17

1.4K 120 20
                                    

Sebuah bagau kertas yang terlihat usang menjadi pusat perhatian nya, matanya menatap sayu benda penuh kenangan itu.

bukan gitu caranya, tapi gini nih

engga..engga, aku mau warna biru

itu punya aku Ly

tapi bangau punya kak Titi jelek, aku mau buat yang baru

Tiara tersenyum, kenangan sederhana itu terasa berharga saat ini.

"Non.."

Tiara menoleh dan ternyata Bi Narti sudah berdiri di depan pintu.

"Di panggil Bapak ke ruang kerjanya"

"iya Bik, nanti Titi kesana"

Bi Narti hanya tersenyum lalu pergi, Tiara meletakan bagau kertas itu di atas nakas sebelum akhirnya ia pergi nemui Ayahnya.

Luas dan berantakan, itulah kesan pertama Tiara saat melihat ruang kerja Ayahnya, entahlah ia tak begitu paham dengan pekerjaan ayahnya tapi yang iya tau Sang Ayah sangatlah seseorang yang gila kerja.

"gimna keadaan adik kamu, Ayah..."

"masih ada urusan jadi ga sempat ke rumah sakit dan besok akan ke luar kota lagi, gitu kan?" ucap Tiara.

Andrian terdiam dan menatap putri sulung nya itu, semua yang diucapkan Tiara sangatlah tepat.

"Ayah ga perlu khawatir, selama ini aku bisa mengatasi semua masalahku sendiri"

"bukan begitu nak, Ayah cuma minta pengertian kamu, nanti kalau urusan Ayah sudah selesai, Ayah janji pasti akan luangin waktu untuk kalian"

"aku ga butuh itu, Aku bukan anak kecil yang merengek minta perhatian, aku cuma mau Ayah ada untuk Lyodra, tebus kesalahan Ayah yang dulu pada Lyodra dan Mamanya, bukankah selama ini mereka harus terima di nomer duakan oleh Ayah?"

Tiara berjalan, ia menatap lekat Ayahnya dengan mata yang berkaca.

"Ayah tau?, yang aku rasa, aku dan Lyodra itu buah dari kesalahan Ayah bukan dari rasa cinta Ayah"

Andrian termenung, putri kecilnya kini sudah beranjak dewasa, ia menyesali semua kesibukan nya selama ini dan kesalahan nya yang harus menyeret anak-anak nya pada masalah yang besar.

"maaf nak"

"bukan maaf ayah yang kita mau, tapi kejadiran ayah, Ayah tau? Lyodra lumpuh!, ayah boleh tutup mata dan telinga Ayah tentang aku, tapi jangan untuk Lyodra!" tegas Tiara lalu pergi setelah air matanya lolos begitu saja.

begitupun Andrian, air matanya langsung menetes, ia seperti berkaca pada dirinya sendiri, sikap keras kepala dan tegas miliknya benar-benar mengalir pada putri sulungnnya itu.

***

Tiara masih setia menunggu Lyodra, setelah pertengkaran nya dengan sang Ayah, Tiara memutuskan untuk menemani Lyodra karen ia tahu Ayahnya tak cukup waktu untuk itu

"ngh..."

Tiara menoleh pada Lyodra yang terbangun.

"hai" sapa Tiara dengan senyuman manis yang jarang sekali ia berikan.

Lyodra melirik pada tangan nya, masih sama sekali tak bisa ia gerakan, bahkan kini pandangan mata kanan nya semakin kabur.

Lyodra menghela nafas lelah nya, ingin rasanya ia menangis tapi untuk apa, dari awal ia sudah tau ini akan terjadi kepadanya, yang ia sesalkan adalah kenapa harus ada kenikmatan yang Tuhan ambil setelah ia mulai merasakan kebahagiaan di hidupnya.

Melodi TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang