"Taehyun?"
Tanpa sadar, aku memanggil namanya. Dia tepat di hadapanku. Matanya berair menahan tangis. Aku baru melihatnya rapuh seperti ini.
"Kau menangis?" Aku tidak tahu, kenapa aku malah bertanya hal itu padanya. Biasanya aku tidak peduli.
Ku lihat ia tersentak dan mulai mengusap matanya. "Ah, mungkin hanya debu lewat dan masuk ke mataku. Aku permisi," ia pergi lagi. Entah kenapa, ia selalu bersifat aneh kepadaku.
"Taehyun-ie!"
Pas sekali, dia datang. Sepertinya ini kesempatan untuk mengatakannya setelah mendapatkan bukti yang kuat dari kakakku.
-𝕾𝖊𝖈𝖔𝖓𝖉 𝕷𝖔𝖛𝖊-
Bel pulang sudah berbunyi, aku berdiri dari bangku ku dan memanggil Hea. "Hari ini, aku akan pulang duluan. Sampai nan-"
"Tunggu Soojin," Hea mencegat lenganku. Kemudian mendekatkan bibirnya. "Taehyun baru saja putus dengan pacarnya tadi pagi."
"Eh?"
Terkejut. Sangat. Baru kemarin mereka berpacaran, tetapi mereka sudah putus? Bagaimana bisa?
"Kau yakin?" Tanya ku kembali, aku tidak langsung percaya. Hea terkadang suka bermain-main, jadi aku tidak bisa mempercayainya. "Darimana kau tahu? Dan sejak kapan?"
"Sudah ku bilang, mereka putus sejak pagi, katanya mantan pacar Taehyun sudah mempunyai kekasih jauh lama sebelum mereka berpacaran." Aku terkejut untuk kedua kalinya. Pagi? Saat aku tidak sengaja menabraknya? Atau sebelumnya? Atau setelahnya?
Hea kembali berbicara dengan suara kecil, takut jika Taehyun dan mantannya itu mendengar kami yang tidak jauh dari tempat ku dan Hea berdiri. "Kata siswi-siswi lain, mantannya itu berpacaran dengan Taehyun hanya karena ingin terlihat populer. Kau tahu 'kan? Akhir-akhir ini, selain kau yang merupakan murid terpintar dan paling rajin, dia mulai terkenal karena jarang berbicara dan nilainya yang naik secara drastis meski tidak kalah dengan nilaimu."
"Benarkah?"
Hea mengangguk, "sudahlah, sekarang ini kesempatan mu untuk mendekati dirimu dengannya."
Aku berpikir, tidak, lebih baik aku tidak lagi menganggunya. Dan, aku harus fokus belajar sekarang. Orangtua ku akan kecewa nanti jika aku tidak fokus untuk ujian. "Tidak perlu, aku harus fokus belajar. Ujian tinggal beberapa bulan lagi, aku pulang dulu ya, sampai nanti!"
"Hei! Hei! Jeon Soojin!" Hea meneriakkan namaku di dalam kelas. Tetapi, aku tidak peduli. Hari ini, aku harus pulang cepat. Ibuku akan pulang sore ini dari luar kota. Beliau sangat sibuk untuk membantu ayah membiayai keluarga, jadi ia ikut bekerja dan membiarkan aku dan kedua saudariku mengurus diri sendiri. Memikirkannya membuat hati ku sesak.
Namun, saat aku berjalan, seseorang menghalangi langkah ku sehingga mau tidak mau aku harus berhenti. "Hei! Kau pikir kau siapa?"
Bully. Aku tidak menyukai hal seperti ini. "Apa aku ada masalah dengan kalian?" Tanyanya ku dengan penuh ramah. Aku tidak suka berurusan hal seperti ini, terlihat kekanakan.
Salah satu dari mereka maju, aku berpikir dia pasti adalah ketua dari kumpulan itu. "Kau pikir dengan menjadi teman Hueningkai, kau bisa menyakiti perasaannya dengan mudah?"
PLAK!
Mataku membelalak. Satu tamparan dapat kurasakan di pipi kananku. Ini pertama kalinya aku diperlakukan seperti ini. "Kau tidak tahu, Hueningkai tersakiti karena perkataanmu tadi pagi bodoh!"
Aku tidak tahu. Dan tidak ingin menahu. Jika Hueningkai tersakiti, bukankah seimbang dengan apa yang kurasakan selama bertahun-tahun menunggunya? Ia bahkan tidak tahu apa yang kurasakan selama ini!
