membuat Aida kehilangan arah dan terjerumus dalam pergaula...