happy reading
"Selamat pagi Pangeran! Masih betah tidurnya? Mimpinya indah, ya? Sampe gak ada niatan buat bangun, gitu? Demi Tuhan, aku rindu sama kamu. kok, kamu ngangenin, sih? Ah, percuma, gak direspons," adu Bilqis mengeluh, menaruh buket bunga mawar yang selalu ia beli setiap pagi ketika ingin mengunjungi Bakti. Tak pernah bosan membawa bunga tersebut, membuat ruangan Bakti penuh dengan buket Bunga Mawar dari yang ukurannya mini sampai ke besar.
Menghela napas dengan lelah, duduk di samping Bakti memasang wajah sendu. "kapan bangun? Gak rindu aku? Gak mau ngomel? Aku gak ada belajar dari kemarin, padahal besok udah mulai ulangan kenaikan kelas," curhat gadis berambut sebahu tergurai rapi dengan mengenggam tangan milik Bakti.
Wajah pucat pasi, bibirnya kering, hidungnya dibantu dengan alat pernapasan dilengkapi perintilan-perintilan alat penunjang hidup yang lainnya. "Kamu tidur aja udah ganteng. Apalagi bangun, ayo bangun! Ini udah lima belas hari, tapi kamu masih betah tidur mulu, Kebo!" Bibir Bilqis mengerecut dengan kesal, berharap Bakti mendengarkan semua keluh kesah yang ia ceritakan hari ini.
Hari ini adalah hari ke lima belas setelah kejadian kemarin, tapi Bakti masih saja enggan untuk membuka mata. Pihak keluarga juga sudah mulai melepaskan Bakti karena lelaki tersebut seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan untuk bangkit. Jujur, Bilqis tidak pernah mau hal ini terjadi di dalam hidup. Jika bisa, ia memilih yang terbaring di brankar adalah dirinya. Bukan, Bakti.
"Aku mau cerita. Pelaku kemarin masih diselidiki, entah gimana caranya. Sejauh ini belum ada tanda-tanda jejak yang dia tinggalin. Kamu kira dia pelakunya siapa?" Bilqis kembali berbicara setelah beberapa saat berdiam diri, menutup mulut.
Hening. Tidak ada sahutan dari lawan bicara. "Hahaha, bego, ya? Bicara sama orang yang sama sekali gak sadar. Gak papa, kata Pak Dokter, aku harus sering-sering ngajak kamu bicara biar cepat sadar. Tapi, ini udah setengah bulan aku nunggu, ngajak kamu bicara, curhat tiap hari, kenapa kamu masih belum sadar juga?" Menghela napas panjang, mengusap wajah dengan kasar.
"Kamu tau? Aku rindu hehe, cepat balik. Aku kangen suara kamu kalau marah, kangen semua tentang kamu. Gak ada yang ngehukum aku kalau telat, gak ada yang ngasih aku makan kalau aku lapar. Balik! Aku selalu nunggu kamu," tambah Bilqis dengan wajah sendu, tak terasa air mata mengalir begitu saja dengan begitu mulusnya.
Mengusap sudut mata yang mengeluarkan cairan. "Kamu kok ngambeknya lama? Sampai gak mau liat aku? Kamu gak kangen apa?" Menarik napas dalam-dalam. "Benar kata mereka, aku bakal ngerasa kehilangan kalau udah ditinggalin. Ya, aku gak munafik, aku rindu kamu."
Memejamkan mata sejenak. "Capek, capek nungguin kamu. Kapan bangunnya? Katanya gak bakal ninggalin, kok, sekarang ninggalin? Bohong, ya?" Bilqis menatap Bakti yang terbaring di sana dengan tatapan sinis.
Menyilangkan tangan di dada. "Bangun atau aku ngambek!" ancam gadis tersebut sesekali mencuri pandang ke arah Bakti.
Tertawa dengan sumbang. "Bodoh. Kamu gak bakal bangun karna kamu lagi ngambek lama sama aku," imbuhnya kembali menoleh ke arah Bakti, menatap dengan binar mata yang meredup. "Pengen tau, mimpi apa kamu di sana? Sampai gak mau balik lagi. Apa perlu aku ikut ke sana?! Ah, jangan, deh, nanti gak ada yang jaga kamu," protes Bilqis dengan tangan menopang di dagu, menatap intens Bakti.
Klik ….
Pintu ruangan terbuka, Bilqis segera menoleh melihat siapa yang telah berkunjung, Hakim.
"Loh, Abang gak sekolah?" tanya Bilqis heran, melihat abangnya—Hakim berpakaian dengan santai serta casual.
Hakim menggeleng. "Enggak, gue mau jaga Bakti, gantian! Lu udah sering bolos, sekarang gue lagi yang jaga terus lu cabut, pergi ke sekolah, noh," ungkap Hakim melirik Bilqis, adiknya, yang sudah rapi memakai seragam sekolah tapi masih setia berada di rumah sakit, apalagi kalau bukan alasan untuk menjaga Bakti.
"Tapi nanti Bakti giman–"
"Ada gue, ngapain takut? Lagian dia gak bakal lari juga," cegat Hakim dengan sigap memotong kalimat milik Bilqis. Ia tahu, pasti anak satu ini akan mengeluarkan seribu jurus alasan agar diberikan izin membolos. Sudah terhitung sepuluh hari anak nakal alias adiknya bolos sekolah. Hakim hanya takut, Bilqis tidak naik kelas karena terlalu sering cabut dari pelajaran.
"Abang gue mau jaga Bak–" Ucapan Bilqis kembali dipotong oleh Hakim.
"Sekolah atau lu gak boleh datang ke sini lagi?!" Hakim melirik Bilqis dengan santai lalu mengalihkan pandangan ke samping Bilqis, Bakti. "Bakti bakal gak seneng kalau kelakuan lu gini! Dia gak pernah ngajarin lu jadi kayak gini, kalau dia bangun, pasti bakal marah sama lu," tutur Hakim berusaha menghasut agar Bilqis mau pergi ke sekolah.
"Bukannya apa, Qis. Lu udah sering bolos. Lu mau buat Papa sama Mama kecewa kalau nilai lu nurun?! Lu gak kasian sama mereka yang udah cari uang cuman buat nyekolahin lu? Gue tau, lu mau sama Bakti. Tapi, pikirin juga masa depan lu. Gak ada penolakan! Lu kudu pergi sekolah hari ini!" tegas pria berpakaian santai itu dengan menatap tajam Bilqis.
Bilqis menatap Bakti dengan tak ikhlas, ia masih ingin bersama tunangannya. Tapi, apalah daya, Hakim benar-benar tidak pernah main-main dengan ucapan. "Huh, iye, iye, gue pergi! Puas lu?! Dasar gak peka! Kesel gue ma lu!" sentak Bilqis dengan sedikit menyonyongkan bibirnya ke depan beberapa centi.
"Yaudah sana, pergi! Hus … hus! Keburu telat, tuh! Pakai motor gue aja bisa, gak? Biar cepet," saran Hakim dengan sedikit tak yakin. Itu motor kesayangannya, kan, mampus kalau terjadi apa-apa. Ia tak khawatir dengan Bilqis, sebab adiknya ini manusia kuat. Malah yang membuatnya khawatir adalah, kalau motor miliknya lecet. Demi apapun ia lebih khawatir itu ketimbang Bilqis.
Menopang tangan di dagu. "Kayak bisa, deh. Siniin kuncinya!" ungkap Bilqis dengan segera menyambar kunci yang berada di tangan Hakim.
"Hati-hati! Tu motor kesayangan gue! Awas aja ampe lecet, gue gorok lu ya, oneng!" peringat Hakim dengan menatap Bilqis tajam.
"Iye, iye, bawel, ah," sahut gadis rambut tergerai itu dengan memutar mata malas. Sebelum pergi menyempatkan mendekat ke arah Bakti yang tengah tertidur pulas, sedikit berjongkok lalu berhenti di daun telinga pangeran tidur. "Aku pergi dulu, ya, cepat bangun. Aku rindu," bisik Bilqis dengan pelan lalu mengurai rambut hitam legam milik Bakti dengan lembut.
Beralih menatap manik milik Hakim. "Jaga dia, Bang. Kalau ada apa-apa, kabarin gue, ya?" Netra Bilqis terpaku dengan mata Bakti yang setia terpejam. Gadis itu mendadak merindukan tatapan hangat milik Bakti.
"Iya. Yaudah sana lu pergi. Nanti telat," usir Hakim mengibaskan tangan menyuruh Bilqis agar segera angkat kaki dari ruangan. Bilqis mendengus segera beranjak keluar dari ruangan milik Bakti. Padahal, ia sedikit tak rela. Namun, apa daya jika Hakim sudah mengancam. Mau tak mau ia harus menurut.
•••
Apa kabar? Udah lama gak nyapa hahaha. Kangen saya gak? Oke, gak.
See you~
No revisi. Kalau ada typo, komen ai oke?
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret boyfriend☑️
Teen Fiction[FOLLOW DULU YUK, SEBELUM BACA!] Bakti Wirya Danuarta. Lelaki dengan seribu pesona, lelaki idaman wanita sejagat SMA Rajawali. Bakti-tubuh kekar, tegap, menjulang tinggi seperti tiang listrik. Bakti itu keren, Bakti itu Ketua OSIS paling WOW. Menyeb...