014

63 14 0
                                    

"KAU HARUS MATI!"

Aku terbangun karena teriakan mendadak yang ada di mimpi ku, ku pikir aku memang sudah tiada. Nyatanya belum, aku masih hidup. 

Mengedarkan pandangan sekitar, sepertinya aku tahu tempat dimana diriku berada sekarang. Ruangan dengan cat warna putih biru muda, tempat tidur dengan selimut, monitor yang berbunyi, bahkan tiang infus pun ada di samping kanan ku. Tapi, ada seseorang yang menarik pandangan.

"Tae–.. hyun," aku memanggilnya. Dia berbalik dengan sedikit keringat di pelipisnya, di dalam pikiran aku bertanya mengapa Taehyun terlihat seperti itu. Wajahnya juga tampak khawatir. "A-ada apa?"

Dia menggeleng, "tidak, kau sudah sepenuhnya sadar? Kau baik-baik saja 'kan?" Aku mengangguk dengan lemas, rasanya badan ku sangat lemah. "Tunggu sebentar, aku panggil dokter untuk memeriksa keadaanmu."

Taehyun pergi, suasana rumah sakit sangat mencekam. Menakutkan, ini mengapa aku terkadang tidak suka rumah sakit. "Hah, menyebalkan." Selagi menunggu, aku menggaruk pelan leher ku yang sedikit gatal. Betapa terkejutnya saat aku merasakan bekas tangan. 

Tapi beberapa saat penasaran ku hilang, dokter dan suster datang bersamaan dengan Taehyun di belakang. Dokter pun memeriksa kondisi ku. "Baguslah, keadaan mu sudah membaik. Terus lah semangat dan jangan sampai memotong nadi mu kembali, hm?"

Aku tersenyum canggung, dokter tersebut akhirnya mendatangi Taehyun dan berbincang sedikit. Sementara suster memperbaiki posisi ku menjadi duduk, "aku senang tuhan mendengar perkataan teman mu. Lagipula, kita tidak tahu kapan keajaiban akan datang. Beristirahatlah, leher mu baik-baik saja kan?"

"Ah, tentang bekas tangan di leher ku, ini darimana? Apakah akan cepat membaik?" Suster tersebut tersenyum tanpa membalas. Aku jadi penasaran, kenapa ada bekas tangan di leher ku? Apa karena itu yang membuatku terbangun? Tapi, siapa yang melakukannya? Tidak mungkin Taehyun bukan? 

Tanpa sadar, Taehyun telah selesai berbicara dengan dokter.  Aku masih sibuk dengan pertanyaan yang terus mengelilingi pikiran, "Soojin."

"E-eoh?" Aku menatapnya dengan mata sedikit lebar, sedikit terkejut. "Ah, aku ingin bertanya. Mengapa di leher ku ada bekas tangan seseorang? Walau terasa samar, tapi aku merasakannya."

Taehyun sedikit terkejut, aku melihat wajahnya. Dia beraksi terlalu cepat sehingga aku dapat membaca ekspresinya. "I-itu,"

Cklek-

"Soojin~!"

"Kak Jungkook! " Kak Jungkook datang, aku merindukannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kak Jungkook! " Kak Jungkook datang, aku merindukannya. Padahal tidak sampai berminggu-minggu dan hanya beberapa hari, mungkin? Aku tidak tahu. "Kakak telat,"

"Astaga, kondisi mu yang seperti ini masih saja mengatakan telat padaku?" Aku tertawa, mimik wajahnya sangat lucu. "Kau sudah merasa baikan? Nara terus mencari mu dari kemarin, tapi karena kau belum sadar aku tidak ingin membawanya."

"Seharusnya tidak perlu dibawa, Nara bisa menangis jika melihat ku seperti ini."

Jika adik bungsu kami datang, semuanya akan rumit. Nara bisa menangis kencang dan mengganggu pasien di kamar lain. Ah, aku baru ingat, aku hanya sendirian disini. Tidak ada pasien siapapun selain diriku. Rasanya sangat sepi dan sunyi.

"Ada apa?"

Aku menoleh mendengar suara kak Jungkook, ku gelengkan kepala dan tersenyum kepadanya. "Tidak apa-apa, apa aku akan lama berada disini?"

"Tidak juga, kau sepertinya tidak suka jika harus berlama-lama disini ya? Bukankah bagus jika kau di–"

"Seperti neraka," aku memotong ucapannya. Terdengar tidak sopan, tapi entah kenapa dua kata itu langsung keluar tanpa permisi. Aku bahkan terkejut dengan diriku sendiri.

"Apa katamu? Seperti–.. Neraka?"

"Tidak, lupakan saja kak." Raut wajah kak Jungkook terlihat cemas. Tapi, aku berusaha menyembunyikan muka ku. Dengan masuk ke rumah sakit sudah cukup bagiku untuk membuatnya khawatir. Jangan bertambah lagi.

Tok! Tok!

Cklek-!

Suara ketukan dan pintu yang terdorong menampilkan seorang wanita paruh baya yang ku rindukan. Melihat senyumannya menjadikan ku merasa seperti orang bodoh karena menyakiti diri sendiri. Tapi, disisi lain aku sangat, sangat, sangat merindukannya.

"Ibu!" Aku merentangkan tangan, membiarkan Ibu ku memelukku sepuasnya. Begitupun sebaliknya. "Ibu terlambat, kenapa lama sekali? Apa pekerjaan diluar sana penting daripada aku?"

Beliau melepas pelukan dan menggeleng, "tidak sayang, justru karena perkerjaan Ibu yang menumpuk di kantor, Ibu rela loh meluangkan waktu untuk anak kesayangan Ibu walau sebentar."

"Sebentar?" Aku menghela napas. Aku sedang sakit, tapi ibu masih mementingkan pekerjaannya?! Apa pekerjaan lebih penting daripada seorang anak? Segitu cintanya Ibu ku pada pekerjaannya? Jika memang tidak, kenapa Ibu ku rela membiarkan anaknya ditinggal bersama saudara-saudarinya yang lain? Aku tahu, beliau bekerja untuk kami. Tapi, tidakkah lebih baik untuk menyempatkan waktu setidaknya satu hari full untuk aku yang sedang sakit disini? Hanya satu hari ini saja, besok aku tidak akan meminta Ibu ku datang lagi. Kalau perlu selamanya.

"Sa–"

"Ibu, aku ingin sendirian sekarang." Nada bicara ku mulai dingin. Aku sudah banyak berdosa. Aku sudah memotong ucapan ibu ku. "Ibu bisa kembali ke kantor," kemudian ku tarik selimut dan berbaring sambil membelakangi Ibu ku. Saat ini mood ku tidak baik hanya karena ucapan beliau.

"Ta–"

"Ibu, sepertinya Soojin butuh istirahat. Bukankah Ibu tengah sibuk akhir-akhir ini? Sebaiknya sekarang Ibu kembali lagi, aku yang akan merawat Soojin disini."

"Tapi, Jungkook, Soo–"

Walau aku tidak bisa melihat, tapi aku yakin. Kak Jungkook berusaha agar membuat Ibu memahami diri ku dan membujuknya untuk kembali ke kantornya. Aku paham, ibu sedang sibuk jadi jarang menyempatkan waktu sekedar bertemu kami. Beliau selalu bermalam di apartemen dekat kantornya dibanding rumah sendiri. Begitupula dengan Ayah. Mereka berdua sama saja. Sama-sama orangtua menyebalkan. Aku tidak peduli jika aku sudah berdosa, lebih baik aku tidur sekarang. Mau tidak mau, hari ini aku harus mengakhiri hari ku dengan mood ku yang buruk.

"Baiklah, Ibu pergi dulu ya. Titip Soojin, jaga dengan baik, hm? Ibu akan kembali dengan cepat."

Cklek

"Ibu sudah keluar, sekarang perbaiki posisi mu seperti semula." Pinta kak Jungkook. Namun aku tidak mengindahkannya. Aku hanya ingin menutup mata dan menikmati mimpi ku malam ini.

Ku dengar dia menghela napas dan mulai berdiri dari duduknya, "kalau begitu, aku keluar sebentar mencari makan ringan, pulang ke rumah untuk mengambil beberapa pakaian, lalu menitipkan Nara ke tetangga. Selamat tidur,"

Kak Jungkook juga pergi. Tinggal hanya aku disini ditemani suara monitor yang tidak ada hentinya, pun sendirian tanpa ada satupun orang.

"Mungkin lebih baik seperti ini. Tidak ada orang yang dapat mengganggu kehidupanku."

Second Love | Kang TaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang