Pernah ngerasa tersisihkan ndak Guys? Sakitnya tuh di sini..ya nggak, seh? Hi..hi..hi..yuk yuk, ikuti kisah selanjutnya. Jangan lupa vomentnya ya...
***
Aida memandang langit-langit kamarnya. Awan putih di antara langit biru begitu indah dipandang. Matahari tepat di tengahnya bercahaya dengan lembut memancarkan energi positif, sama sekali tak menyilaukan. Sengaja Aida menyeting mural di langit-langit kamarnya dengan tema "Langit Pagi". Membuat dia bersemangat untuk menghadapi pagi. "Ah, aku cuma ingin tidur dan melupakan apa yang terjadi." bisiknya lirih.
Aida bangkit dari tempat tidur, mematikan lampu kamar yang sengaja didesain menempel di dinding. Dia kembali ke tempat tidurnya. Kini tampak olehnya suasana malam terang bulan. Matahari akan berubah menjadi bulan. Bias cahayanya membuat pinggiran awan berpendar lewat cat berfloresensi. Sengaja Aida membiarkan pemandangan itu selalu bisa dinikmati dari kamarnya lewat mural. Dia sangat beruntung, Mama mengizinkannya. Mama pula yang meminta tukang memindahkan lampu dari langit-langit ke dinding. Mama bisa mengerti, kenapa ayah tidak? Mas Faris, dia cuma ada di tempat dan waktu yang salah. Ibu? Ibu tak pernah ada.
Udara Bandung yang sejuk terasa sesak di kamarnya akhir-akhir ini. Pemandangan langit malam dari kamarnya kali ini tak membuat Aida merasa lebih baik. kemarahannya yang tumpah tadi, semakin membuatnya merasa jauh dari kata lega. Masa bodoh! Toh aku selalu salah. Setidaknya tadi aku udah jujur soal perasaanku. Bulir air mata perlahan mengalir menyusuri pipinya yang mulus, lalu gravitasi membuatnya jatuh dan membasahi bantal. Aku merasa sendiri, semua meninggalkanku.
***
Faris berdiri tepat di depan kamar Aida. Tak terdengar suara apapun dari dalam kamar adiknya. Hanya pintu kamar yang masih menyampaikan pesan "Ga Usah Kepo". Kamu selalu menghindar Aida. Pada ibu juga padaku. Beri aku waktu untuk menyambung kembali semua yang terputus sejak perceraian ayah dan ibu. Faris mengambil pensil yang tergantung tepat di pinggir buku kecil itu dan menuliskan sesuatu. Semoga Aida paham, harap Faris.
Lewat celah di bawah pintu, Aida melihat bayangan seseorang berdiri di koridor. Semua yang datang akan pergi. Sudahlah, semua percuma. Bisik Aida putus asa. Dia membalikkan posisi tidurnya membelakangi pintu. Membelakangi semua permasalahannya. Lalu pergi tidur berselimutkan kesepian.
***
"Bu, Aida susah sekali didekati. Dia keras kepala. Ngomongnya pedes kaya sambel," ungkap Faris saat menelepon ibunya
"Sabar, Le. Ini baru beberapa hari. Gimana makanmu di sana?" Ibu menenangkan Faris lalu mengalihkan pembicaraanya.
"Aku dikasih roti dan salad buat sarapan mirip bule, Bu. Hihihi...."
"Apa ga sakit perut?" timpal ibu di seberang sana
"Ga, bu. Untungnya ada bubur," jawab Faris menenangkan ibunya "Meskipun ga seenak masakan Ibu, Mama Sari masak makanan rumah sendiri, Bu. Ada Bi Irah bantuin, sih."
"Mama?" tanya Ibu
"Iya, panggilannya mama," jawab Faris belum paham ke mana arah pembicaraannya. Di seberang sana, ibu menahan rasa sakit yang entah datangnya dari mana.
"Apakah Aida akur dengan ibu tirinya itu?" Ibu bertanya dengan nada menelisik
"Bi Irah bilang Mama Sari sih baik sama Aida. Cuma aku liatnya Aida malah keselnya sama ayah," Faris berhenti sejenak, "dan sekarang, Aida marah sama aku juga. Ga tau salah aku di mana. Tuh kan bu, datang ke sini itu adalah kesalahan," Faris kesal
"Ris," Ibu membuat jeda. Ibu merasa cemburu pada kata "Mama" dan sedih berbicara dengan anak lelakinya tidak berhadapan secara langsung. Semuanya campur aduk. Ibu mengambil napas dalam, sambil mengingat kembali bahwa dirinya sendirilah yang memaksa Faris untuk pergi ke Bandung. "Kamu harus tahan banting. Aida udah lama ga ketemu kamu. Sekarang dia lagi ngambekan, kamu sabar ya, Le. Dekati dia pelan-pelan. Jadilah penghubung masalah Aida dan Ayahmu. Kamu pasti bisa. Ibu do'akan kamu dari sini."

KAMU SEDANG MEMBACA
RESILIENCE "Segalanya Untuk Aida"
Teen FictionFaris terpaksa harus tinggal di rumah Ayah dan Ibu tirinya demi memenuhi tugas yang diberikan ibunya, menjaga Aida, adik kesayangannya. Perceraian kedua orang tuanya beberapa tahun yang lalu membuat Aida kehilangan arah dan terjerumus dalam pergaula...