12 [Dimulai]

0 2 0
                                    

Happy Reading ______________________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading
______________________________________________

"Kenapa kalian mengajak gue ketemu di rumah guru ini?" tanya Caitlyn.

"Sebelum itu perkenalkan saya Maesya Farasati, saya guru pengganti di kelas tujuh," ucap Maesya memperkenalkan diri. Caitlyn mengangguk, Rafa dan Aryo hanya diam saja, Aryo masih marah kepada Caitlyn.

"Lalu apa yang harus aku lakukan?" tanya Caitlyn, ia sudah sangat penasaran dengan tugasnya untuk menyelamatkan Yura, ia masih belum percaya sebenarnya. Tetapi, dari pada ia selalu dihantui dengan permohonan dari sahabatnya, lebih baik ia menuruti saja.

"Aku juga tidak tau harus memulai dari mana, tapi kalian harus mencari buku diary milik Anafsya, di dalamnya ada petunjuk bagaimana mengembalikan Yura dan keadaan.

"Aku pernah membacanya, hanya sekilas, kalian akan diberikan beberapa petunjuk nantinya, apakah sudah ada petunjuk yang kalian dapatkan?" tanya Maesya.

Caitlyn tampak berfikir, ia mengangguk seperti ada sesuatu yang ingin ia katakan. "Saat kemarin aku melihat seseorang yang sangat familiar di mataku dia menunjukan angka sebelas dan satu dengan jarinya," ujar Caitlyn, mereka berfikir yang berkaitan dengan angka sebelas dan satu.

"Apa maksudnya?" tanya Rafa bingung, ia juga hadir di rumah Maesya.

"Kita tunggu petunjuk selanjutnya." Mereka mengangguk, setelah itu hening mereka kembali pada pikiran masing-masing. Caitlyn merasakan kehilangan Yura, saat hening seperti ini Yura akan selalu mencairkan suasana, bagaimana pun caranya. Tapi sekarang tidak ada Yura yang ceria hanya ada Yura yang terbaring lemah dengan wajah pucat.

Caitlyn akan mencobanya, walaupun dalam hatinya ia masih belum percaya, entah belum atau tidak ia kurang tau. Sekarang yang harus ia lakukan hanya mengikuti apa yang mereka katakan demi Yura.

"Jika kalian ingin mencari buku itu, terakhir yang diketahui di perpustakaan sekolah kalian yang tidak terpakai," ujar Maesya memecah keheningan, Caitlyn mengangguk ia pernah ke sana bersama Kaila. Entahlah bisa ketemu atau tidak dengan buku itu, yang penting sekarang ia harus mencobanya.

"Kalau begitu aku izin pulang," pamit Caitlyn, ia segera beranjak dan berjalan keluar rumah Maesya. Ia sudah menelepon  supirnya untuk menjemputnya segera, karena tubuhnya sudah sangat lelah. Hari libur ini harusnya ia habiskan dengan bersantai malah harus memikirkan semua ini.

"Cait, tunggu!" panggil Rafa.

"Kenapa lagi?" tanya Caitlyn.

"Gue saranin kita cari bukunya sekarang, aja. Kalau besok kita banyak tugas," saran Rafa, Caitlyn tampak memikirkan saran Rafa.

"Oke, gue tunggu di sekolah." Caitlyn segera berjalan ke mobil yang baru saja sampai, ia naik dan mengarahkan supirnya menuju sekolah.

Saat tiba, sekolah sangat sepi, karena hari minggu jadi tidak ada kegiatan di sekolah. Saat Caitlyn periksa gerbangnya, tidak di kunci oleh penjaga sekolah. Tanpa rasa takut, Caitlyn langsung masuk ke dalam dan menuju perpustakaan yang berada di belakang sekolah.

Ia menunggu Rafa dan Aryo yang belum datang juga sampai sekarang, Caitlyn melihat arlojinya, hari sudah mulai sore tapi mereka belum muncul. Tidak mungkin Caitlyn menunggu sampai malam tiba, pastinya akan lebih menakutkan dari pada sekarang ini.

"Caitlyn!"

"Lama sekali kalian, gue udah lama nunggunya, ayo."

Mereka masuk ke dalam perpustakaan, kuncinya masih sama mereka. Saat membantu penjaga sekolah kemarin mereka lupa mengembalikan kuncinya. Gelap, Aryo menghidupkan saklar lampu, debu di mana-mana. Perpustakaan ini tidak pernah lagi digunakan, bukunya terbengkalai dimakan rayap.

