Happy reading
Target : 100+ koment
"Bak–"
"E–eh … lu mau narik gue ke mana, woi!" pungkas Hakim yang diseret paksa Bakti.
Bakti diam, ia mempercepat langkah. "Udah, cepet!" desaknya sedikit berlari.
Hakim kesusahan. Tapi, tetap berusaha menyamakan langkah walau tertinggal jauh di belakang.
Segudang pertanyaan tersemat di pikiran. "Ngapain, sih, lari-lari? Padahal tadi santai, aja," protes Hakim bingung. Ia masih melangkah besar menyamakan posisi dengan Bakti yang ada di depan.
Napas Hakim tercekat. Ia merasa kewalahan menyesuaikan langkah cepat dari Bakti. Berjongkok, mengatur oksigen yang masuk ke paru-paru. "Sumpah dah tu orang! Main tinggal terus," kesal Hakim ketika melihat pundak Bakti yang sudah jauh.
Setelah dirasa usai, Hakim kembali berjalan. Bukan berjalan lebih tepatnya berlari kecil di belakang Bakti yang terus saja celingak-celinguk kiri kanan seakan mencari sesuatu.
Bakti berhenti otomatis Hakim juga ikut berhenti. Tepat, di ujung kolam Ikan Mas yang tak jauh dari warung Mbah Ilham.
Hakim berdiam diri, menjaga jarak dengan Bakti. Ia tidak ingin ikut campur dengan masalah lelaki tersebut. Jadi, ia memutuskan duduk di atas tanah, bersandar di pohon kecil yang tak jauh dari tempat pijakan Bakti.
"Daripada gue panas-panasan. Mending, ngadem di sini," pungkasnya menyeka keringat yang mengucur deras.
Sedangkan di lain tempat. Bakti menatap tajam gadis yang ada di hadapannya.
"Ngapain?" tanya Bakti tanpa bertele-tele. Langsung ke inti masalah.
Sang gadis yang ditanya tersenyum kikuk. "A–a … oh, itu gue lagi iseng aja, sih, di sini," Sahutnya sambil menyembunyikan kedua tangan di belakang.
Mata Bakti menajam, alisnya sedikit menyatu. "Di belakang lu ada apa? Sesuatu?" tebak Bakti berusaha memiringkan badan guna melihat apa yang dilindungi perempuan di hadapannya.
Dia Cantika, sekretaris Bakti. Ia menggeser tubuhnya berusaha menutupi benda tersebut. "Gak ada apa-apa, kok," kilahnya bergerak ke kiri kanan agar Bakti tak bisa mengintip.
"Bohong!" cerca lelaki memakai ikatan Leaders di tangannya tersebut.
"Liat sini!" paksa Bakti mencoba merebut tangan Cantika.
"Enggak mau, ih! Lu kepo, deh," tolak Cantika mentah-mentah, menantang titah dari Bakti.
Mau tak mau Bakti merebut paksa tangan Cantika. Matanya sedikit memicing. "Kamera?" pungkas lelaki tersebut sedikit kaget dengan apa yang disembunyikan oleh Cantika.
Cantika kelimpungan. Ia kembali mengambil kamera yang di tangan Bakti dengan kasar. "Gak sopan ngambil barang orang sembarangan!" omel Cantika kembali menyembunyikan kamera miliknya.
Bakti berdehem, "buat apa kamera?" tuturnya penasaran.
"I–ini? Eum … emm … anu … eh, iya buat tugas ngambil gambar lumut. Nah, iya buat tugas Bahasa. Oh, iya. Gue pamit dulu, ya! Bye!" Cantika langsung berlari meninggalkan Bakti.
Bakti mendongak. "Lumut? Di mana?" pikirnya sendiri sembari melirik kiri kanan mencari tumbuhan lumut. Tapi, nihil. Di sini bersih. Hanya ada rumput hijau dan juga tanah.
"Lumut, ya? Ada, sih, kalau di dalam kolam. Ya kali itu kamera mahal rela Cantika cemplungin ke air," ujar Bakti berargumen memberikan alasan yang tepat untuk perkataan dari Cantika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret boyfriend☑️
Teen Fiction[FOLLOW DULU YUK, SEBELUM BACA!] Bakti Wirya Danuarta. Lelaki dengan seribu pesona, lelaki idaman wanita sejagat SMA Rajawali. Bakti-tubuh kekar, tegap, menjulang tinggi seperti tiang listrik. Bakti itu keren, Bakti itu Ketua OSIS paling WOW. Menyeb...