"Sejak kapan kau menjadi tuli, murid paling pintar disekolah ini, huh?! Kau tidak mau membalas?!"
Aku masih diam. Tidak ingin membalas mereka, jika aku memperlakukan hal yang sama, aku juga bisa di bilang tidak jauh dengan mereka. Tukang bully. Maka dari itu, aku hanya bisa pasrah.
Sret-
"Akh!" rambutku ditarik. Sangat sakit, sampai air bening yang ku tahan jatuh begitu saja. Semua murid yang berkumpul hanya melihat kami tanpa ada niat menolong ku. Mereka semua sama saja.
"Kenapa tidak bersuara, huh? Bukankah tadi aku mendengar suara merintih kesakitan? Darimana sumber suara itu?" Aku terus mencoba melepaskan tangannya dari helaian rambutku, sulit sekali rasanya. Dan tenagaku semakin lemah karena semakin lama ia semakin kencang menariknya. Tanpa ampun. "AYO JAWAB AKU!"
"Kau! Lepaskan dia!"
Tangan ku akhirnya menjauhkan tangan kotornya dari rambut ku. Aku menunduk dan memperhatikan beberapa helaian rambut di lantai. Aku yakin, itu pasti berasal dari rambut ku.
"Kim Taehyun?"
Aku mendongak, melihat gadis yang membully ku duluan sedikit terkejut. Dalam hati, aku bertanya-tanya mengapa ia jadi terlihat tegang seperti itu? Apa ia menyerah?
"Ad-"
"Kau, dipanggil ke ruangan kepala sekolah. Silahkan urus dirimu dengan baik, sebentar lagi sepertinya kau akan dikeluarkan dari sekolah ini."
Suara familiar. Tidak, apakah aku sedang bermimpi? Aku menutup pelan mataku dan mencoba berbalik ke belakang dengan pelan. Saat membukanya, aku kaget setengah mati. Kami terlalu dekat!
"Taehyun.."
"Kau tidak apa-apa?" Aku menggeleng dengan cepat. "Syukurlah, anak itu sudah banyak bermasalah walau masih saja suka berulah. Jadi, mau tidak mau aku harus melaporkannya kepada kepala sekolah."
Taehyun berbicara padaku! Ini mimpi 'kan?
"Kenapa diam saja?" Tanyanya menyadarkan lamunan ku segera. Aku menggeleng kembali dan tersenyum.
"Terima kasih, jika bukan karenamu mungkin rambutku sudah habis." Ucap ku. Ia tertawa renyah. Ini pertama kalinya aku melihatnya tertawa bebas seperti itu dengan dekat. Biasanya aku melihatnya dari jauh. Ternyata, saat tertawa ia tetap saja terlihat tampan.
"Tidak masalah, ah, karena kita sekelas dan jarang berinteraksi." Ia mengulurkan tangannya. "Semoga kita bisa berteman baik kedepannya. Perkenalkan, aku Kim Taehyun."
Aku membalasnya, "aku pun berharap demikian." Jantungku berdegup dengan kencang melihatnya tersenyum. "Sa-salam kenal, namaku Jeon Soojin."
Ia melepaskan jabatan kami, lalu berkata. "Nama yang bagus," ucapnya. Wajahku seketika memanas.
Astaga! Dia bisa-bisanya membuat jantungku berdegup kencang disaat-saat seperti ini! Ah, malu sekali.
Dia melihat jam yang berada di pergelangan tangannya, "aku ada kegiatan ekskul, nanti kita harus bertemu lagi dan berbincang lebih banyak. Maaf ya, sampai nanti."
"Ah, iya. Jangan sampai terlambat," ucapku. Ia tersenyum dan melambaikan tangannya, tak lupa aku membalas melambai. Meski kejadian tadi membuatku sedikit kesal, aku bisa kembali tersenyum berkat Taehyun.
Tapi, tunggu.. tadi ia bilang, kita harus bertemu lagi dan berbincang banyak?! Ibu! Sepertinya aku akan menjadi gila karena dia!!!
---
Aku menunggu voment kalian ^-^
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Love | Kang Taehyun
Fanfiction[END] Kau orang yang kedua. Yang selalu membuatku tersenyum dan tertawa akan dirimu. Maaf, aku tidak bisa berhenti mencintaimu. "Saranghae Kim Taehyun." Note : kalau pun ceritanya sudah selesai, upayakan vote dan comment ya 😉😘 © Leyaaa7246, 2021