005

101 25 0
                                    

"Aku pul-"

"Soojin sayang~" Aku terkejut melihat Ibu ku tersenyum bahagia sembari memelukku. Ia akhirnya pulang dari luar kota.

"Sejak kapan Ibu pulang? Kenapa tidak mengabari ku?" Tanya ku. Ibu ku hanya menampakkan senyumannya. Tanpa sepengetahuan ku, kakakku memberikan sesuatu di tangan kanan Ibu ku yang ia sembunyikan di belakang punggungnya.

"Tada!" Tas belanjaan berisi novel. Aku terkejut dengan senyuman lebar. "Ibu tidak tahu harus membawa oleh-oleh untuk anak Ibu yang satu ini, jadinya Ibu meminta tolong pada Jimin dan Nara untuk memberitahu apa yang Soojin sukai."

Aku mengambil tas belanjaan yang penuh buku tebal fiksi kesukaan ku. Selain buku pelajaran, aku suka membaca novel fiksi. Dan Ibu ku tidak pernah tahu, atau bisa di bilang beliau lupa. Padahal beliau terkadang sering melihat ku membaca novel di rumah.

Ibu ku mengelus puncak kepala ku, aku langsung memeluknya erat. "Terima kasih banyak Ibu, aku akan belajar lebih baik."

"Tidak perlu, sekarang pun Soojin ku sudah melakukan yang terbaik. Jangan memaksakan dirimu, ya?" Aku tersenyum. Setelah itu meninggalkan keluarga ku ke kamar.

Aku menahan tangis di tangga sampai di kamar. Perkataan Ibu ku tadi, entah kenapa rasanya aku ingin menangis. Beliau dan ayah ku sudah bekerja keras untuk ku dan kedua saudara ku. Memaksakan diri? Aku pikir mereka yang terlalu memaksakan diri bekerja terlalu keras untuk kami bertiga. Aku hanya melakukan tugas ku sebagai seorang anak, belajar dengan rajin.

Aku selalu berpikir, tidakkah mereka lelah dengan semuanya? Sesekali aku menangis, ketika melihat Ibu ku sakit karena terus bekerja. Aku ingin sekali merawatnya, tapi Ibu ku selalu mengatakan agar terus belajar dengan baik. Secara tidak langsung menolak bantuan ku untuk merawatnya.

Tuhan ternyata tidak hanya berpihak padaku, melainkan pada keluarga ku juga. Aku tidak tega melihat kedua orangtua ku yang selalu tersenyum dibalik sakit yang mereka alami selama ini. Rasanya aku ingin sekali menggantikan posisi mereka. Meski aku tahu, bekerja itu lebih sulit dari yang ku bayangkan.

"Aku ingin mengakhiri semuanya, tapi, apa aku bisa?"

-𝕾𝖊𝖈𝖔𝖓𝖉 𝕷𝖔𝖛𝖊-

Di koridor, beberapa murid bergerombolan melewati ku. Sampai aku melihat teman ekskul ku pun ikut berlari. Aku menariknya dan bertanya apa yang terjadi sampai mereka seheboh itu.

"Kau ingat geng perempuan yang suka berulah itu? Mereka sekarang sedang melabrak Soojin."

"Soojin?"

"Astaga, kau tidak tahu? Dia teman kelas mu yang pintar itu! Jeon Soojin, sudahlah, aku kesana dulu. Jangan terlambat ekskul nanti." Ia pergi. Meninggalkan ku yang masih terdiam berpikir.

Aku memang tahu Soojin, tapi tidak tahu nama lengkapnya dan tidak ingin tahu memang. Aku pikir, Soojin pada dasarnya jarang berinteraksi dengan teman-teman kelas yang lain. Kecuali dengan teman sebangkunya, Jung Hea.

Sebuah pikiran terlintas, Soojin dilabrak sekarang bukan? Apa yang geng nakal itu lakukan padanya?

Karena panik dan khawatir, aku mengikuti arah murid-murid ini berkumpul. Sampai aku mendapatkan kerumunan murid-murid melingkar. Langsung saja ku terobos kerumunan itu, tidak peduli dengan siswa lain yang terus mengoceh.

Dan tiba di depan, aku melihatnya, salah satu diantara mereka menarik rambut Soojin dengan keras, sehingga beberapa helai rambutnya jatuh di lantai. Pasti sangat sakit.

"AYO JAWAB AKU!"

"Kau! Lepaskan dia!" Aku memberanikan diri. Jika dia tidak berhenti, kepala Soojin bisa tidak baik nanti. Dia bisa pusing jika terus ditarik seperti itu.

"Kim Taehyun?"

Gadis itu terkejut melihat ku. Kenapa? Ah, karena aku tampan? Iya, aku tahu. Tidak perlu terkejut seperti itu.

"Kau, dipanggil ke ruangan kepala sekolah. Silahkan urus dirimu dengan baik, sebentar lagi sepertinya kau akan dikeluarkan dari sekolah ini." Ucap ku kemudian. Padahal sebenarnya aku tidak memanggil siapapun saat kesini. Tapi, mereka dengan bodohnya percaya dan pergi, sementara Soojin berbalik ke belakang sambil menutup matanya. Dia terlihat lucu meski dengan rambut acak-acakan.

"Taehyun.." ia bersuara. Mata ku menelisik wajahnya, pipi kanannya merah, aku yakin bekas tamparan dari gadis itu. Memang kurang ajar.

"Kau tidak apa-apa?" Dia menggeleng dengan cepat. "Syukurlah, anak itu sudah banyak bermasalah walau masih saja suka berulah. Jadi, mau tidak mau aku harus melaporkannya kepada kepala sekolah."

Anehnya, dia hanya diam tanpa berniat membalas ucapan ku. "Kenapa diam saja?"

Dia tersentak kaget, pasti melamun. "Terima kasih, jika bukan karena mu mungkin rambut ku sudah habis." Ucapnya. Dan berhasil membuatku tertawa renyah. Aku tidak tahu, apakah itu lelucon yang sangat lucu sampai membuat ku tertawa?

"Tidak masalah, ah, karena kita sekelas dan jarang berinteraksi." Aku mengulurkan tangan ku. "Semoga kita bisa berteman baik ke depannya. Perkenalkan, aku Kim Taehyun."

Dia membalas uluran tangan ku dan berkata, "aku pun berharap demikian. Sa-salam kenal, namaku Jeon Soojin."

Tanpa sadar aku berkata, "nama yang bagus." Wajahnya tiba-tiba memerah, sangat lucu. Aku ingin tersenyum, tapi ku tahan.

Dan bodohnya, aku melupakan kegiatan ekskul. Aku melihat arloji yang menghiasi pergelangan tangan kanan ku, "aku ada kegiatan ekskul, nanti kita harus bertemu lagi dan berbincang lebih banyak. Maaf ya, sampai nanti."

Aku melambai padanya, ia melakukan hal yang sama. Tanpa sadar, aku tersenyum. Dia ternyata orang yang ramah. Aku baru tahu, bahwa ada orang yang semanis dan selucu dirinya.

Second Love | Kang TaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang