15 | Dancing After The Rain

12.6K 2.4K 2.4K
                                    

Dor! Hehe. Ayo vote dan comment lagi yang banyak-banyak! Tau kan targetnya berapa? Siapa tahu malamnya sudah post lagi. Siapa tahu. Tag ke ig ya anoona_universe scene fav kalian.





Kim Taeri menghela napas berat. Meringis melihat Taehyung yang tersenyum padanya. Lega melihat Taehyung masih tersenyum, tetapi juga kesal secara bersamaan. "Apa yang si bodoh itu lakukan!" gumam Taeri sambil mengacak rambutnya sendiri. Rasanya ingin berteriak pada Taehyung untuk mengakhiri semuanya. Memohon kalau perlu. Cukup. Dia tidak mau melanjutkan ini. Bagaimana Taehyung membuatnya sedih kemudian bersikap sebaliknya seperti sekarang sungguh menyiksa. Seperti sedang dalam permainan jungkat-jungkit.

Berlari kecil, Taeri mendekat pada Taehyung yang sedang berdiri di dekat besi-besi pagar pembatas agar tidak jatuh, sebab berada di dataran lebih tinggi hingga dapat melihat pemandangan kota Seoul yang indah dari sana. Tempat yang pernah menjadi kesukaan—harusnya sampai sekarang, tetapi karena setiap berkunjung hanya akan mendatangkan luka dari kenangan, Taeri tidak pernah lagi datang.

"Kau bilang berteduh, kenapa kau masih basah?" tanya Taeri mengomel.

Taehyung melihat dirinya sendiri yang memakai coat panjang, di luar memang dingin sekali. Kalau membicarakan tentang keramaian, tidak perlu khawatir karena tempat ini berada di perumahan dengan jalanan cukup sempit, terpencil. Aman. "Ah—ini? Aku memang berteduh, tetapi takut kau datang, jadi sesekali memeriksanya. Tidak banyak basah, hanya rambut dan sedikit pakaianku." jawab Taehyung sambil menekan-nekan rambutnya sendiri.

"Kalau begitu aku pulang," jawab Taeri langsung sambil berbalik. Tidak ingin meladeni Taehyung. Secepat kilat, Taehyung menahan Taeri. Sambil berdecak, Taeri menatap Taehyung dengan datar. Menunjukan ketidak berminatannya. "Apalagi? Kau bilang mau bertemu kan? Ini kita sudah bertemu, sekarang aku harus pulang," jelas Taeri.

"Kau—ingin pergi begitu saja?" tanya Taehyung dengan tatapan datarnya, tetapi penuh arti. Berusaha melepas genggaman tangan Taehyung yang semakin kencang. "Taehyung, lepaskan. Aku sudah menemui. Bahkan sebelumnya aku sudah bilang belum tentu bisa. Ya, aku tidak berminat sama sekali menemuimu sejak awal. Kau benar-benar menyusahkanku!" cecar Taeri ketus.

Mendengar itu, sekalipun raut terlihat masih sama, tatapan Taehyung berubah. Ia perlahan melepas cengkramannya. Terlihat sendu. Tidak peduli, Taeri merasa lega sekali. Ingin segera mengambil langkah seribu, tetapi pasti kalah dengan kaki panjang Taehyung. Belum lagi dia harus naik kendaraan umum atau memesan taksi.

Mundur beberapa langkah, tidak mengatakan apapun, Taehyung tiba-tiba mengulurkan tangannya. "Ayo kita berdansa," ajak Taehyung. Terlalu tiba-tiba membingungkan. Harusnya Taehyung sekarang sudah sangat sakit hati dan tahu diri dengan ucapan Taeri.

"Ok Taehyung, hentikan ini." Satu-satunya masalah Taeri adalah bagaimana Taehyung merespon apa yang dia lakukan. Seolah bukan hal besar.

"Kau dulu menyukainya," ujar Taehyung. Tenang. Lantas Taeri terdiam.

Seolah dapat membaca apa yang terjadi di dalam kepala Taeri, membuat Taehyung semakin berani untuk menerobos pertahanan itu. "Kau masih mengingatnya? Kita tertawa dan menari bersama. Di tempat ini. Hanya berdua. Seolah dunia milik kita. Sepulang sekolah bersama, diam-diam berkencan." Rasanya seperti kembali terputar secara detail.

Pilu. "Kalau kau hanya ingin mendongeng tentang masa lalu, sertakan juga hal-hal yang buruk agar realistis. Semua sikapmu selama ini padaku yang memuakkan."

Taehyung terkekeh. Entah apa yang ditertawakan. "Kim Taeri... ayo menari denganku..." pintanya lagi. Matanya berbicara kalau itu satu-satunya yang dia inginkan saat ini. Udara semakin dingin hingga menusuk tulang-belulang. Aroma sehabis hujan terhirup, menenangkan tetapi juga membawa kenangan. Tergantung kenangan seperti apa yang akan terpatri di kepala, pilu atau tawa. Untuk Taeri dan Taehyung, kenangan itu membahagiakan, tetapi karena tidak akan bisa terulang dan terlalu banyak luka setelahnya, menjadi begitu pilu.

A Perfect Scenario ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang