Mizel melangkahkan kakinya menuju kedepan kelas saat dosen menyebutkan namanya. Mizel langsung mengambil kertas yang disodorkan oleh dosennya tersebut.
"Semuanya, ayo beri tepuk tangan untuk Rachelica karena nilai dia yang paling tinggi," ujar Pak Setyo, dosen yang mengajar Mizel kepada manusia di kelas.
Tak lama terdengar suara tepuk tangan yang bergemuruh menggema di ruang kelas tersebut. Mizel langsung berdecak di dalam hati karena suara bising yang dihasilkan oleh orang-orang di sini.
Gadis itu kembali duduk ditempat semula yang tadi dia duduki. Tak lama kelas dibubarkan, Mizel sendiri langsung berjalan kearah gerbang.
Sebuah mobil sudah terparkir di sana. Sedangkan di luar mobil terdapat seorang lelaki tua yang bertugas mengendarai mobil tersebut, saat melihat Mizel datang dirinya tersenyum.
"Non udah keluar? Bapak di suruh jemput Non Ajel tadi sama Tuan besar untuk mengantar kerumah," balas Pak Muh, supir pribadi keluarga Mizella.
"Ada urusan apa papi minta aku pulang? Ada yang pentingkah?" tanya Mizel setelah mendekat kearah Pak Muh.
"Bapak kurang tahu neng, kalo begitu ayo masuk. Neng mau kekost neng dulu untuk ngambil barang?" tanya Pak Muh dibalas gelengan oleh Mizel.
Pak Muh mengangguk lalu membukakan pintu untuk Mizel, sebenarnya Mizel bisa membuka pintu mobil sendiri. Tapi karena itu peraturan dari Georfano—ayah dari Mizel, maka dirinya hanya bisa menurut saja.
"Nona, apa kabar? Bapak udah lama ga liat non, ternyata udah semakin dewasa aja. Gimana kuliahnya, non?" tanya Pak Muh sembari melihat dari kaca spion tengah.
Mizel menghela napasnya, "Ya tidak seperti apa-apa Pak. Aku di sini sih ya ga banyak berubah, lingkunganku juga ga terlalu buruk. Tapi lebih baik daripada di rumah."
Pak Muh tertawa, "Nona masih marah sama kejadian 7 tahun lalu? Itukan juga buat kebaikan nona sendiri. Tuan besar tidak mau Non Ajel terluka," balas Pak Muh kepada Mizel.
Mizel mengalihkan pandangannya keluar jendela, dia bisa melihat rintikan air yang berjatuhan di bumi. Sepertinya akan sangat bahagia jika dirinya bisa bermain di bawah rintikan hujan tersebut, kan?
Mizel kembali menoleh kearah Pak Muh saat mendengar lelaki tua itu kembali berbicara. "Bapak minta maaf ya karena dulu ga bisa jagain Non Ajel dan ngebuat non jadi seperti ini," ujar Pak Muh membuat Mizel berdecak.
"Bukan salah bapak sepenuhnya, bapak engga perlu minta maaf berulang kali sama aku. Lagi pula masalah itu sudah ditangani oleh papi," balas Mizel seraya menyilangkan tangannya.
"Tapi semenjak kejadian itu sikap Non Ajel berubah derastis. Bahkan sekarang Non Ajel lebih jarang berbicara, tidak seperti waktu kecil dulu," perkataan Pak Muh membuat Mizel terdiam sesaat.
"Bukan karena masalah itu aku berubah seperti ini. Tapi karena menurut aku, diam jauh lebih baik. Aku hanya capek aja kalo terus berbicara seperti dulu, rasanya benar-benar melelahkan harus membuat orang lain tersenyum," balas Mizel lalu memejamkan matanya.
Pak Muh memperhatikan Mizel dari kaca spion. Kasihan sekali Mizel jika dirinya mengingat tentang kenangan pahit gadis tersebut 7 tahun lalu.
2 jam perjalanan akhirnya Pak Muh berhenti disebuah rumah megah bak istana. Mizel langsung melangkahkan kakinya turun. Di sana dirinya langsunv disambut oleh Sandra, maminya.
"Eh sayang kamu udah datang. Kamu langsung makan dan istirahat ya. Nanti malam keluarga kita ada pertemuan makan malam," ucap Sandra membuat Mizel mengernyit.
"Dengan siapa?" tanya Mizel singkat.
"Calon istri dari kakakmu. Kakakmu sudah menemukan calon istrinya," balas Sandra membuat Mizel mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMISTAD || TWICE [ongoing]
Fanfiction"Yakin masih mau pertahanin persahabatan ini? Ini mah udah hancur," Nala bertanya dengan menatap sahabatnya satu-persatu. "Kalo kayak begini terus, gue ga kuat!" lalu dia memegangi dadanya dan air mata terjun kembali kepipi melalui matanya. "Lo gila...