🍎43🍎I Hate My Life

801 156 50
                                    

WARNING! JANGAN NGINTIP AKHIR YA! JANGAN SPOILER JUGA! YANG NGELAKUIN ITU NTAR BINTITAN WKWKWKWK 😂 CANDA ELAH

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

WARNING! JANGAN NGINTIP AKHIR YA! JANGAN SPOILER JUGA! YANG NGELAKUIN ITU NTAR BINTITAN WKWKWKWK 😂 CANDA ELAH

🍎🍎🍎

Prinsha menaiki beberapa anak tangga dengan cepat. Tangga itu membawa Prinsha ke sebuah rooftop yang ada di rumah sakit tempat Mareta dirawat. Prinsha marah pada dirinya sendiri karena harus menjalani hidup yang begitu menyedihkan. Prinsha benci harus menghadapi banyak masalah selama ia hidup.

Menangis, hanya itu yang bisa Prinsha lakukan saat ini. Bukan karena lemah, tetapi menangis bisa membuatnya sedikit lega. Ia mendongak dan menatap langit yang sangat cerah. Matahari memancarkan cahaya terang sehingga Prinsha tidak kuat menatapnya dan berakhir menutup matanya, membiarkan sinar matahari mengenai wajahnya.

“Gue pengin bahagia!” teriak Prinsha yang masih memejamkan matanya. Ia menangis terisak-isak, berharap sesak di dadanya hilang begitu ia meluapkan semua rasa sakitnya dengan menangis.

“Kapan gue bahagia? Semua masalah dateng ke gue dan gak mau pergi! Gue pengin hidup tanpa beban! Gue mau bahagia!”

Prinsha membuka matanya sambil mengusap air matanya. Ia merasa pusing akibat memejamkan matanya di bawah terik matahari. Namun, rasa pusing tidak membuat Prinsha mengurungkan niatnya untuk berjalan mendekati pembatas rooftop. Ia menatap ke bawah, sangat tinggi.

“Apa di kehidupan gue selanjutnya bakalan jadi orang bahagia? Kalau nanti gue bakal bahagia, gue rela pergi sekarang,” kata Prinsha sambil tersenyum miris.

Perlahan ia naik ke pembatas rooftop dan duduk di sana. Kakinya ia biarkan menggantung ke bawah dan kedua tangannya memegang pembatas yang ia duduki. Matanya terus menatap ke bawah sambil menyunggingkan senyumnya.

“Gue hampir bunuh mama tiri gue. Gue gak berhak bahagia di kehidupan gue sekarang ataupun di kehidupan nanti. Dosa gue besar banget. Tuhan pasti bakal kasih gue hukuman berat,” ujar Prinsha. Ia masih tersenyum, tetapi bibirnya bergetar karena menahan tangisan.

Prinsha merubah posisinya menjadi berdiri dengan perlahan. Ia merentangkan kedua tangannya dan mendongak ke atas dengan mata tertutup. Jika ada dorongan sedikit saja, Prinsha pasti langsung terjatuh. Prinsha tidak takut karena ia sudah menyerah akan hidupnya.

“Mau mati lo?”

Seseorang berbicara dengan ketus ketus. Prinsha langsung membuka matanya karena ia sangat mengenal si pemilik suara tersebut. Namun, ia menepis pikiran itu karena ia mengira dirinya sedang berhalusinasi sebelum pergi.

“Mau lompat?”

Suara itu lagi. Kini Prinsha yakin kalau ia tidak berhalusinasi. Ia menurunkan tangannya dan membalikkan badannya dengan perlahan. “Jey,” lirih Prinsha sambil tersenyum. Walah bibirnya tersenyum, air matanya tetap mengalir membasahi pipinya.

“Gue ikut boleh?” tanya Jey sambil berjalan mendekat.

Prinsha menggeleng-geleng cepat. “Stop! Jangan ke sini!” bentak Prinsha. Jey menurut dan berhenti beberapa langkah dari tempat Prinsha.

MISS APPLE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang