Dengan gerakan pelan, Deelara berusaha menyikirkan tangan berotot itu dari perutnya. Lalu bergerak mengumpulkan pakaian dan dalamannya yang berserakan di lantai sambil menahan perih di bagian intinya. Setelah mengenakan semua pakaiannya, Deelara berjalan cepat keluar dari kamar hotel yang menjadi saksi percintaannya bersama laki-laki asing yang---'Gue Tian. Anggap ini sebagai salam perkenalan kita.' "Ya Tuhan! Demi apa gue di parawanin sama laki-laki itu?" Deelara mengacak rambutnya frustasi begitu tiba di dalam lift yang kosong, matanya meneliti penampilannya yang terlihat berantakan dengan bercak-bercak merah yang memenuhi leher jenjangnya. Shit! Lagi-lagi, Deelara mengutuk dirinya sendiri. Sambil mengatur rambutnya untuk menutupi sisa-sisa percintaannya bersama Tian---Deelara buru-buru menggeleng kuat saat ingatan tentang bagaimana dia melewati malam panas bersama pengacara bertato itu terlintas begitu saja. Seluruh tubuhnya tiba-tiba panas dingin meski ingatannya masih samar-samar.