Sudah hampir satu jam mereka mencari, tidak ditemukan buku yang bertulisan 'Diary Anafsya'. Mereka memutuskan untuk keluar saja dan melanjutkan nanti saja, pintu tiba-tiba tertutup. Meja bertubrukan di depan pintu, hal itu menutupi jalan mereka.

"Kenapa ini?" tanya Caitlyn.

Suara-suara aneh mulai terdengar. "Sembilaaaaan ..." Suara itu terdengar jelas, Caitlyn segera mengingat angka sebelumnya.

"Sebelas, satu, sembilan, maksudnya apa?" tanya Caitlyn.

"Gue belum tau, kita tunggu yang selanjutnya saja," jawab Rafa. 

"Sekarang kita keluar gimana?" tanya Aryo bingung, mereka melihat pintu yang sudah penuh dengan meja dan kursi perpustakaan. Caitlyn melihat ada jendela, dan mencoba menghampiri jendela itu.

"Ada jendela, kita keluar lewat jendela, aja," ajak Caitlyn, Aryo dan Rafa mengangguk. Untung saja jendelanya tidak di teralis, dengan mudah mereka membuka dan keluar dimulai dari Caitlyn lalu yang terakhir Rafa.

Mereka berpisah Caitlyn langsung pulang ke rumahnya, ia tadi berpamitan kepada Mama dan Papanya untuk mengerjakan tugas sekolah di rumah teman. Di rumah Mamanya dan Papanya sedang duduk
di depan televisi.

"Pa, Ma. Aku langsung ke kamar, ya."

"Iya, pasti kamu lelah, istirahat aja. Setelah itu makan, ya," ujar Dira.

"Iya, Ma."

Saat tiba di kamar Caitlyn menghempaskan tubuhnya di tempat tidur, ia semakin bingung buku yang mereka cari tidak ditemukan. Kemana lagi harus di cari? Selain perpustakaan belakang sekolah.

"Enggak mungkin di perpustakaan sekarang, bukunya pasti sudah usam dan di letakan di perpustakaan belakang," monolog Caitlyn pada dirinya sendiri.

Terlalu sulit untuk ia pikirkan, pemikirannya belum sebijak pemikiran orang dewasa. Kenapa malah dia yang harus mendapatkan ini semua? Dia belum kuat memikirkan semua ini, Yura yang belum tersadar dari tidurnya.

"Agrhhhhhhhh!!"

Karena lelah Caitlyn akhirnya tertidur dengan lelap menjelajahi ruang mimpi.

Caitlyn tidak pernah melihat tempat seperti ini, dimana dia sekarang? Caitlyn terus saja menjelajahi hutan yang rimbun. Di ujung sana seorang perempuan di rantai seluruh tubuhnya, ia menunduk tidak berdaya.

Dan di sebelahnya perempuan bermuka sangat jelek, hancur, Caitlyn melihatnya merasa mual. Ia memalingkan wajah ke arah lain, bau amis darah yang keluar dari wajahnya membuat Caitlyn tidak tahan.

Perempuan itu mendekat ke arah Caitlyn, dengan sekuat tenaga Caitlyn menahan perut bergejolaknya yang siap menumpahkan isi perut.

"Akhirnya kau datang juga." Suaranya  sangat menyeramkan, tiba-tiba saja wajahnya dipenuhi dengan ulat, seperti busuk. Dan tubuhnya penuh dengan darah, ia terbang di hadapan Caitlyn.

"Siapa kau?" tanya Caitlyn, perlahan-lahan ia memundurkan langkahnya. Mengambil ancang-ancang untuk kabur.

Perempuan itu terbang ke arah seseorang yang diikat dengan rantai, tangannya menjambak rambut seseorang itu dan terlihat lah wajah cantiknya. Caitlyn tampak familiar dengan wajah ini, seperti pernah melihat, tapi dimana?

"Kakak tolong aku ...." lirihnya, Caitlyn bingung keadaan macam apa ini?

"Kalau aku tidak selamat, tolong sampaikan pesanku untuk kedua orang tuaku." Suaranya sangat lemah, perempuan yang di sampingnya masih diam menatap interaksi Caitlyn dan gadis yang diikat itu.

"Aku sayang mereka, maafkan aku yang tidak bisa membahagiakan mereka, tolong kuburkan aku dengan layak."

"Dan segera selamatkan teman kakak, jangan sampai bernasib sama dengan ku, salam sayang untuk Mama dan Papa dari Zeline Anggaskara."

Tubuh Caitlyn dipenuhi dengan keringat dingin, mimpi macam apa yang baru saja ia dapatkan.

"Zeline Anggaskara?"

Aku Bukan Indigo[SELESAI]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang