Hari sudah gelap dan jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh. Matahari yang tadinya memancarkan sinarnya kini berganti menjadi cahaya bulan. Langit malam yang diselimuti oleh kegelapan itu hanya ada bulan yang menjadi satu-satunya cahaya karena para bintang-bintang tidak menampakkan wujudnya.
Di jalan yang sepi itu, Prinsha masih memakai seragam sekolah. Ia berjalan dengan mengendap-endap agar tidak menarik perhatian para tetangga yang sudah mengurung diri mereka di rumah. Sebisa mungkin Prinsha tidak mengeluarkan suara agar para anjing di komplek perumahan itu tidak menggonggong.
Sengaja Prinsha menyuruh Reja mengantarnya hanya sampai di perempatan dekat perumahan karena ia tidak ingin ada yang tahu kalau ia pulang saat hari sudah malam. Ia tidak ingin Mareta sampai tahu kalau ia belum di rumah. Hari ini sebisa mungkin Prinsha menghindari keributan. Ia ingin tenang malam ini, hanya malam ini saja.
Sesampainya Prinsha di rumahnya yang sangat besar dan megah itu, Prinsha mendekati pintu utama dan mengintip di celah-celah jendela yang tidak tertutupi gorden. Ia melihat Mareta tampak berteriak memanggil namanya. Mareta pasti akan segera masuk ke kamarnya.
“Gawat,” desisnya lalu berjalan cepat menuju belakang rumahnya. Biasanya ia akan memanjat balkon kamarnya saat keadaan genting seperti ini. Prinsha celingak-celinguk mencari tangga yang biasanya ia pakai untuk naik, tetapi ia tidak bisa menemukan tangga itu.
“Pasti diambil tukang kebun,” tebak Prinsha. Siapa lagi yang akan mengambil tangga itu jika bukan tukang kebun rumahnya? Ia rasa Mareta tidak mungkin mau menyentuh tangga yang cukup kotor itu.
“Gue naiknya gimana, anjir?” Prinsha menatap ke atas dan melihat balkonnya lumayan tinggi. Ia rasa ia tidak bisa memanjat tanpa bantuan tangga.
“Prinsha! Prinsha! Keluar kamu!” Terdengar suara teriakan Mareta yang disusul dengan suara gedoran pintu. Mareta pasti sudah ada di depan kamar Prinsha.
Prinsha mendongak ke atas sambil menggigit kukunya dan mencari cara untuk naik ke balkon. Matanya menyapu sekeliling, berharap menemukan benda yang bisa membantunya naik. Tak lama kemudian, pandangannya berhenti di sebuah pipa yang berada di dekat balkonnya.
“Putus gak ya? Enggak deh kayaknya, gue kurus, gue gak berat,” kata Prinsha lalu mencoba memanjat pipa itu walaupun sedikit kesusahan. Namun, berkat tubuhnya yang sering dilatih kekuatannya oleh Prinsy, ia menjadi bisa naik.
Saat di tengah-tengah perjalanan naik, tiba-tiba suara Mareta lebih keras dari sebelumnya dan itu artinya Mareta sudah berhasil membuka pintu kamarnya dengan kunci cadangan. Prinsha langsung mempercepat gerakannya hingga berhasil sampai di balkon.
Prinsha segera mengacak-acak rambutnya dan juga membuat pakaiannya berantakan. Kemudian ia mengusap-usap matanya hingga matanya sedikit merah, seperti orang bangun tidur. Sementara tasnya langsung ia sembunyikan di sebuah kotak yang kebetulan ada di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
MISS APPLE (END)
Teen FictionPrincess Roula Itaran Navida Sarona Hansela Agalori atau yang sering dipanggil Prinsha, disingkat menjadi Prinsha. Dia mudah tertawa, mudah tersenyum, dan juga mudah tersakiti. Hari pertama sekolah, ia memacari orang yang bisa menghafal namanya yan...