Valencia Jineva Aryesha
Aku menggelengkan kepala melihat pemandangan di depanku, betul apa kekhawatiran Teh Windy tadi. Sekarang terbukti dengan Airy yang lututnya terluka.
"Kok bisa sih Airy luka begini?! KALIAN TUH KALO BECANDA YANG BENER MAKANYA!" omel Bang Khafi membuat terkejut 3 kakakku, termasuk diriku juga sih.
"Bawa kemobil aja, sekarang kita pulang aja nanti sampe rumah takutnya kemalaman," usulku daripada masalah disini semakin runyam lagi.
Bang Khafi langsung mengangkat Airy kedalam mobil lalu kami mengikuti mereka dari belakang.
Sesampainya di rumah, ibuku langsung panik melihat lutut Airy yang terluka. Tak lama Bang Cakra dan Bang Amta keluar.
"Ada apa?" tanya mereka berbarengan.
"Adikmu luka nih. Misha sayang tolong ambilin kotak obat ya buat ngobatin adikmu nih," ujar ibu kepada Misha yang sepertinya sedang membantunya tadi di dapur membuat makan malam.
Tak lama aku melihat Misha yang membawa kotak obat, disebelahnya ada Luvita yang sedang meminum kopi turut hadir keruang tamu.
"Nih bu," ujar Misha, adikku yang ke-1.
Ya, setelah aku lahir Misha menyusulku kedunia ini diikuti oleh Luvita, Chairil, Yaffa, dan terakhir Airy.
Ibuku langsung mengambil kotak obat yang disodorkan oleh Misha dan langsung membukanya.
"Ambilin air dong, ini harus dibersihin du-" belum sempat ibuku menyelesaikan kata-katanya Yaffa sudah datang membawa mangkuk kecil berisi air dan handuk lalu meletakkannya keatas meja.
Setelah itu Yaffa kembali masuk kedalam kamar miliknya, entahlah kadang adikku yang itu memang sifatnya sedikit aneh.
Suara tawa terdengar dari arah tangga membuat kami beberapa langsung menoleh kearah, disana terlihat Reno dan ayahku yang seperti baru selesai bermain game bersama dikamar Reno.
"Ada apa?" tanya Reno melihat kearah kami.
"Kalian langsung keruang makan aja deh, duh ibu ribet nih dari tadi noleh mulu," ujar ibuku sembari mengibaskan tangannya.
Di sana hanya ada ibuku dan Teh Windy saja yang menunggu, sisanya langsung menuju keruang makan.
Aku sendiri berjalan ke kamar Yaffa yang berada di lantai satu, sangat dekat dengan dapur dan ruang makan.
"Yaf, ayo makan. Kalo udah selesai keluar ya," ujarku mengetuk pelan pintu Yaffa.
Tak lama aku melihat Yaffa yang keluar dari kamarnya, kami langsung menyusul yang lain kearah ruang makan.
Tak lama ibuku, Teh Windy, dan Airy menyusul dengan Airy yang dibantu mereka untuk berjalan kearah kami.
"Ayo doa dulu," ujar ayahku. Nama ayahku Kemal Benyamin, orang betawi.
Selesai makan malam, aku langsung masuk kedalam kamarku. Sebelum tiduran dikasur aku mandi dulu karena tadi ketika pergi aku hanya mengganti baju saja.
Saat keluar dari kamar mandi, pintu kamarku diketuk yang bisaku dengar itu adalah suara Bang Cakra.
"Ada apa bang?" tanyaku setelah membukakan pintu buat Bang Cakra.
"Bantuin abang pilih baju dong de. Abang ga ngerti yang bagus-bagus gitu," ujar Bang Cakra membuatku mengernyit.
"Emangnya abang mau kemana? Tumben banget peduli sama style gitu?" tanyaku sembari menutup pintu dan naik keatas.
Di lantai 3 hanya ada kamar Bang Cakra dan Bang Amta saja. Setibanya dikamar ternyata sudah ada Bang Amta dan Kak Tari.
"Ini pilihan kakak, Nev. Kalo menurut kamu gimana? Menurut kakak sih ini cocok buat jalan sama cewek," ujar Kak Tari setelah Bang Cakra menutup pintu kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMISTAD || TWICE [ongoing]
Fanfiction"Yakin masih mau pertahanin persahabatan ini? Ini mah udah hancur," Nala bertanya dengan menatap sahabatnya satu-persatu. "Kalo kayak begini terus, gue ga kuat!" lalu dia memegangi dadanya dan air mata terjun kembali kepipi melalui matanya. "Lo gila...