Part-14 : Arti Sebuah Nama

52 5 0
                                    

Hai..hai..Guys ! Sering dengar nggak seh, apalah arti sebuah nama? Eits..nama itu doa lo. He..he..he...Iya, seperti nama Aida dan Faris mengandung doa dan harapan besar dari ibunya. Yuuk..ikutin kelanjutan kisahnya. Jangan lupa vomentnya ya..makasih

***

"Ayah sayaaang banget sama Aida, kamu tau itu, kan?" kata Ayah membuka obrolan pagi saat mobil berhenti di lampu merah.

Aida diam, dia tak menjawab. Sama seperti mobil-mobil di perempatan lampu merah yang diam karena perintah berhenti. Jika melanggar, mobil itu pastinya akan celaka atau harus berurusan dengan polisi. Aida pun diam tak bicara menahan diri untuk tidak marah karena bicara pun percuma. Dia selalu salah. Ayah akan semakin marah, segala akses menuju hal kesenangannya akan dihentikan, dan itu adalah suatu musibah besar. Pilihan lainnya adalah berurusan dengan "Polisi Mama Sari" yang selalu menegakkan "keadilan" di rumah dengan aturan-aturannya.

"Mama Sari ngaku-ngaku sayang biar bisa nerapin banyak aturan. Boleh pulang telat, asal gak lebih dari setengah jam. Kalau macet gimana? Curiga banget sih, kalo gue ke tempat mural di bawah kolong pasopati itu! Tettooot!! Gue pilih deket Cikapundung tau?! Boleh ngelukis mural, tapi di kamar aja, ya?!" dalam hati Aida menirukan mimik muka mama tirinya versi Picasso. "Ya, Ampuuun! Ya kurang gede lah... Masa mesti gue tutupin pake cat putih terus gue gambar lagi? Karya gue tuh keren banget! Aryo, Niko bahkan Pak Jenderal, pemimpim komunitas mural muji gue. Bokap gue katanya sayang, malah ngelarang. Fun Sucker!" Ternyata Aida berisik sekali dalam diamnya hahaha...

"Ayah sayang Aida, Mama sayang Aida, Faris, ibu sayang Aida. Tapi, gue ga ngerasa disayang. Kalau iya Ayah, Mama, Faris dan ibu sayang gue, harusnya semua yang gue pengen tuh dikabulin. Ya, Se-mu-a-nya!!! Lucunya sekarang gue udah lupa apa yang gue pengenin saking sering banget gue kecewa." Aida melontarkan kata-katanya dalam bisu.

"Aku pengen ikutan Mural, karena itu tempat aku curhat. Aku benci liat ayah dan ibu pisah. Aku benci Mas Faris membiarkan perpisahan itu. Aku benci ibu lebih memilih Mas Faris. Fine! Tapi biarkan aku bikin mural," Ingin sekali Aida memuntahkan kata-kata itu lewat mulutnya.

"Seorang Ayah harus menjaga putrinya. Itulah yang Ayah lakukan sekarang. Ayah ga benci mural, Aida. Mural kamu bagus. Ayah tau kamu punya mural di kamarmu. Tapi satpol PP dan bolos dari sekolah itu udah kelewatan," kata Ayah sambil melajukan kembali mobilnya setelah lampu hijau menyala.

Aida kini diam bukan karena harus berhenti. Tapi, Aida capek. Capek dengerin harapan palsu. "Ayah jagain Aida, Faris jagain Aida. Semua itu omong kosong! Dan saat gue di-bully di sekolah, siapa yang belain gue? Ga ada yang tanya baik-baik sama gue "Kenapa Gue Bolos Sekolah" atau "Ada apa sampai gue dikejer Satpol PP".

"Ayolah... Ayah cuma pengen kamu seneng, itu aja. Jangan ngambek dong. Ayah kemarin bawain kamu oleh-oleh. Sebenernya tadi malem Ayah pengen banget ke kamarmu ngasih oleh-oleh itu, tapi, Mama kamu bilang mending besok pagi aja. Tuh, ada di kursi belakang. Mama kamu yang simpenin di situ. Takut Ayah lupa, katanya." Ayah melajukan mobilnya perlahan sambil menyalakan lampu sign ke kiri, tanda sebentar lagi memasuki drop off parking area sekolah.

Aida diam, tak melirik sedikit pun ke arah kursi belakang. Sesuatu yang bikin seneng Aida tak ada di kursi belakang mobil. Hal yang bikin Aida seneng jauh tertinggal di masa lalu, dan sekarang sudah terlambat buat Aida balik lagi. Ayah udah ga sama ibu, ibu udah bahagia sama Mas Faris. Ibu ga milih Aida, Aida anak buangan. Dan sedihnya gue, sekarang ayah udah ga merhatiin Aida. Ayah udah punya Mama. Begitulah Aida merunut permasalahannya, berulang-ulang hingga jadi benang kusut.

Mobil sudah sampai di drop off parking area sekolah. Aida melepaskan sabuk pengamannya kemudian segera meraih tangan kanan ayahnya untuk pamit bersalaman. Salaman itu sekedar formalitas. Tak ada kata-kata sedikit pun keluar dari mulut Aida untuk berpamitan. Tangan Aida hendak membuka pintu mobil, namun ayah segera mencegahnya.

RESILIENCE "Segalanya Untuk Aida"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang