Bab 52 : Berpikir keras

13.6K 960 432
                                    

Happy reading

Jejak ya manis!

Merogoh saku, mencari sesuatu. Pematik dengan sebatang rokok. Menghidupkan api, mendekatnya ke putung rokok, menyudut rokok tersebut dengan segera. Kepulan asap mulai memenuhi seluruh ruangan.

Helaan napas terdengar panjang. "Capek." Bakti menyandarkan punggung ke tembok. Ia sekarang tengah berada di balkon rumah.

Setelah kejadian tadi di sekolah. Memutuskan untuk pergi ke rumah. Kebetulan, kedua orang tua sedang pergi ke luar kota. Jadi, Bakti tak perlu takut jika ketahuan tengah merokok. Melirik ke arah langit malam yang bertabur bintang. "Gue nyerah. Gue gak bakal berjuang lagi! Semua cukup sampai di sini," lirih lelaki tersebut dengan rambut basah akibat habis mandi.

Mengacak rambut basah dengan gerakan  sedikit kasar. "Ahhh! Kenapa jadi rumit gini!" Suara lantang keluar dari mulut Bakti. Ia nampak begitu frustrasi, tak tahu harus berbuat apa. Yang pasti, ia lelah. Dan ingin mengakhiri semua drama. Jika bisa, mungkin Bakti tak ingin dilahirkan jika harus dihadapkan dengan masalah yang membuat ia bingung setengah mati.

Mata Bakti refleks terbuka, telinganya tajam dan masih berfungsi. Langsung menyorot ke bawah tepatnya di halaman rumah. Ia mendengar sesuatu dari bawah, seperti benda jatuh atau … seseorang yang secara tidak sengaja menjatuhkan benda. Matanya menyipit, mencoba menelaah sekitar area. Ketemu! Seseorang berjaket abu-abu dengan tudung juga berwarna abu-abu.

"Woi! Siapa lu!" sentak Bakti.

Dari balik jaket tersebut nampak menegang, ia menutupi mulutnya dengan tangan, lalu menatap Bakti, segera pergi dari sana.

"Sial!" umpatnya dari balik tudung, segera menjauh dari kawasan. Takut ketahuan.

Bakti yang melihat dia mulai menjauh segera turun tangan, bergegas turun ke bawah guna menghadang manusia misterius. Sudah lama ia tak mendapat surat. Mungkin, ada hubungannya dengan orang berbaju abu-abu ini. Ah, ralat, jaket.

"Heh lu jangan kabur!" teriak Bakti sesudah sampai di halaman, ia berlari ke arah terakhir melihat lari sang jaket abu-abu.

Berdecak dengan kesal. "Sial, dia lolos!" geram Bakti ketika tidak menemukan sesuatu yang bisa membantu.

"Cepat cari, Bak! Dia pasti ga bakal jauh!" tekad pria tersebut mulai menyusuri setiap sudut halaman. Mencoba mencari sesuatu yang terlihat mencurigakan.

Tidak ada. Ia kehilangan jejak untuk kesekian kali. Kenapa sosok itu begitu sulit untuk ditebak? Jalan mainnya terlalu halus hingga membuat otak Bakti buntu mendadak. "Itu orang ngilang ke mana, anjir!" cetus Bakti masih setia menyusur setiap detail lingkungan yang sedang ia pijak.

Bakti memutuskan untuk keluar dari rumah, alias membuka pagar rumah. Siapa tahu di sana ada jejak yang ditinggalkan sosok jaket abu-abu. Sekaligus mencari celah bagaimana akses masuk sosok tersebut. Rumahnya dikelilingi pagar. Tidak mungkin kan ia memanjat? Untuk apa senekat itu? Pagarnya juga tinggi. Apa masuk akal dia seorang perempuan? Kecuali ia perempuan yang—ah, entahlah. Berbagai spekulasi berkumpul di kepala. Membuat kepala Bakti makin bertambah pusing.

Sesampainya di sana, Bakti melihat kiri, kanan. Tidak terdapat orang. Tanpa diduga, matanya tertuju ke tempat sampah yang sedikit terbuka. Mendekat ke arah tong sampah dengan alis yang sedikit mengkerut. Ya! Dia menemukan gumpalan kertas kecil seperti biasa.

Membuka dengan segera lalu membaca dengan keras. "Hai, Romeo. Aku pikir kamu bahagia bersama dia. Aku sudah mulai menyerah untuk mencintaimu dan belajar melepaskan. Tapi, ternyata salah. Maka dari itu, izinkan aku menghapus bagian duka di hidupmu."

Secret boyfriend☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang