Part 3 : Aida Ayu Larasati

99 11 4
                                    


Eitss...cepet amat sudah ganti hari...sudah hari ketiga dalam penulisan karma 4 ini....Yuk, bareng-bareng kita intipin kisah selanjutnya. Jangan lupa vomentnya ya, Guys..Makasih. Kali ini jatah nulisku ya..kenalan sama Aida dulu

***

"Sayang, ayo makan malam dulu, papah dah nunggu di bawah, tuh !" Tak ada sautan dari dalam kamar. Perempuan paruh baya dengan paras cantik itu tampak mengelus perutnya yang semakin membesar. Ia mencoba membuka handel pintu di depannya, terkunci. Diketuknya pintu itu sekali lagi, "Sayang....please deh, jangan buat papah marah lagi. Ayolah Nak, turun!" ujar perempuan itu sambil menghela napas panjang.

"Mamah nggak akan turun sebelum Kamu buka pintunya!" Dia bersikeras untuk memaksa orang di dalam kamar membuka pintu. Membayangkan percekcokan yang sering terjadi akhir-akhir ini antara suami dan anak tirinya itu, cukup membuatnya gerah. Dan malam ini Ny.Herdiana Sari nggak ingin mendengarnya lagi.

Sayup-sayup terdengar langkah kaki diseret dari dalam kamar dan telihat handel pintu berputar, pintu terbuka.

"Kenapa seh Mamah maksa banget, Aku lagi nggak pengen makan, nggak laper!" ujar seorang gadis bermata coklat sambil merapikan rambut ikalnya yang sudah sebahu dengan kuncir rambut.

"Udah, lah..Mamah turun aja dulu, nanti kalau Aku laper, gampang bisa ambil makanan sendiri di dapur" Gadis itu hendak menutup pintunya kembali, tetapi gagal karena keburu ditahan oleh perempuan di depannya.

"Aida... jangan begitu, Nak. Kali ini saja, please ikut Mamah turun, kecuali kalau Aida ingin melihat Mamah kena semprot lagi oleh papah."

Ingin rasanya Aida bilang, "So...itu derita, loe...apa masalahnya buat Gue???". Namun ditelannya lagi kalimat itu demi melihat perut mamah tirinya yang semakin membesar. Terbayang pula olehnya selama ini perempuan itu yang selalu menyiapkan segala keperluannya dengan sabar tanpa mengeluh. Dia pula yang sering membelanya ketika kena damprat oleh ayahnya saat dia bolos sekolah atau telat pulang ke rumah. Dia juga yang mengizinkan tembok kamarnya ia coret-coret dengan berbagai macam lukisan mural. Hobi yang selama ini ditentang oleh ayahnya.

Ayah Aida lebih suka anak perempuannya menekuni seni musi dan seni tari. Tak sekali Aida diikutkan les tari di sanggar tari kreasi sunda atau dipaksa ikut les musik piano. Tapi, keduanya tidak ada yang menarik minat Aida. Ia justru memilih mural sebagai hobinya.

Terkadang Aida berpikir, kenapa seh, nggak jahat aja itu mamah tirinya, jadi kan ada alasan buatnya untuk marah-marah sebagai pelampisan kekesalan atas hidupnya selama ini. Derita anak tiri seperti yang tergambar di film-film atau pun sinetron tidak pernah ia dapati dalam dirinya. Bahkan sebaliknya, mamah tirinya begitu menyayanginya, ada maupun tidak ada ayahnya. Huffttt....

Muka Aida yang sedari tadi beku dan ditekuk lambat laun mulai mencair. Ia berjalan mengekor mamahnya.

Aida Ayu Larasati, nama yang kece badai selaras dengan paras dan body pemiliknya. Namun sorot matanya tidak pernah memancarkan keceriaan. Bibir tipis merah jambunya pun jarang menyunggingkan senyum. Dingin, itulah kesan teman-teman padanya. Bahkan tidak sedikit yang menganggap Aida anak yang aneh. Anak yang sibuk dengan dunianya sendiri. Saat istirahat di sekolah tiba, misalnya, Aida lebih banyak menghabiskan waktunya menggambar sketsa di bukunya daripada harus ikut ngobrol haha hihi dengan temannya. Kebiasaan itulah yang membuat Aida sering dibully oleh teman-temanya.

Yupss....Aida memang jago melukis. Tidak sembarang melukis, Aida mahir dalam melukis di tembok, lantai ataupun media keras lainnya. Tanpa seizin mamah dan papahnya, dia bergabung dalam salah satu komunitas Mural di kotanya. Di sana Aida merasa bisa menyalurkan bakat dan sekaligus bisa melampiaskan rasa kesalnya entah pada siapa, ia sendiri nggak bisa mendefinisikannya secara jelas.

RESILIENCE "Segalanya Untuk Aida"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang